Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sayup-sayup Doa untuk Syuhada di Samudera, Warnai Peringatan Tsunami Aceh 16 Tahun Lalu...

Kompas.com - 26/12/2020, 15:19 WIB
Masriadi ,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

LHOKSEUMAWE, KOMPAS.com – Dua tenda dibangun di depan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Pusong, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Sabtu (26/12/2020).

Di bawah tenda, pria dan wanita duduk bersimpuh. Berzikir dan berdoa, mengenang peristiwa hari ini, 16 tahun lalu, tsunami Aceh yang maha dahsyat.

Dari jauh terdengar doa itu sayup-sayup lewat pengeras suara seadanya. Sejumlah panglima laut dan masyarakat larut dan luruh dalam doa mengenang syuhada yang tewas saat tsunami menghantam nyaris seluruh Provinsi Aceh.

Kali ini peringatan tsunami sangat sederhana. Pandemi Covid-19 membuat kerumunan sangat dilarang. Karena itu pula, hanya sebagian warga yang datang ke lokasi doa bersama.

Pusong, sebagai salah satu wilayah bibir pantai tak pelak merasakan dampak bencana terbesar di Tanah Air itu. Sebagian besar kaum ibu menitikan air mata. Mengenang saat mereka harus berlari ke pusat kota. Menjauh dari bibir pantai.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Mengenang Peristiwa Tsunami Aceh 2004

Saat itu, puluhan warga berlari ke Lapangan Hiraq, Kota Lhokseumawe.

“Saya bawa anak-anak lari. Karena, air laut surut. Saya ingat pesan nenek kami, bahwa surut tidak normal itu akan kembali ke daratan lebih dahsyat. Maka, saya lari. Begitu juga warga lainnya,” kenang Samsiah (50).

Sembari mengusap derai air mata yang terlihat jelas menetes di pipinya, ia bersyukur bahwa keluarganya yang turut menyelamatkan diri pada saat itu selamat seluruhnya.

“Syukur, kami tidak ada korban jiwa. Namun, keluarga di Banda Aceh hampir habis semua,” lanjutnya.

Ya, Banda Aceh dan Pantai Barat Selatan, Provinsi Aceh terparah mengalami musibah ini. Sedangkan Lhokseumawe ke pantai timur Provinsi Aceh hanya sebagian bibir pantai yang disapu gelombang dalam bahasa Aceh dikenal dengan sebutan alon buluek atau smong.

Pawang Laot, Ujong Blang, Rusli Yusuf, di lokasi menyebutkan, peringatan tsunami bagi nelayan sangat sakral. Karena itu, nelayan tak pernah melaut di tanggal 25-26 Desember setiap tahunnya.

“Kami berhenti melaut. Ingin mengenang keluarga, saudara yang meninggal dunia saat tsunami,” katanya.

Baca juga: Benarkah Akhir Tahun Pasti Banyak Bencana Tsunami? Ini Kata BMKG

Dia pun mengajak seluruh masyarakat Aceh agar menjadikan tsunami sebagai tonggak perubahan perilaku.

“Tuhan telah menguji kita dengan dahsyat. Ini harusnya jadi pelajaran, agar kita terus lebih baik untuk semua orang,” pungkasnya.

Di sejumlah bibir pantai Aceh lainnya juga digelar doa bersama. Peristiwa dahsyat tsunami menjadi pemantik ingatan, akan kenangan pada mereka yang telah pergi mendahului kita.

“Al Fatihah”.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com