Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menggantungkan Harapan pada Teknologi Pertanian...

Kompas.com - 20/12/2020, 08:33 WIB
Reni Susanti,
Rachmawati

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Mengenakan sepatu bot abu-abu, Ujang Margana (27 tahun), melangkahkan kakinya di kebun bawang merahnya di Kampung Cikawari, Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.

Di beberapa spot ia terlihat berdiam diri kemudian jongkok. Tangannya memegang tanaman bawang, dan matanya melihat dengan seksama kondisi bawang merahnya.

Setelah dirasa cukup melihat kondisi kebunnya, ia mengeluarkan smartphone dari kantung celananya. Ia membuka aplikasi dan menjalankan sistem irigasi otomatis dari telepon pintarnya tersebut.

Baca juga: Pemkab Wonogiri Gunakan APBD Rp 2,3 Triliun untuk Perkuat Infrastruktur Pertanian

Tak berapa lama, air dari sprinkle-sprinkle yang terpasang di kebun seluas 1 hektare itu menyirami tanaman bawang merahnya.

"Kira-kira butuh waktu 5-8 jam penyiraman. Setelah penyiraman selesai, air akan berhenti otomatis," ujar Ujang kepada Kompas.com di Bandung, Sabtu (19/12/2020).

Ujang menceritakan, sprinkle tersebut terhubung dengan selang dan toren air 2.000 liter yang akan terisi otomatis ketika isinya berkurang.

Baca juga: Bisnis Tanaman Hias Perlu Jago Pertanian Enggak Sih?

Ada beberapa teknologi yang disematkan dalam sistem irigasi otomatis ini. Pertama, IP smart camera sebagai pemantau perkembangan fisik tanaman.

Kedua, HBB AWS sebagai pembaca cuaca untuk prediksi hama dan penyakit. Ketiga, instalasi irigasi otomatis untuk distribusi air dan pupuk.

Sistem kerja teknologi ini, bisa dikendalikan dari jarak jauh melalui aplikasi android. Jadi, petani bisa mengontrol lahan pertaniannya dari manapun.

Baca juga: Dorong Milenial Jadi Petani, Kementan: Pertanian Sekarang Banyak Duitnya

"Saat saya ke Jakarta beberapa waktu lalu, saya bisa menyiram kebun dari jarak jauh. Ini juga bisa disetting otomatis, misal menyiram dua hari sekali dari jam sekian ke jam sekian, maka otomatis akan terjadi penyiraman," ucap Ujang.

Sistem ini membuat pekerjaan lebih ringan dan cepat. Biasanya, untuk menyirami 1 ha lahan dibutuhkan waktu 5-6 hari. Namun kini hanya 5-8 jam.

Produktivitas pun naik 50-60 persen. Dari biasanya 10 ton bawang merah per hektare menjadi 15-16 ton per ha. Karena selain air, ia bisa mengecek nutrisi tanaman.

"Tanaman bawang merah sangat bergantung sama hujan, sehingga sistem irigasi otomatis ini sangat membantu. Pekerjaan pekerja juga lebih efektif. Mereka bisa lebih fokus di gudang dan pekerjaan lainnya," tutur dia.

Saat ini, teknologi dalam program Desa Digital ini baru diujicobakan pada 1 ha dari 100 ha lahan yang dimiliki Kelompok Tani Tricipta.

Baca juga: Terus Tumbuh Positif, Kadin: Sektor Pertanian Harus Diberi Prioritas

Belum merata

Seorang petani di Kampung Cilampayan, Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut tengah menanam sayuran. Seluruh proses penanaman masih menggunakan cara konvensional. KOMPAS.com/RENI SUSANTI Seorang petani di Kampung Cilampayan, Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut tengah menanam sayuran. Seluruh proses penanaman masih menggunakan cara konvensional.
Teknologi yang didapatkan Kelompok Tani Tricipta belumlah merata. Seperti yang dirasakan Odir (65 tahun), petani di Kampung Cilampayan, Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut.

Ia masih mengandalkan cara-cara lama dalam berkebun. Mulai dari pembibitan, penanaman, pemupukan, penyiraman, hingga nantinya panen.

"Hasilnya, ya segitu-gitu aja. Kadang naik atau turun. Kalau naik juga ga banyak," tutur dia.

"Jumlah pupuk dan air berdasarkan pengalaman dan insting saja. Kadang saya campur dengan pupuk kandang karena sekarang susah mendapatkan pupuk subsidi," tambahnya.

Baca juga: Serangan Kera Liar Rusak Lahan Pertanian Warga di Kabupaten Semarang

Hal serupa disampaikan petani dari Pangalengan Bandung, Dani Ramdani (41). Salah satu kendala dalam agribisnis adalah pemasaran dan pupuk.

Untuk mendapatkan pupuk bersubsidi kini harus memiliki kartu tani. Kartu tersebut bisa didapat bila petani berkelompok.

Ia sendiri masih menggunakan pupuk non subsidi. Secara kualitas, ada beberapa pupuk yang digunakan olehnya lebih baik ketimbang pupuk subsidi.

Rasio penggunaan pupuknya lebih sedikit dengan hasil panen yang lebih baik. Namun karena harga mahal, tidak banyak yang menggunakan.

Begitupun dalam hal teknologi pertanian, akan sulit bagi petani bila tidak dibantu pihak lain.

Baca juga: Sulit Pekerjaan dan Lahan Pertanian Rusak, Pemuda di Sigi Sulap Lahan Bekas Likuefaksi Jadi Taman Wisata

Melakukan inovasi

Sebanyak 25.000 potong bunga krisan asal Kabupaten Karo menembus pasar Jepang untuk pertama kalinya. Balai Karantina Pertanian Belawan siap mengawal petani dan eksportir bunga Krisan untuk memenuhi persyaratan sanitary and phytosanitary di perdagangan internasional.Istimewa Sebanyak 25.000 potong bunga krisan asal Kabupaten Karo menembus pasar Jepang untuk pertama kalinya. Balai Karantina Pertanian Belawan siap mengawal petani dan eksportir bunga Krisan untuk memenuhi persyaratan sanitary and phytosanitary di perdagangan internasional.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Herry Suhardiyanto mengatakan, produktivitas pertanian di Indonesia terbilang rendah karena teknologi sangat terbatas.

"Index inovasi Indonesia peringkat kedua terendah di ASEAN setelah Kamboja," ungkap Herry.

Dalam Global Innovation Index (GII) 2019 disebutkan, Indonesia memiliki skor 29,8 atau peringkat ke-85 dari 129 negara di dunia.

Di ASEAN, peringkat inovasi Indonesia berada di posisi kedua terendah. Negara ASEAN yang menduduki posisi puncak adalah Singapura (10 besar dunia), Malaysia (35), kemudian Vietnam (42).

Baca juga: Di Tengah Pandemi Covid-19, Bunga Krisan Malah Tembus Pasar Jepang

Kondisi ini harus diperbaiki untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Salah satunya dengan pengembangan pertanian modern.

Caranya dengan pengembangan smart farming, pengembangan dan pemanfaatkan screen house untuk meningkatkan produksi komoditas hortikultura di luar musim tanam.

Kemudian pengembangan food estate hingga pengembangan korporasi petani.

"Dari sisi produksi, penting juga menerapkan inovasi teknologi, penciptaan nilai tambah, dan peningkatan daya saing," tutur Herry.

Baca juga: 1 Tahun Kabinet Indonesia Maju, Pertanian Sumbang Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi

Petani muda

Penyerahan berkas dokumen Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Bogor Barat dilakukan secara simbolis kepada Ditjen Otda di Ponpes Asaefurrohim Sulaimaniyah, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Selasa (15/12/2020).Dok Humas Pemkab Bogor Penyerahan berkas dokumen Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Bogor Barat dilakukan secara simbolis kepada Ditjen Otda di Ponpes Asaefurrohim Sulaimaniyah, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Selasa (15/12/2020).
Kebutuhan teknologi pertanian disadari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di tengah ancaman krisis pangan 2021.

Penerapan pertanian berbasis sains selain bisa meningkatkan produktivitas juga akan menarik minat generasi muda.

Apalagi petani muda saat ini masih rendah. Data Kementerian Pertanian tahun 2020 menyebutkan, petani berusia 20-39 tahun di Indonesia hanya 2,7 juta atau 8 persennya dari total 33,4 juta petani.

Baca juga: Desa Hargobinangun Sleman Lahirkan Petani Muda

"Kami ingin mengembangkan teknologi pertanian. Drone terbang membawa pupuk cair disemprotkan, melihat penyiraman dengan mekanik. Jika musim kemarau, bisa menggunakan infus tetes," tutur Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil.

Untuk mewujudkannya, ia mengeluarkan program Sistem Informasi Peta Peruntukan Perkebunan (Si Perut Laper) hingga membentuk pusat digital desa untuk memperlancar pemasaran.

Pemprov Jabar pun mewadahi buyer dengan petani, sehingga nanti tak ada lagi cerita produk tani Jabar tidak terserap pasar.

Baca juga: Petani Muda Indonesia Hanya 1 Persen, Pakar IPB: Peluang Usaha Tani Besar

Lakukan inovasi

Petani memanen sayur kol yang berada di kawasan dataran tinggi Dieng, Desa Kepakisan, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu (15/11/2020). Mata pencaharian masyarakat kawasan Dieng didominasi oleh sektor pertanian, khususnya tanaman semusim pada ketinggian lebih dari 1.900 meter di atas permukaan laut, komoditas tanaman pertanian yang dibudidayakan petani lebih didominasi oleh tanaman kentang.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Petani memanen sayur kol yang berada di kawasan dataran tinggi Dieng, Desa Kepakisan, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu (15/11/2020). Mata pencaharian masyarakat kawasan Dieng didominasi oleh sektor pertanian, khususnya tanaman semusim pada ketinggian lebih dari 1.900 meter di atas permukaan laut, komoditas tanaman pertanian yang dibudidayakan petani lebih didominasi oleh tanaman kentang.
Tak hanya pemerintah, industri pun terus berinovasi, seperti yang dilakukan PT Pupuk Kujang. Sedikitnya, ada tiga inovasi yang dikembangkan.

Pertama, precission farming yakni memformulasi pupuk custom yang disesuaikan dengan kondisi tanah, kebutuhan hara tanaman, dan kebutuhan konsumen.

Dengan inovasi ini, produktivitas dipastikan meningkat. Pemakaian pupuk pun lebih hemat dan mengurangi pencemaran lingkungan karena tidak banyak pupuk yang terbuang.

"Kesulitannya diperlukan peralatan produksi yang fleksibel untuk membuat berbagai formula dalam jumlah relatif kecil," ujar Vice President Riset PT Pupuk Kujang Probo Condrosari.

Baca juga: Kebal Corona, Sektor Pertanian Tetap Tumbuh Positif

Kedua, pupuk berbasis hayati yang bisa memperbaiki kualitas tanah, ramah lingkungan, meningkatkan efektivitas penyerapan pupuk, dan meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil.

Ketiga, smart and modern farming. Yaitu pengembangan pertanian modern dengan pengaturan kondisi lingkungan sehingga sesuai dengan kebutuhan tanaman menggunakan smart greenhouse.

"Kesulitannya teknologi ini masih mahal di Indonesia," ucap dia.

Baca juga: Dukung Pertanian dan Peternakan, Kementan Bangun Embung di Brebes

Karena itu, pengembangan budidaya dengan smart greenhouse masih menyasar komoditas high level market segment dengan keunggulan kualitas produk baik dan seragam, penampilan produk dan rasa terbilang baik, bahkan less pesticide sehingga baik untuk kesehatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com