Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita Guru Honorer di Masa Pandemi, Harus Utang Kanan Kiri karena Gaji Disunat

Kompas.com - 01/01/2021, 21:32 WIB
Suwandi,
Irfan Maullana

Tim Redaksi


JAMBI, KOMPAS.com - Ribuan guru honorer di Jambi mengalami kesulitan keuangan, setelah adanya pemotongan gaji selama pandemi.

Sebagian besar terpaksa berutang di warung-warung maupun tetangga, untuk menambal kebutuhan sehari-hari.

"Utang di warung itu sudah ratusan ribu. Untuk membeli susu anak, lauk pauk dan beras," kata SF, guru honorer SMK dari Muarojambi saat ditemui Kompas.com, Jumat (1/1/2021).

Seorang guru yang tinggal di rumah papan berukuran sekitar 5x6 meter ini, terus mengalami himpitan ekonomi selama pandemi.

Baca juga: Semua Guru Honorer Madrasah Telah Terima Subsidi Gaji

Sementara gaji yang ditunggu tak kunjung cair, hampir lima bulan. Pada saat terima gaji pada akhir tahun, justru mendapat pemotongan.

"Gaji bulan Desember kami dipotong semua. Tidak ada solusi dari sekolah, karena urusan gaji ditangani orang dinas," kata SF menjelaskan.

SF menunjukkan surat edaran dari Dinas Pendidikan Provinsi Jambi. Lembaga yang mengurusi sekitar 6.000-an guru honorer SMA/SMK ini hanya menjelaskan, "Jumlah dana yang diusulkan melebihi dari sisa dana DPA APBD Jambi, sehingga sisa dana tidak cukup untuk membayar gaji guru dan tenaga tata usaha."

Baca juga: Subsidi Gaji Guru Honorer Segera Cair

Menurut SF pemotongan sebulan gaji, memang nominalnya tidak besar. Setiap guru dibayar Rp17.500 per jam. Apabila dalam seminggu mengajar 24 jam, tentu sebulan bisa mengantongi uang Rp 1,68 juta.

Gaji itu sungguh berarti, untuk membantu kebutuhan selama pandemi. Memang guru menerapkan pembelajaran daring, tetapi guru honorer diwajibkan ke sekolah, setiap hari.

"Kami tetap wajib ke sekolah. Tentu ada biaya minyak, makan dan internet untuk mengajar selama pandemi. Belum lagi kebutuhan dapur," keluh SF.

Baca juga: Indonesia Miliki 700.000 Guru Honorer

Untuk menyambung hidup, kata dia harus bekerja serabutan, mulai dari menjadi kuli panggul, memanen sawit, hingga jualan musiman.

Meskipun serba sulit, SF tetap bertahan selama tujuh tahun menjadi guru honorer. Sebab, dia ingin mencerdaskan anak-anak dari kampungnya.

Hal senada juga disampaikan DA, guru honorer di Sarolangun. Pemotongan gaji di tengah pandemi ini, memang kontras dengan yang dilakukan pemerintah, untuk memulihkan ekonomi.

Pada masa pandemi, pemerintah menggelontorkan dana bantuan ke beberapa sektor. Sebaliknya guru honorer mengalami pemotongan dengan alasan tidak jelas.

"Semua guru honorer mengeluh. Karena gaji baru dibayar setelah lima bulan. Itu pun dibayar tiga bulan dulu, dua bulannya ditangguhkan sampai pembayaran berikutnya," kata DA menjelaskan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com