Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Kedelai Naik, Perajin Tahu Tempe di Kulon Progo Perkecil Ukuran

Kompas.com - 04/01/2021, 20:35 WIB
Dani Julius Zebua,
Dony Aprian

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – Salah satu perajin tahu dan tempe di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyiasati kenaikan harga kedelai dengan mengecilkan ukuran produksi.

Perajin asal Pedukuhan Tigaron, Kalurahan (desa) Kulur, Kapanewon (kecamatan) Temon, Mamik Sudiyatmo mengungkapkan hal tersebut untuk menyiasati tingginya harga kedelai berkepanjangan.

“Mengurangi (ukuran) potongan tahu dan tempe juga sama agak dimajukan,” kata Mamik di rumah produksinya di pedukuhan Tigaron, Senin (4/1/2021).

Baca juga: Harga Kedelai Naik, Perajin Tahu di Banyumas: Biaya Operasional Enggak Nutup

Mamik memproduksi tahu, tempe dan susu kedelai setiap hari di rumahnya.

Ini usaha yang dilakukan sejak orangtuanya dulu.

Bersama Mamik, ada dua anggota keluarganya yang ikut bekerja di industri rumah tangga ini.

Setiap hari, mereka memproduksi tahu dengan 50 kilogram (kg) kedelai, 30 kg untuk tempe dan 2 kg untuk menghasilkan susu.

Harga kedelai sudah dirasakan naik dalam tiga bulan belakangan ini.

Bila biasanya Rp 8.200 per kilogram, kini Mamik beli dengan harga Rp 9.000 per kg. Bukan kedelai lokal, tapi kedelai impor.

“Sekarang masih memakai sisa dari terakhir beli 1 ton,” kata Mamik.

Baca juga: Tanpa Subsidi, Perajin Tahu di Salatiga Terancam Gulung Tikar

Ketergantungan dengan kedelai impor tentu menyulitkan.

Akibatnya, produsen sering kesulitan ketika harga tidak stabil seperti ini.

Karenanya, ia menyiasati dengan mengecilkan ukuran produksi yang nantinya akan dijual eceran oleh pedagang.

Dalam situasi sekarang ini, Mamik berharap adanya campur tangan pemerintah untuk mensubsidi harga kedelai.

“Persoalan harga kedelai semua tetap akan tergantung permintaan pasar. Kami ikuti saja,” kata Mamik.

Dampak kenaikan harga kedelai sampai ke pedagang tahu dan tempe di pasar.

Pedagang keliling asal Hargowilis, Ngatiyo mengungkapkan, tidak sedikit pembeli yang beralih ke produk lain karena perubahan ini.

Ngatiyo biasanya menjual sebungkus tahu isi enam potong dengan harga Rp 5.000.

Kini, ukuran tahu semakin kecil tentu membuat pembeli memilih beralih ke produk lain.

Dulu, ia bisa menjual hingga 40 bungkus plastik dalam satu hari, kini cuma 30 bungkus.

“Sudah lama saya beritahu kalau harga kedelai tinggi. Yang lansia biasanya tidak mau (beli). Mereka memilih beli yang lain,” kata Ngatiyo.

Situasi semakin rumit akhir-akhir ini.

Penyebabnya, pandemi membuat daya beli masyarakat turun, bantuan pemerintah justru membuat permintaan produk kedelai turun karena warga beralih ke produk non kedelai.

“Bukan (semata) hanya karena persaingan,” kata Ngatiyo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com