Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Kedelai Naik, Perajin Tak Bisa Lagi Kurangi Ukuran Tempe hingga Terpaksa Kurangi Bonus Pegawai

Kompas.com - 04/01/2021, 21:06 WIB
Dewantoro,
Farid Assifa

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Kesibukan terlihat di pabrik tempe di Gang Nabar, Jalan Pintu Air, Kelurahan Kuala Bekala, Kecamatan Medan Johor pada Senin (4/1/2021) pagi.

Di satu meja besar, seorang pria meratakan kedelai yang masih berasap karena baru dituang dari keranjang.

Di meja yang lain, sejumlah orang dengan tangan cekatan memasukkan kedelai yang "menggunung" ke dalam plastik ukuran tertentu.

Namun, pada masa pandemi dan melonjaknya harga kedelai belakangan, perajin telah mengurangi kadar kesibukan.  

Di dapur yang letaknya di belakang, 3 orang pekerja sedang memasak kedelai. Terdapat tong-tong besar berisi kedelai, sebagian mengapung.

Baca juga: Kedelai Mahal, Produsen Naikkan Harga dan Kurangi Panjang Tempe

 

Di tempat yang suhunya hangat itu, seorang pria sudah berulang kali mengangkat kedelai panas ke dalam keranjang, lalu membawanya ke luar menggunakan kereta sorong.

Selanjutnya kedelai itu pun didinginkan oleh pekerja lainnya di atas meja besar.

Ditemui di lokasi, pemilik pabrik tempe, Adhe Putri mengaku dirinya menjalankan usaha yang dirintis orangtuanya sejak 25 tahun yang lalu.

Awalnya, tempe diolah di rumah. Namun setelah usahanya berkembang, ia pun mendirikan pabrik tempe.

Selama ini, sebagaimana umumnya pebisnis lain, ia juga sering mengalami pasang surut. Dalam sehari, pabriknya bisa mengolah kedelai impor hingga 800 kilogram.

Tempe yang dihasilkan, lanjut Adhe, dipasarkan ke sejumlah pasar tradisional. Mulai dari pasar di Kuala Bekala, Pasar MMTC, Pasar Induk, pasar di belakang Citra Garden, pasar di Cemara, Pasar Sentral, Pasar Sei Sikambing, Pasar Simpang Limun dan lainnya.

Namun, tahun 2020 merupakan masa berat bagi Adhe. Masa pandemi berimbas pada melonjaknya harga kedelai. Sejak awal tahun 2020, hingga kini harga kedelai impor belum turun.

Selama ini, pihaknya hanya menggunakan kedelai impor sebagai bahan baku. Pernah sekali dia menggunakan kedelai lokal, namun tidak dilanjutkan karena kualitasnya kurang sesuai.

Soal ketersediaan, kata dia, kedelai impor itu selalu tersedia. Dia memesan kepada distributor di Mabar. Hanya saja, harga kedelai impor terus mengalami kenaikan. Dalam sebulan, bisa terjadi dua kali kenaikan harga.  

"Setiap kali ditanya, alasannya cuma memang naik dari sananya. Tak pernah dijelaskan kenapa naiknya. Ini pun katanya mau naik lagi," kata Adhe.

Dijelaskannya, tahun lalu dia pernah membeli kedelai dengan harga Rp 6.500/kg. Namun terus merangkak naik menjadi Rp 8.600/kg, lalu Rp 8.700/kg dan terbaru dia membeli dengan harga Rp 9.200/kg.

Harga kacang kedelai terbaru sangat memberatkan perajin tempe.

Agar tetap bisa berproduksi, Adhe pun mengurangi ukuran tempe hingga penundaan bonus bagi pekerja. Karena di pabriknya menggunakan sistem kekeluargaan, maka kenaikan harga kedelai selalu didiskusikan dengan pekerja.

Kurangi bonus pegawai

Dampak dari naiknya harga bahan baku tempe, pihaknya terpaksa mengecilkan ukuran tempe.

Sebulan yang lalu, dia membuat tempe dengan bobot 0,7 ons dan dilepas seharga Rp 700 per batang.

Berat tersebut tak mungkin lagi diturunkan hingga mengurangi ukuran juga karena pasti akan mendapat protes dari pelanggan.

Begitupun, dari sisi produksi, dari sebelumnya 16 karung goni kedelai atau setara dengan 800 kg per hari, kini dikurangi menjadi 12 karung goni atau 600 kg. Bahkan, lanjutnya, untuk produksi 11 karung saja sudah ngos-ngosan.

"Dampak lainnya adalah penghasilan. Mereka (pegawai) hanya mendapatkan (bonus) 75 persen saja. Jadi saat ini, yang dilakukan selain mengecilkan ukuran, juga pengurangan bonus mereka. Kalau gaji tak diganggu, kan (yang dikurangi) bonus. Kalau (harga kedelai) turun, bonusnya bisa dibayarkan kembali. Kita berharap perhatian pemerintah," harap Adhe.

Baca juga: Harga Kedelai Naik, Perajin Tahu Tempe di Kulon Progo Perkecil Ukuran

Seorang pekerja sekaligus penjual tempe, Yuni Sri Wardhani mengatakan, sangat merasakan betul dampak kenaikan harga kedelai.

Biasanya ia bisa menjual 10.000 batang, namun kini hanya setengahnya saja. Tentu saja, hal itu menyebabkan penghasilannya menurun hingga 25 persen.

Sri pun berharap situasi tersebut kembali normal.

"Pengaruhnya untuk pabrik dan saya. Harapannya, jangan gini lagi lah. Harus lebih baik dari kemarin. Dicukup-cukupkanlah," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com