Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Desa Ini Biasa Jual Beli dengan Sayuran hingga Bisa Bertahan di Masa Pandemi

Kompas.com - 19/12/2020, 12:38 WIB
Muhamad Syahri Romdhon,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KUNINGAN, KOMPAS.com – Umumnya, orang melakukan transaksi jual beli menggunakan uang.

Lain halnya di salah satu desa di Kabupaten Kuningan. Sebagian warganya menggunakan sayur mayur untuk melakukan transaksi.

Mereka melakukan barter dengan cara menukar sayur untuk dapat membeli tahu-tempe, telur, bahan sembako, bakso hingga mi ayam dan lainnya.

Hal ini berhasil lantaran hampir 100 persen warganya membudidayakan tanaman di rumah masing-masing sebagaimana program yang dicanangkan pemerintah desa setempat.

Hasil panen warga melimpah. Di saat sebagian warga terpuruk di tengah pandemi Covid-19, desa ini justru menjadi percontohan berbagai dalam dan luar daerah Kuningan yang dapat bangkit sebagai Desa Agrobisnis.

Cerita itu bukan isapan jempol. Nyata adanya. Kompas.com mengunjungi desa ini selama dua hari berturut-turut, dari Rabu dan Kamis (16-17/12/2020). Dialah Desa Nangka, Kecamatan Kadugede, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Pemukiman ini berjarak sekitar sepuluh kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Kuningan. Letaknya yang berada di Kaki Gunung Ciremai dengan hutan dan bukit yang mengelilingi, membuat pemukiman ini tampak asri. Mayoritas warganya bertani dan berkebun.

Baca juga: Saung Bali, Kreativitas yang Muncul karena Bosan WFH Selama Pandemi

Saat pengunjung masuk desa ini, berbagai macam jenis tanaman akan "menyapa". Mereka berjejer rapi di sisi kanan kiri jalan. Mereka memenuhi setiap undak-undakan yang terbuat dari bambu.

Hijaunya dedaunan membuat mata segar memandang. Buah dan sayuran yang sudah matang seakan menggoda pengunjung untuk memetiknya. Setiap warga memanfaatkan pekarangan rumah untuk budidaya dan bercocok tanam.

Menanam di atap rumah

Seperti halnya Juned (56) dan Atin Rohatin (51). Sepasang suami istri itu menjadikan rumahnya yang tepat berada di pinggir jalan untuk bercocok tanam.

Keduanya tidak memiliki lahan pekarangan sama sekali. Mereka hanya memanfaatkan tembok rumahnya, batas pagar, dan trotoar untuk budidaya berbagai macam jenis tanaman.

“Ada tanaman daun bawang, seledri, pokcoy, selada bokor, selada air, bawang merah, dan lainnya. Hampir semua tanaman saya tanam pakai media polybag. Bahkan ada dalam satu polybag berisi dua hingga tiga jenis tanaman,” kata Juned kepada Kompas.com, Rabu (16/12/2020).

Pria yang menjabat ketua RT 05 RW 02 ini sangat senang dengan hasil budidayanya itu. Di saat musim kemarau, dia memanen berbagai jenis tanaman tiga minggu hingga satu bulan.

Hasil panennya untuk konsumsi sendiri dan sisanya dijual ke pasar-pasar tradisional. Sekali panen, Juned dapat mengantongi sekitar Rp 500.000 hingga Rp 1 juta.

“Sejak menanam saya sudah tidak mengeluarkan uang untuk belanja sayuran. Bahkan saya justru mendapatkan uang dari sayuran yang melimpah ini. Nilainya berubah-ubah karena harga sayuran menyesuaikan pasar, bergantung cuaca, permintaan, dan lainnya,” ungkap Juned.

Tak hanya Juned, sebagian warga lainnya juga melakukan hal sama. Mereka menanam melalui berbagai macam media, antara lain: polybag, pot, ember, dan berbagai wadah lainnya.

Mereka meletakkan media tanam itu di pinggir jalan, trotoar, dinding rumah, pagar rumah, teras halaman rumah, bahkan hingga di atap-atap rumah.

Suryana (51) dan Iin Kurnia (40) melakukan hal itu. Pria yang menjabat kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Desa Nangka, memenuhi halaman rumahnya yang berukuran 7x5 meter dengan berbagai macam jenis tanaman. Bahkan, dia memanfaatkan lahan kosong atap rumahnya juga untuk menanam.

Tanaman yang dibudidayakan sangat beragam. Sebagian tanaman seperti yang ditanam dengan Juned, ditambah tanaman kailan, pare, terong, tomat, cabai, strawberi, hingga tanaman sayur dan buah lainnya. Bila dijumlah, dia memiliki lebih dari 1.000 polybag yang berisi sayuran dan juga bibit-bibitnya.

“Jadi setelah tugas di kantor desa, baru mengurus tanaman. Jadi tidak sulit dan tidak ada yang bentrok. Justru lebih sehat dan menguntungkan. Panen terakhir saya mendapat sekitar 4 juta rupiah dari berbagai tanaman,” ungkap Suryana.

Merintis Desa Agribisnis

Kepala Desa Nangka Sukmana mengatakan, semangat menanam warga setempat mengagumkan. Awalnya hanya beberapa warga. Namun, setelah dijadikan program desa, nyaris 100 persen warga, yakni sebanyak 304 kartu keluarga, sudah menanam tanaman di rumah masing-masing.

Baca juga: Gelar Wonogiri Innovation Awards, Bupati Jekek Ingin Desa Punya Tata Manajerial Sendiri

 

Sebagian besar tanaman sayuran, tetapi ada juga tanaman hias. Mereka menggantungnya di sekitar rumah hingga tampak asri nan indah.

Pemerintah desa melalui Kelompok Wanita Tani (KWT) membuat Kebun Bibit Desa (KBD) yang isinya berbagai jenis bibit tanaman.

Setiap warga mendapatkan puluhan hingga ratusan polybag gratis dengan dilengkapi berbagai jenis bibit tanaman.

Tak hanya mengajak menanam, kelompok wanita tani juga menyediakan wadah jual beli hasil panen setiap hari Minggu. Dalam kegiatan itulah, warga dapat memasarkan hasil panennya.

Mereka melakukan sistem barter sayuran hasil panen antar-warga. Sedangkan sisa panen lainnya dikumpulkan dan dijual ke pasar-pasar tradisional.

“Setiap hari minggu, Kelompok Wanita Tani membuat semacam pasar dadakan. Jadi yang punya sayuran dikumpulkan di Kebun Bibit Desa ini. Tempatnya di sini. Jadi yang mau jual setiap hari minggu jam 06.00-08.00 ditampung kelompok wanita tani, ada juga yang dilempar ke pasar. Keuntungannya relatif berdasarkan kuantitas hasil panen, dan juga harga sayuran yang naik turun,” kata Sukmana.

Barter sayuran dengan kebutuhan pokok

Sistem barter itu tidak hanya sayuran dengan sayuran, namun juga berlaku untuk berbagai macam kebutuhan pokok. Tempat barternya di warung-warung warga.

Salah satunya warung milik Siti Nurlaela. Wanita berusia 36 tahun ini menjual bakso, mi ayam, tahu tempe, dan berbagai bahan sembako lainnya.

Nurlaela juga memiliki tanaman. Namun, bila belum panen, dia melayani pembelian barang jualannya dengan cara ditukar sayur-mayur.

“Mereka datang ke warung ini membeli kebutuhan sehari-hari. Sebagian warga bayarnya pakai sayuran seledri, sawi, cabai, dan lainnya. Ditukarnya dengan tahu, tempe, telur, bakso, terserah warga yang beli, butuhnya apa, ya saya layani,” kata Nurlaela kepada Kompas.com, Kamis (17/12/2020)

Kendati demikian, Nurlaela mengaku tidak merasa rugi. Karena cara barter sesungguhnya sama saja dengan pembelian menggunakan rupiah.

Setiap sayuran yang dibawa warga akan ditimbang terlebih dahulu. Bobotnya menentukan nilai rupiah yang dimiliki pembeli. Kemudian nilai rupiah tersebut dibelikan dengan barang yang dibutuhkan warga.

Justru dengan cara ini, kata Nurlaela, keuntungannya banyak. Pertama, kebutuhan sayurnya terpenuhi tanpa harus ke pasar.

Baca juga: Dedi Mulyadi: Harga Sayuran Jatuh, Petani Harus Diberi Perhatian Khusus

 

Kedua, sayuran yang didapat masih segar, yang terkadang bila beli di pasar sudah layu.

Ketiga, sistem seperti ini saling membantu antar warga terutama mereka yang memberdayakan lahannya untuk tanaman.

Merlin, salah satu tetangganya, membuktikan hal itu. Perempuan berusia 24 tahun ini membawa 2 kilogram sawi yang baru dipanen dari polybag. Sawi itu ditukarkan dengan dua buah mangkuk bakso.

“Bagi saya, tradisi barter sayur ini sangat bermanfaat. Ini membantu perekonomian warga di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang melanda seluruh Indonesia. Yang apa-apa serba susah,” kata Merlin.

Sukmana menyampaikan, Desa Nangka kerap kali menjadi desa percontohan dalam dan luar daerah Kuningan.

Semangat menanam warga membawakan hasil panen yang melimpah. Di saat sebagian warga terpuruk, desa ini justru dapat bangkit sebagai Desa Agrobisnis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com