Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sering Jumpai Macan Tutul, Pemburu Babi di Garut Minta Pemerintah Turun Tangan

Kompas.com - 23/12/2020, 16:52 WIB
Ari Maulana Karang,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

GARUT, KOMPAS.com – Para pemburu babi yang biasa berburu di kawasan hutan Desa Cikondang Kecamatan Cisompet, Garut, Jawa Barat, saat ini resah.

Pasalnya, mereka kerap menjumpai macan tutul saat berburu ke daerah Paku Anam Gunung Cikuhkuran di Kampung Bunisari Desa Cikondang.

Bahkan, beberapa anjing pemburu yang mereka bawa hilang.

“Kemungkinan sedang beranak (macan tutul), ada juga macan lain yang berwarna belang kuning di daerah Pasir Peuti, lokasinya tidak jauh dari lokasi penemuan macan tutul, hanya terhalang beberapa bukit,” kata Tatang Sumirat, ketua kelompok pemburu babi di Desa Cikodang, saat dihubungi, Selasa (23/12/2020).

Baca juga: Menyoal Jejak Satwa di Jalur Evakusi Gunung Merapi, Jejak Anjing Bukan Macan Tutul

Tatang mengaku, di lokasi Pasir Peuti, para pemburu sempat melihat macan di kepung oleh anjing pemburu.

Saat itu, macan tersebut berada di atas pohon. Melihat hal tersebut, para pemburu pun langsung meninggalkan lokasi.

Tatang berharap, pemerintah bisa memperhatikan keberadaan macan tutul, sebab warga serba salah dengan keberadaan satwa tersebut.

“Masyarakat jadi serba salah. Dibiarkan takut ganggu binatang peliharaan, ditangkap melanggar hukum,” katanya.

Baca juga: Macan Tutul Jawa yang Ditemukan Terluka di Saung Petani Ciwidey Akhirnya Mati

Bukan hanya para pemburu, warga yang saat ini bertani di sekitar kawasan hutan tersebut pun, menurut Tatang, juga merasa takut dengan keberadaan hewan tersebut saat menggarap lahan.

Usep Ebit Mulyana, Manajer Lingkungan Hidup Yayasan Tangtudibuana, yang melakukan advokasi di Desa Cikondang Kecamatan Cisompet mengakui telah bertemu dengan para pemburu. 

Dia meminta mereka agar tidak sampai membunuh macan tutul tersebut karena melanggar hukum.

Untuk menghindari adanya konflik antara warga dengan macan tutul, menurut Ebit, pemerintah harus segera turun tangan melakukan kajian serius tentang upaya penyelamatan keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.

“Status kawasannya kita masih cek, apakah kawasan hutan di bawah pengelolaan Perum Perhutani atau bukan. Ini penting untuk memastikan pemangku kebijakan di kawasan tersebut,” katanya.

Dari hasil penelusurannya, menurut Ebit, selain jadi habitat macan tutul, di kawasan tersebut juga masih bisa ditemui satwa-satwa dilindungi dan endemik Pulau Jawa seperti owa Jawa dan surili.

Baca juga: 4 Ekor Macan Berkeliaran di Permukiman, Warga Tak Berani Keluar Rumah

Karena, kawasan hutan tersebut menjadi koridor satwa dari Cagar Alam (CA) Sancang di Kecamatan Cibalong yang menghubungkan hutan Puncak Lancang dan Cagar Alam Sancang.

Ebit melihat, Garut Selatan yang rencananya akan dimekarkan menjadi Daerah Otonomi Baru, harusnya dilakukan kajian tata ruang secara komprehensif agar ke depannya dapat disusun tata ruang yang memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

“Sebelum dimekarkan, tata ruang lingkungan harus dibuat tegas. Selain soal keanekaragaman hayati, hal ini juga penting untuk menghindari bencana hidrometeorologi yang tiap tahun terjadi,” katanya.

Baca juga: Garut Zona Merah, Pemkab Siapkan Rapid Test Gratis di Tempat Wisata

Ebit melihat, ada peluang kawasan-kawasan hutan yang masih memiliki daya dukung baik dan memiliki keanekaragaman hayati yang cukup, dikembangkan menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE).

Konsep ini, menurutnya bisa menjadi jalan tengah pembangunan daerah yang tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com