Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Eks Pengungsi Timor Timur di NTT, 21 Tahun Tinggal di Pengungsian Beratap Daun Lontar

Kompas.com - 19/12/2020, 05:55 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Selama lebih dari dua dekade, warga eks pengungsi Timor Timur hidup dalam penuh keterbatasan tanpa kepastian tentang hak atas tanah yang mereka tinggali.

Khawatir dengan masa depan anak cucu, mereka berunjuk rasa menuntut kepastian status lahan yang mereka tempati.

Dalam unjuk rasa pekan lalu, sebanyak empat warga eks-pengungsi Timor Timur ditetapkan sebagai tersangka.

Baca juga: Konflik Lahan Sengketa, Seorang Ibu Dicekik dan Dibanting hingga Terkapar, Ini Ceritanya

Mereka dituduh terlibat penyerangan dan pengrusakan mobil polisi di Desa Tuapukan, Nusa Tenggara Timur.

Melalui demonstrasi pada Jumat (10/12/2020) - bertepatan dengan Hari HAM Sedunia - mereka menuntut kepastian hak atas tanah yang mereka tempati selama lebih dari dua dekade.

Sebanyak enam warga terluka, satu di antaranya diduga kena tembak, sebagai imbas dari kekerasan yang diduga dilakukan aparat polisi.

Namun polisi membantah dan memastikan anggotanya "tidak ada sama sekali melakukan upaya-upaya represif".

Baca juga: Fakta Kebun Melon Milik Warga Dilindas Kendaraan TNI di Kebumen, Diduga soal Konflik Lahan

Warga eks pengungsi Timor Timur, Juana de Araujo Fernandes, berharap pemerintah "melihat" kondisi hidup tak layak yang dialami pengungsi eks Timor Timur yang tersebar di sejumlah daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Kami hanya minta pemerintah supaya melihat kami eks Tim-Tim ini. Kami hidupnya sengsara, makan minum saja setengah mati. Dan tolong berikan hak atas tanah, status yang jelas saja. Hanya mau itu, tuntutan kita hanya itu saja," tutur Juana kepada BBC News Indonesia, Selasa (15/12).

Pemerintah Nusa Tenggara Timur mengatakan akan "duduk bersama" dengan pemerintah pusat untuk menentukan kepastian hukum atas tanah di lahan yang ditinggali pengungsi Timor Timur yang disebutnya "sudah menjadi warga negara Indonesia" itu.

Baca juga: Duduk Perkara Konflik Lahan PTPN II, hingga 170 Petani Sumut Nekat Jalan Kaki ke Jakarta

Ratusan ribu warga Timor Timur - kini bernama Timor Leste - eksodus ke Indonesia pada saat referendum Timor Timur digelar pada 1999. Mereka adalah warga Timor Timur yang memilih Indonesia menjadi tanah airnya.

Mereka tersebar di beberapa kamp pengungsi, seperti yang ada di Noelbaki, Naibonat, Haliwen, Ponu dan Tuapukan.

Namun 21 tahun kemudian, nasib sebagian dari mereka masih terkatung-katung.

Baca juga: Tersandung Korupsi Lahan Kuburan, Ini Perjalanan Kasus Calon Tunggal Pilkada OKU Johan Anuar hingga Ditahan KPK

Beratap daun lontar dan dinding bebak lapuk

Anak-anak pengungsi Timor Timur berpose di dalam tenda mereka di kamp pengungsi Tuapukan di Kupang, NTT, 16 September 1999.AFP PHOTO/WEDA Anak-anak pengungsi Timor Timur berpose di dalam tenda mereka di kamp pengungsi Tuapukan di Kupang, NTT, 16 September 1999.
Salah satu dari mereka adalah Juana de Araujo Fernandes, perempuan berusia 26 tahun yang pada usia 3 tahun dibawa oleh ayah dan ibunya mengungsi ke Kupang dari Timor Timur, yang kini telah berganti nama menjadi Timor Leste.

Ia tak ingat di daerah mana di Timor Timur ia berasal. Yang ia tahu dirinya dan enam saudaranya yang lain dibawa "lari" oleh ayah dan ibunya ke Kupang pada 1999, ketika provinsi ke-27 Indonesia itu menggelar referendum.

Sejak saat itu, ia tinggal di kamp pengungsi Tuapukan hingga kini.

Baca juga: Keroyok Polisi dan Rusak Mobil Patroli, 4 Warga Kupang Ditahan

"Ketika kita datang, tempat tinggal kita ini semuanya rumput, kaya hutan. Jadi kita semua sama-sama bersihkan, habis itu kita tempati. Kita bikin seperti tenda, pakai terpal, kita tinggal sama-sama," tutur Juana, menceritakan pengalaman hidupnya ketika pertama kali tiba di kamp pengungsi itu.

"Dari situ, kita semua mulai cari-cari kayu untuk dipotong [untuk dijadikan] tiang, bikin rumah. Tapi rumah-rumah atap daun," ujarnya kemudian.

Rumah yang dibangun seadanya itu dihuni oleh dua keluarga, yakni keluarga ayah dan keluarga kakak Juana.

Ketika menikah, Juana memutuskan untuk hidup terpisah, meski masih di dalam area kamp pengungsi.

Baca juga: Perwira Polisi Ditendang Siswa SMA di Kupang, Berawal Bubarkan Demo Tak Berizin

Pengungsi perempuan Timor Timur mendengarkan ketika pengungsi lain menggambarkan kondisi kehidupan mereka yang buruk di kamp Noelbaki di luar Kupang 09 Mei 2002IAN TIMBERLAKE/AFP Pengungsi perempuan Timor Timur mendengarkan ketika pengungsi lain menggambarkan kondisi kehidupan mereka yang buruk di kamp Noelbaki di luar Kupang 09 Mei 2002
"Saya dan suami berusaha bagaimana caranya kita bangun rumah. Jadi kita pergi potong kayu, bikin rumah sendiri. Tapi atapnya atap daun, bebak juga bebak lapuk," terang Juana.

Bebak adalah anyaman batang daun gewang untuk dinding rumah

"Atap daun, lantai tanah, tidurnya masih di lantai. Bentang tikar, kasur di bawah," katanya kemudian.

Rumah berukuran 6 kali 5 meter, itu ditinggali Juana, suami dan dua anaknya.

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Juana sempat bekerja sebagai buruh tani. Setelah mendapat pinjaman modal, ia berjualan sayur mayur di pasar terdekat.

Baca juga: Siswa SMA Tendang Dada Perwira Polisi, Kapolres Kupang: Anggota Tidak Bereaksi

Namun, ia mengaku penghasilannya kadang tak mencukupi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Kadang kalau tidak ada uang kita pergi utang. Kadang kita bersihkan kebun orang, kita dibayar, baru kita tutupi utang kita."

"Dari hasil tani, kalau hujan turun kita bisa berkebun, bikin sawah. Kalau hujan tidak ada, sawah tidak ada, tergantung hujan," aku Juana.

Keterbatasan hidup di kamp pengungsi Tuapukan, juga dialami oleh Misaqui de Jesus Agustinho.

Baca juga: 7 Warga Kupang Tersambar Petir, 3 Tewas, 4 Dirawat di Rumah Sakit

Ratusan ribu warga Timor Timur - kini bernama Timor Leste - eksodus ke Indonesia pada saat referendum Timor Timur digelar pada 1999. Mereka adalah warga Timor Timur yang memilih Indonesia menjadi tanah airnya.Misaqui de Jesus Agustinho Ratusan ribu warga Timor Timur - kini bernama Timor Leste - eksodus ke Indonesia pada saat referendum Timor Timur digelar pada 1999. Mereka adalah warga Timor Timur yang memilih Indonesia menjadi tanah airnya.
Sejak usia 6 tahun, pria yang lahir di Dili, Timor Leste, ini tinggal di kamp itu bersama ayah, ibu dan empat saudaranya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com