Guna memastikan validasi dan akurasinya dilakukan profeling. Hasil anaslisi profeling dapat mencapai akurasi lebih dari 97 persen.
"Hasil itu luar biasa, tapi Kami tidak langsung percaya, apa benar 97 persen itu karena pada saat itu akurasi yang dilihat adalah akurasi keajegan dari otak mesin itu," ungkapnya.
Demi memastikan keajegan akurasi dari otak tersebut, maka diperlukan uji diagnostik. Dimana dikomparasi secara head to head dengan PCR (P olymerase Chain Reaction). Uji klinis ini dilakukan di 8 rumah sakit di Indonesia.
Di uji klinis ini melibatkan 1.476 subyek suspek COVID-19 atau berkontak erat. N amun pada waktu itu dari Kemenkes meminta tambahan sebanyak 523 subyek. Tambahan ini untuk melihat performa mesin kalau screningnya bebas pada populasi umum.
Hasilnya didapatkan sensitivitas antara 89 persen- 92 persen. S pecificity antara 95 persen-96 persen.
"Artinya apa bila orang itu melakukan pemeriksaan Covid-19 tanpa GeNose positivity rate 24 persen, jika menggunakan GeNose bisa terdeteksi lebih tinggi lagi sampai 87 persen," ungkapnya.
Dian menuturkan di awal penggunaan GeNose C19, mesin perlu dikalibrasi dan dicek ulang setelah testing 5.000 sampel nafas. Berikutnya pengecekan dilakukan setelah pemeriksaan 150.000 sampel nafas apabila muncul multifungsi atau gangguan.
Diberitakan sebelumnya, Alat pendeteksi Covid-19 besutan para ahli UGM, GeNose, akhirnya mengantongi izin edar dan siap dipasarkan. Ketua tim pengembang GeNose, Kuwat Triyana, mengatakan izin edar GeNose dari Kemenkes turun pada Kamis (24/12/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.