Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tetap Produksi meski Harga Kedelai Mahal, Begini Cara Perajin Tempe Agar Tak Merugi

Kompas.com - 04/01/2021, 18:19 WIB
Andi Hartik,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Perajin tempe dan tahu di Kampung Sanan, Kota Malang, tetap produksi meski harga kedelai impor naik. Supaya tidak merugi, sebagian perajin memperkecil ukuran tempe dan tahu buatan mereka, yang lain memilih menaikkan harga.

Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) Kota Malang, Chamdani mengatakan, kenaikan harga kedelai impor dirasakan sejak November 2020.

Ketika itu, kenaikan harga kedelai impor berkisar Rp 1.600 per kilogram.

Saat ini, harga kedelai impor mencapai Rp 9.150 per kilogram. Padahal, harga kedelai saat normal sekitar Rp 7.250 hingga 7.600 per kilogram.

"Harga kedelai kira-kira mulai awal November 2020 ada kenaikan. Kenaikan kurang lebih Rp 1.600 per kilogram bila dibanding harga di akhir Oktober," kata Chamdani melalui pesan singkat, Senin (4/1/2021).

Baca juga: Kejari Kabupaten Malang Tangkap Buron Kasus Jual Beli Lahan Senilai Rp 3,7 Miliar

Meski begitu, para perajin tempe dan tahu tetap bertahan menggunakan kedelai impor. Faktor kualitas, kata Chamdani, menjadi alasan perajin tak beralih ke kedelai lokal.

"Kalau untuk tempe (kedelai lokal) kurang bagus. Kalau untuk tahu mungkin lebih bagus. Permasalahannya kan sekarang petani sudah jarang tanam kedelai," jelasnya.

Chamdani menjelaskan, para perajin di Kampung Sanan membutuhkan 17,5 hingga 20 ton kedelai per hari. 

Pasokan kedelai impor sebagai bahan baku tempe dan tahu itu didapat dari Amerika Serikat dan Argentina.

"Kalau khusus perajin yang ada di Sanan kebutuhannya kurang lebih 17,5 ton sampai dengan 20 ton. Tapi kalau kebutuhan (perajin se Kota Malang) Kota Malang kurang lebih 25 sampai 30 ton. Kabarnya sih kalau tidak salah (didatangkan) dari Argentina dan USA," katanya.

 

Berbagai cara perajin

Untuk menyiasati harga bahan baku yang mahal, para perajin tempe di Kampung Sanan menggunaan sejumlah cara agar tak merugi.

Beberapa di antara mereka mengecilkan ukuran tempe yang dibuat. Biasanya, para perajin memproduksi tempe dengan lebar 23 centimeter, panjang 52 centimeter, dan tebal enam centimeter.

Kini, para perajin memproduksi tempe dengan lebar 20 centimeter, panjang 50 centimeter dan tebal 4,5 centimeter.

Baca juga: Usai Mogok 3 Hari, Pedagang Tempe di Pasar Induk Kramatjati Mulai Berjualan Lagi

"Mengurangi produksinya lalu mengecilkan ukurannya dan sebagian juga ada yang ukurannya tetap tapi harganya naik," katanya.

Untuk diketahui, Kampung Sanan yang ada di Kecamatan Blimbing, Kota Malang merupakan sentra perajin tempe dan tahu. Sebagian ada yang dijual berupa tempe, sebagian lagi diolah menjadi keripik.

Keripik tempe di Kampung Sanan diolah dengan beragam varian rasa dan telah menjadi oleh-oleh khas Malang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com