Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gereja Katolik Tertua di Kota Semarang Itu Bernama Gereja Gedangan...

Kompas.com - 25/12/2020, 06:51 WIB
Riska Farasonalia,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Kala itu, arus lalu lintas di sepanjang Jalan Ronggowarsito, Semarang Timur memang cukup ramai.

Beberapa kendaraan seperti mobil maupun sepeda motor tampak berlalu lalang.

Sepanjang jalan yang berada di kawasan Kota Lama tersebut memang masih banyak berdiri bangunan tua yang masih terawat.

Ibu penjual dawet ayu tampak menjajakan dagangannya di tepi jalan di bawah pohon yang rindang.

Baca juga: Gereja Gedangan Kota Semarang Tak Terima Jemaat dari Luar Kota

Sementara, di seberang jalan sisi sebelah kanan tampak gedung gereja tua mencuri perhatian dengan menara bertuliskan huruf IHS.

Memasuki lingkungan gereja, lelaki paruh baya tampak tertidur pulas di atas bangku teras di bawah pohon Trenggulun.

Sementara, salah satu pemuda menyapa dengan ramah.

Layaknya menjelajahi waktu kembali ke masa lampau, dia pun menceritakan kisah sejarah berdirinya gereja tersebut.

Baca juga: Usia Hampir Seabad, Mbah Wiryo Masih Setia Bunyikan Lonceng Gereja Saban Hari

Asal mula dinamakan Gedangan

Gereja Gedangan SemarangKOMPAS.com/RISKA FARASONALIA Gereja Gedangan Semarang

Gereja tua peninggalan era kolonial itu bernama Gereja Santo Yusuf atau St. Yoseph.

Masyarakat lokal lebih mengenal gereja tersebut dengan nama Gereja Gedangan.

Baca juga: Tradisi Natal dan Maknanya: Dari Pohon Natal sampai Pandemi

Sebab, kala itu gereja tersebut dibangun di Jalan Zeestraat-Kloosterstraat-Gedangan.

"Menurut sejarahnya, gereja gedangan merupakan cikal bakal gereja Katolik tertua di Kota Semarang," kata Gabriel Rinus Madanarwastu Kippuw selaku Ketua OMK Gereja Gedangan saat ditemui.

Huruf IHS yang berada di puncak menara merupakan tiga huruf pertama dari nama Yesus seperti tertulis dalam abjad Yunani.

"Dalam bahasa Latin diartikan Iesus Hominum Salvator yang berarti Yesus Penyelamat Manusia," katanya.

Baca juga: Cerita Warga Merayakan Misa Malam Natal Secara Live Streaming YouTube

 Dibangun tahun 1870

Tabernakel di Gereja GedanganKOMPAS.com/RISKA FARASONALIA Tabernakel di Gereja Gedangan
Dia menceritakan pada tahun 1808 Pastor Lambertus Prinsen dikirim dari Belanda ke Hindia Belanda sebagai pendeta untuk Semarang dan beberapa permukiman sekitarnya.

"Saat itu peletakan batu pertama baru dilakukan oleh Pastoor Lijnen pada tahun 1870 dan selesai dibangun pada tahun 1875," ujarnya.

Sedangkan, gedungnya dirancang oleh seorang arsitek Belanda, bernama W.I. Van Bakel.

"Pada 1873 menara yang sudah terpasang sempat roboh, karena tiang yang terbuat dari batu bata tidak kuat menahan beban. Akhirnya, dibangun kembali dengan batu bata yang diimpor dari Belanda," ceritanya.

Baca juga: Pesan Damai di Balik Kehadiran Banser dan Gusdurian Saat HUT Gereja Katolik di Majenang

Memasuki ruangan gereja disuguhi interior khas Eropa abad XII-XVI dengan gaya arsitektur neogotik.

"Semua interiornya mulai didatangkan langsung dari luar negeri pada tahun 1880. Kebanyakan impor, tapi lantainya sudah pernah diganti karena banjir. Jadi sudah tiga kali perombakan terakhir 2007 ada penggantian keramik lantai. Dulu pakai marmer, lalu keramik dari Itali dan terakhir keramik dari Indonesia," katanya.

Baca juga: Sambangi Gereja Blenduk di Malam Natal, Gus Yaqut: Saya Menteri Agama untuk Semua Agama

Patung tokoh agung didatangkan dari Jerman

Di dalam ruangan gereja terdapat empat patung tokoh agung dari perjanjian lama dan baru yakni Abraham, St Petrus, St Paulus, dan Imam Melkisedek.

Patung tersebut secara khusus didatangkan langsung dari Jerman untuk menghiasi altar lama di atas Tabernakel atau tempat penyembahan.

Sedangkan di atas altar ruang gereja terdapat art-glass St Yusuf sebagai sosok pelindung Gereja Katolik Gedangan yang berusia ratusan tahun.

Pipa orgel

Orgel Pipa di Gereja GedanganKOMPAS.com/RISKA FARASONALIA Orgel Pipa di Gereja Gedangan
Menariknya, ada orgel pipa atau alat musik gerejawi yang saat itu digunakan untuk menunjang liturgi masih tampak terawat meski telah termakan usia.

Di salah satu sudut ruangan gereja diletakan batu nisan Mgr Lijnen pendiri gereja tepat diatasnya berdiri Patung Hati Kudus Yesus yang terbuat dari kayu.

Dinding sisi kanan dan kiri ruangan juga dihiasi karya seni ukiran 14 stasi Jalan Salib Tuhan yang mengisahkan perjalanan Yesus dan juga lukisan Triforium bagian dari interior.

"Gereja ini memiliki dua buah lonceng yang dibunyikan setiap setengah jam sebelum misa dimulai. Kedua lonceng itu berukuran berbeda, satunya lonceng besar dan satunya lagi lonceng kecil," ungkapnya.

Uskup pribumi pertama, berani lawan Jepang

Bangku bangku doa di Gereja GedanganKOMPAS.com/RISKA FARASONALIA Bangku bangku doa di Gereja Gedangan
Jika menilik sejarahnya lagi, siapa sangka gereja yang dibangun dengan nuansa merah batu bata itu juga menyimpan kisah perjuangan pemuda pribumi tatkala bertempur melawan tentara Jepang.

Perlawanan itu dikenal dengan Pertempuran Lima Hari di Semarang pada 15 hingga 19 Oktober 1945.

"Dulu waktu kepemimpinan Mgr Soegijopranoto dia adalah uskup pribumi pertama. Waktu itu pecah pertempuran banyak korban dan banyak yang melarikan diri akhirnya mereka sembunyi ke Gereja Gedangan," ucapnya.

Baca juga: Misa Natal Tatap Muka di Gereja DIY Digelar dengan Protokol Kesehatan Ketat

Kala itu, sosok Mgr Soegijopranoto memiliki pengaruh yang kuat dalam perjuangan mengusir tentara Jepang.

Di Gereja tersebut, Mgr Soegijopranto menyebunyikan dan mengobati para pejuang di dalam gereja.

"Waktu itu tentara Jepang tidak berani masuk ke gereja Gedangan tapi Soegijopranoto berani bilang 'kalau kalian (tentara Jepang) mau masuk ke gereja ini kalian penggal dulu kepalaku'," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com