Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2020: Kasus Covid-19 Pertama, Penolakan Jenazah hingga Demo Omnibus Law Berujung Ricuh

Kompas.com - 27/12/2020, 21:28 WIB
Riska Farasonalia,
Farid Assifa

Tim Redaksi

"Mudah-mudahan ini bisa jadi contoh. Jangan khawatir, kami berkomunikasi terus dengan pemerintah pusat untuk menyampaikan pendapat buruh," jelasnya.

"Mereka izin baik-baik. Ini bagus, silakan kita kasih ruang sampaikan apapun. Ternyata kita bisa bicara. Mereka sendiri saja teriak pakai masker, jaga jarak. Maka ini yang buat kita cukup semangat untuk menyampaikan, intinya jelas," ucapnya.

Dugaan kasus korupsi rektor Unnes

Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Fathur Rokhman dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia oleh mahasiswanya atas kasus dugaan korupsi.

Surat laporan tersebut telah dikirimkan secara langsung oleh pelapor Frans Josua Napitu ke kantor KPK RI pada Jumat (13/11/2020).

Berdasarkan hasil observasi, pelapor menemukan beberapa komponen terkait anggaran di kampusnya yang dinilai janggal.

Dalam laporan kasus tersebut, terdapat rincian komponen anggaran, lampiran dokumen serta data pendukung yang disampaikan secara langsung ke KPK RI untuk dikembangkan lebih lanjut sesuai prosedur hukum yang berlaku.

"Laporan kasus akan diproses sesuai prosedur hukum yang ada. Kami menyerahkan sepenuhnya ke KPK RI," ucap Frans.

Baca juga: Skors Mahasiswa Unnes Usai Laporkan Rektor ke KPK Dinilai Pelanggaran HAM

Menanggapi hal tersebut, Rektor Unnes Fathur Rokhman mengaku belum mendapatkan materi substansi laporan yang disampaikan ke KPK RI.

"Kami belum mendapatkan materi substansi laporan sehingga belum bisa menentukan langkah," katanya.

Dia membantah tudingan atas kasus dugaan korupsi di kampusnya.

Selama ini, pihaknya telah menaati azas sesuai aturan yang berlaku dalam proses penggunaan keuangan dengan prinsip zona integritas dan transparansi.

"Setiap tahun Unnes dimonev (monitoring dan evaluasi) oleh Inspektorat dan BPK, tentunya kami mengikuti arah dan kebijakan pemerintah untuk tata kelola yang sehat," tambahnya.

Kendati demikian, pihaknya meyakini KPK RI akan profesional dalam menangani setiap aduan yang ada.

"Kami percaya KPK lembaga yang kredibel dan telah memiliki mekanisme terhadap laporan masyarakat," katanya.

Dekanat Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang ( Unnes) melayangkan surat keputusan pengembalian pembinaan moral karakter mahasiswanya, Frans, pasca-pelaporan kasus dugaan korupsi rektor ke KPK RI.

Surat keputusan Dekan Fakultas Hukum Nomor 7677/UN37.1.8/HK/2020 itu ditujukan kepada orangtua Frans dan telah dikirimkan melalui pos pada Senin (16/11/2020).

Dalam surat yang ditandatangani oleh Dekan Fakultas Hukum Unnes, Rodiyah, itu disebutkan bahwa segala hak dan kewajiban mahasiswa semester 9 Fakultas Hukum tersebut ditunda selama enam bulan dan akan ditinjau kembali.

Sebelumnya, Rodiyah bersama tim pengembang karakter mahasiswa telah melakukan pembinaan akademik dan moral karakter kepada mahasiswa Bidik Misi selama semester 1-8 tersebut.

Hal tersebut dilakukan karena perbuatan yang pernah dilakukan Frans selama ini dianggap telah melanggar etika mahasiswa dan merusak reputasi Unnes.

Dalam surat tersebut, Frans juga dianggap terlibat dalam sebuah gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Dekan menegaskan, surat keputusan tersebut bukan merupakan sanksi maupun pencabutan status kemahasiswaan Frans.

Namun, lebih kepada memberi kesempatan kepada Frans untuk dibina orangtua yang akan dievaluasi perkembangannya dalam enam bulan ke depan.

"Ini belum merupakan sanksi. Karena pengembalian pembinaan moral karakter bukan sanksi. Saya tidak mengatakan pemutusan dan pencabutan tapi penundaan. Jadi memang masih pembinaan. Kalau sanksi nanti menunggu keputusan rektor. Setelah 6 bulan nanti ada dewan etik universitas untuk mengevaluasi, lalu ada proses berikutnya," katanya.

Atas keputusan dekan tersebut, Frans mengaku kecewa karena dugaan keterlibatan OPM dalam surat keputusan tersebut tidak berdasar.

Frans mengakui sebelumnya pernah mengikuti aksi demonstrasi menolak tindakan rasisme yang terjadi kepada warga Papua bersama Semarang Raya.

Namun, Frans hanya menyuarakan penolakan terhadap diskriminasi yang dialami rakyat Papua karena sebatas ingin menjunjung nilai kemanusiaan.

Kendati demikian, Frans mengaku akan menghadapi keputusan tersebut dengan hati gembira. Dia menyatakan siap menempuh jalur ligitasi dan non litigasi serta fokus pada substansi.

"Yang pasti saya akan hadapi dengan bahagia. Karena saya yakin saya berdiri di jalan yang benar. Saya tidak akan gentar menghadapi itu. Ke depan gerakan litigasi dan non litigasi akan saya tempuh. Kami juga akan menuntut SK skorsing saya dicabut dan fokus pada substansi yang ada," katanya.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ( YLBHI) menilai, keputusan yang diambil Dekan Fakultas Hukum Unnes karena menskors mahasiswanya merupakan tindakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Direktur YLBHI-LBH Kota Semarang Eti Oktaviani menegaskan, alasan skors dengan menuduh Frans sebagai simpatisan OPM adalah alasan yang tidak berdasar dan dibuat-buat.

"Tuduhan tersebut adalah tuduhan lama yang kembali dinaikkan. Alasan tersebut berusaha mengaburkan sebab melaporkan Rektor atas dugaan tindakan korupsi sebagai alasan sebenarnya pemberian skorsing," jelasnya dalam keterangan tertulis, Kamis (19/11/2020).

Menurutnya, keputusan tersebut dinilai telah mencederai kampus sebagai ruang berpikir.

"Sebagai lembaga akademik seharusnya melindungi kemerdekaan berpikir mahasiswa bukan justru menggunakan kekuasaan untuk mengintimidasi kemerdekaan berpikir, mengeluarkan skorsing, bahkan sangat mungkin melakukan drop out/DO dengan alasan yang dibuat-buat," ucapnya.

Skors kepada mahasiswanya dianggap bentuk kedangkalan berpikir yang berbahaya bagi demokrasi kampus.

Sebab, partisipasi mahasiswa untuk mewujudkan dunia akademik yang bersih dan berintegritas tertuang dalam Pasal 28 C ayat (3) UUD 1945.

Dengan didampingi tim kuasa hukum, Frans pun mengambil langkah mengajukan banding administrasi kepada Rektor Unnes sebagai respons dari surat jawaban Dekan FH atas nota keberatan yang sebelumnya telah disampaikan oleh Frans pada 23 November 2020.

Kemudian, nota keberatan tersebut dijawab oleh Dekan FH dengan surat pada 1 Desember 2020 yang intinya surat keputusan yang diterbitkan bukan merupakan bentuk skorsing serta berharap keterlibatan orangtua Frans atas persoalan yang menimpa anaknya.

Untuk itu, tim kuasa hukum Frans meminta kepada Rektor Unnes untuk membatalkan surat keputusan Dekan FH tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com