Bagaimana tanggapan Asih? Disamakan dengan paranormal atau dukun, Asih hanya tersenyum. Tugas Juru Kunci Merapi, bagi Asih sejatinya adalah sebagai pelestari kearifan lokal warga lereng Merapi serta penjaga budaya tradisional dan kesenian.
"Mungkin ada spiritualnya, seperti Labuhan. Tapi Juru Kunci bukan paranormal, bukan dukun, dan juga bukan kiai," ujar Asih yang juga bekerja sebagai karyawan administrasi di Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia (UII).
Baca juga: Intensitas Kegempaan Gunung Merapi November 2-5 Kali Lebih Tinggi Dibanding Oktober
Menurut Guru Besar Antropologi Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM), Heddy Shri Ahimsa Putra, Juru Kunci Merapi berada dalam dua konteks: empirik dan non empirik.
Terlebih bagi masyarakat Yogyakarta yang tidak bisa melepaskan kepercayaan adanya sumbu imajiner dari Merapi, Tugu, Keraton, dan terus ke selatan sampai Laut Selatan.
"Jadi Juru Kunci itu penjaga pintu masuk," katanya. Melihat posisi Keraton Yogyakarta yang berada di tengah-tengah Gunung Merapi dan Laut Selatan, kata Heddy, maka perlu adanya penghubung yang disebut juru kunci.
Baca juga: Kawah Merapi dan Cerita Menegangkan Pendaki Bakat Setiawan alias Lahar
Sebagai penjaga pintu, lanjut Heddy, ketika terjadi sesuatu maka juru kunci bisa memberi tahu. Misalnya kalau gunung akan meletus, juru kunci bisa memberi informasi dan orang di sekitarnya bisa mengungsi.
"Jadi bukan hanya kegaiban, tapi ada fungsi jelas, memberikan informasi kepada masyarakat," kata Heddy.
Fungsi Juru Kunci sebagai pemberi informasi mungkin bisa tergantikan dengan adanya lembaga resmi pemerintahan yang menyajikan informasi tentang aktivitas Merapi, seperti BPPTKG atau lembaga lain.
Namun menurut Guru Besar yang juga menjabat Ketua Senat Fakultas Ilmu Budaya UGM ini, teknologi modern hanya menggantikan yang empirik, dan belum bisa menjangkau sesuatu yang gaib.
Baca juga: Cerita di Balik Video Kawah Gunung Merapi, Direkam Pendaki Pakai Ponsel, Tuai Pro Kontra
Dan di sinilah fungsi Juru Kunci Merapi tidak tergantikan. Dia masih diperlukan untuk memimpin ritual Labuhan.
"Selama masih ada Keraton, Labuhan tetap ada dan selama itu pula Juru Kunci Merapi tetap ada," kata Heddy.
"Siapa yang akan membimbing naik gunung, siapa yang akan menyelenggarakan Labuhan, bukan BPPTKG, tapi Juru Kunci Merapi," katanya.
Baca juga: Kondisi Terkini Gunung Merapi, Titik Longsoran Baru dan Intensitas Gempa Guguran
Kolaborasi di antara keduanya, sebut dia, bisa membuahkan hasil lebih baik.
"Kolaborasi antara kearifan lokal dengan tekonolgi ini pasti memberikan hasil yang baik. Dan saat ini saya kira local wisdom itu sudah berkoordinasi baik dengan kami," kata Hanik.
Menurut Heddy, kolaborasi ini juga bisa memberikan hasil yang maksimal dan meminimalisir korban bencana.
"Sinergi untuk mitigasi bencana itu bagus, tapi soal Labuhan itu (Juru Kunci Merapi) tidak bisa tergantikan," kata Heddy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.