Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disomasi, Rizieq Shihab Sebut Tidak Pernah Merampas Lahan PTPN VIII

Kompas.com - 24/12/2020, 21:06 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KABUPATEN BOGOR, KOMPAS.com - Pengasuh Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah, Rizieq Shihab menegaskan bahwa lahan yang ditempati saat ini dibeli dari para petani.

Dia menyebut, dokumen surat pembelian sudah ditandatangani dan sudah dilaporkan kepada institusi negara, mulai dari ke RT, RW, lurah, kecamatan, bupati sampai gubernur.

"Jadi kami tegaskan sekali lagi bahwa kami tidak merampas tanah PTPN VIII, tetapi kami membeli dari para petani," ucap Rizieq dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kompas.com, Kamis (24/12/2020).

Rizieq yang juga sebagai pemimpin organisasi masyarakat (ormas) Front Pembela Islam (FPI) mengakui benar bahwa status tanah pesantren adalah hak guna usaha (HGU) atas nama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.

Baca juga: Ponpes Rizieq Shihab di Megamendung, Puncak Bogor Disomasi, Ini Penjelasan Lengkapnya

Namun, lanjut dia, selama 30 tahun tanah atau lahan tersebut digarap masyarakat.

Selama 30 tahun itu, pihak PTPN VIII tidak pernah menguasai secara fisik dan bahkan menelantarkan tanah tersebut.

Mengacu pada Undang-undang Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang dasar-dasar dan ketentuan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria nasional di Indonesia, maka, kata dia, tentu masyarakat berhak untuk membuat sertifikat tanah yang digarapnya.

"Masyarakat Megamendung itu sendiri sudah 30 tahun lebih menggarap lahan tersebut. Jadi tanah yang didirikan Ponpes Markaz Syariah itu semua ada suratnya. Itulah yang dinamakan membeli tanah over garap," bebernya.

"Dan, para petani tersebut datang membawa surat yang sudah ditandatangani oleh lurah dan RT setempat," imbuh dia.

Jika kembali mengacu dalam Undang-undang Nomor 5/1960 Pasal 29 ayat (1) menyebut, hak guna usaha (HGU) hanya diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.

Di ayat (2), untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan HGU untuk waktu paling lama 35 tahun.

Maka dari itu, ujar pemimpin FPI ini, jika HGU tersebut batal maka kemudian masyarakat berhak untuk membuat sertifikat tanah yang digarapnya dan selanjutnya menjadi milik masyarakat.

"Dalam Undang-undang HGU tahun 1960 itukan disebutkan bahwa sertifikat tidak bisa diperpanjang atau dibatalkan jika lahan itu ditelantarkan oleh pemilik HGU dalam hal ini PTPN VIII," ungkapnya.

Baca juga: Selain Kerumunan Rizieq Shihab, Bareskrim Juga Ambil Alih Kasus RS Ummi Bogor

Rizieq menambahkan, jika pemerintah ingin mengambil tanah pesantren Markaz Syariah yang didirikan tahun 2015 itu, ia meminta supaya pemerintah membayar ganti rugi uang keluarga dan umat yang sudah dikeluarkan untuk beli over garap tanah serta biaya material pembangunan.

"Pihak pengurus Markaz Syariah Megamendung siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara, tapi silakan ganti rugi agar biaya ganti rugi ini bisa digunakan untuk membangun kembali pesantren Markaz Syariah di tempat lain," jelas dia.

Sementara itu, kuasa hukum FPI Aziz Yanuar menanggapi sengketa lahan dengan PTPN VIII.

Dia mengatakan bahwa sampai saat ini pihaknya belum mengetahui apakah akan ada balasan untuk surat somasi yang dilayangkan PTPN VIII tersebut.

"Kita belum dapat arahan (soal balasan surat somasi). Tapi yang jelas kutip saja itu keterangan tertulis dari Pak Habib (Rizieq Shihab), itu tanggapan dia langsung soal surat somasi yang ramai (viral) itu," singkat Aziz saat dihubungi Kompas.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com