KOMPAS.com - Bunyi lonceng Kapel Santo Lukas Kajoran setiap hari terdengar oleh warga di Desa Kajoran, Kalurahan Banjaroya, Kapanewon Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Suaranya pun terdengar hingga jauh dan mengingatkan warga umat Katolik setempat untuk berdoa di tengah kesibukan mereka.
"Mengingatkan warga untuk berdoa. Ini membuat haru,” kata Ketua Lingkungan Santo Lucas, Agustinus Sutrisno, Sabtu (19/12/2020).
Baca juga: Kapasitas Gereja di Kota Malang Saat Misa Natal Dibatasi, Pesta Kembang Api Dilarang
Di balik suara lonceng itu, ada sosok Mbah Wiryo yang memiliki nama lengkap Toddea Wakiyah Wiryorejo (94).
Setiap hari, Mbah Wiryo memukul lonceng kapel tersebut untuk mengingatkan warga umat Katolik untuk berdoa.
“Saya membunyikan lonceng tiga kali sebagai peringatan bagi warga dusun bahwa ini jam sembahyang,” katanya saat ditemui Kompas.com, Sabtu (19/12/2020).
Mbah Wiryo menuturkan, dulu suaminya, Rafael Sudarno Wiryorejo (Rafael), yang bertugas memukul lonceng itu.
Namun setelah suaminya meninggal, Mbah Wiryo mengambil alih tugas itu hingga sekarang. Sebelum suaminya, tugas itu dilakukan mertuanya, Barnabas atau Sariman.
“Sehari tiga kali dengan patokan jam, jam enam, jam 12 sing dan enam sore. Saat sore ketika sudah gelap. Tergantung terang atau sudah gelap,” kata Mbah Wiryo.
Baca juga: Warga Desa di Kulon Progo Sudah Berani Makamkan Orang yang Meninggal karena Covid-19
Kesetiaan Mbah Wiryo terhadap tugas membunyikan lonceng kapel Santo Lukas Kajoran menyentuh sejumlah hati warga.
Salah satunya Paulus, yang mengaku tugas itu adalah sebuah perjuangan dan tak semua orang akan mampu melakukannya.
“Itu perjuangan agar umat lingkungan selalu semangat berdoa. Saya rasa niat dan perjuangan Mbah Wiryo ini hebat sekali, terlebih mengingat usia seperti dia masih semangat,” kata Paulus, warga setempat.
Hal senada juga diungkapkan oleh Sutrisno. Dirinya mengapresiasi apa yang dilakukan Mbah Wiryo bagi umat Katolik di Kajoran.
“Kondisi sepuh tapi setia bangun pagi siang sore meluangkan waktu untuk membunyikan lonceng," katanya.
Seiring waktu, lonceng dibunyikan tak hanya untuk mengingatkan sudah waktu bersembahyang, tetapi juga untuk memberitahujan ada warga yang meninggal.
Baca juga: Kesaksian Nenek 2 Bocah Korban Penculikan: Sejak Bayi Saya Asuh, Orangtuanya Bercerai
Seperti diberitakan sebelumnya, menurut Mbah Wiryo, lonceng di Kapel Santo Lukas Kajoran didatangkan dari Belanda sekitar tahun 1929.
Saat itu bersamaan dengan pembangunan tempat ziarah umat Katolik Sendangsono.
Lonceng itu diterima oleh Barnabas. Lalu, bersama umat Katolik di Kajoran, lonceng itu dibawa dengan cara dipikul hingga sampai rumah Barnabas di bukit.
Sesampainya di rumah Barnabas, lonceng itu digantungkan di pohon asam di depan rumahnya.
Baca juga: Usia Hampir Seabad, Mbah Wiryo Masih Setia Bunyikan Lonceng Gereja Saban Hari
Lonceng dibunyikan saat akan ada kegiatan ibadah yang digelar di rumah kayu berdinding anyaman bambu atau gedhek di sebelah rumah Barnabas.
Pada tahun 1985, Kapel Santo Lukas berdiri secara permanen. Lonceng itu pun dipindah dan ditempatkan di sudut kiri kapel.
Pada lonceng Kapel Santo Lucas Kajoran terdapat tulisan huruf latin ejaan lama.
Tulisannya sedikit pudar “Sembah Baktinipoen Aanah Djawi Oegi - Dewi Mariah”.
Tulisan lain tampak pula di bawahnya namun lebih sulit terbaca. Sebuah relief kecil bentuk mirip Bunda Maria tampak pada dinding genta. Selain itu, ada tulisan tahun ‘1928’ pada badan genta.
(Penulis: Kontributor Yogyakarta, Dani Julius Zebua | Editor: Aprillia Ika)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.