Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jeritan Perajin Tahu Tempe, Kurangi Produksi hingga Terancam Gulung Tikar akibat Harga Kedelai Naik

Kompas.com - 04/01/2021, 16:17 WIB
Setyo Puji

Editor

"Ya harus diakali. Ukurannya juga saya kurangi," ungkap dia.

Siasat perajin di Banyumas

Dampak kenaikan harga kedelai di pasaran juga dirasakan oleh perajin tahu dan tempe di Banyumas, Jawa Tengah.

Salah satu perajin tahu dan tempe Teguh Setiyanto mengatakan, untuk menyiasati tingginya harga beli bahan baku tersebut terpaksa dengan menaikkan harga jual hasil produksinya.

"Saya naikkan harganya antara Rp 50 sampai Rp 200 per buah, karena (biaya) operasional enggak nutup. Dua bulan lalu harga kedelai masih Rp 6.000, sekarang sudah Rp 10.000 per kilogram, naik signifikan menjelang Natal kemarin," kata Teguh di Purwokerto, Senin (4/1/2021).

Sementara perajin lainnya di Pasar Wage Purwokerto, Tati mengatakan, naiknya harga bahan baku itu menyebabkan keuntungannya menipis.

"Harga kedelai naik, keuntungan jadi semakin tipis. Saya tidak mengubah ukuran, hanya menaikkan harganya, untuk satu plastik isi 10 yang tadinya Rp 7.000 jadi Rp 7.500," kata Tati.

Baca juga: Harga Kedelai Naik, Perajin Tahu di Banyumas: Biaya Operasional Enggak Nutup

Kondisi di Polewali Mandar 

Kondisi lebih parah terjadi di Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Akibat naiknya harga kedelai itu membuat para perajin tahu dan tempe di daerah tersebut terancam gulung tikar.

Salah satunya yang dialami Mukti, produsen tahu dan tempe di Desa Sugihwaras, Kecamatan Wonomulyo, Polewali Mandar.

Jika harga bahan baku tak segera kembali normal, ia mengaku akan menutup usahanya untuk sementara waktu.

Alasannya, dengan kondisi saat ini beban biaya operasional yang dikeluarkan semakin membengkak.

Baca juga: Harga Kedelai Melonjak, Satu demi Satu Pabrik Tahu dan Tempe di Polewali Mandar Tutup

Sedangkan menaikan harga jual dianggap tidak menjadi solusi karena daya beli masyarakat yang tidak menjangkau.

“Kalau kondisinya begini terus saya punya usaha keluarga ini paling tidak hanya bisa bertahan sebulan ke depan,” jelas Mukti saat ditemui di pabriknya, Polewali Mandar, Senin (4/1/2021).

Penulis : Fadlan Mukhtar Zain, Labib Zamani, Dian Ade Permana | Editor : Teuku Muhammad Valdy Arief, Khairina

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com