Dokter ahli bedah di RSU Mulia Hati Wonogiri itu memilih rumah sakit milik Pemprov Jateng di Solo itu lantaran sudah menggunakan obat Tocilizumab dan plasma untuk penyembuhan pasien Covid-19.
Sepanjang perjalanan dari Wonogiri ke Kota Solo, tubuh Sriyanto dan anaknya terus menggigil.
Kondisi itu diperparah dengan kabar ayah mertuanya yang juga dokter bedah sementara terbaring lemah di Ruang ICU RSUD Karyadi Semarang karena terpapar corona.
“Usia beliau sudah sepuh sekitar 78 tahun. Jadi sangat rapuh menghadapi serangan covid-19,” kata Sriyanto.
Baca juga: 3 Dokter Kandungan RSD dr Soebandi Positif Covid-19, Berstatus Tanpa Gejala
Hari pertama di ruang isolasi, kondisi kesehatan badannya makin memburuk. Demam tubuhnya tinggi dan sepanjang hari merasa menggigil kedinginan.
Tak ingin bertambah parah, Sriyanto menelan satu butir obat penurun panas dan demam setiap enam jam sekali.
Belum selesai melawan panas dan demam selama tiga hari, gempuran sakit hari keempat makin bertambah.
Kali ini, sentakan batuk yang sering menjadikan tubuh pria berkacamata itu makin terasa sakit semua.
Batuk hebat yang melanda tubuhnya membuat Sriyanto kesulitan berkomunikasi saat keluarga dan sahabatnya menelepon.
Bahkan ketika hendak salat pun, dia juga kesulitan lantaran saat bergerak selalu diikuti dengan batuk-batuk yang berkelanjutan.
“Saya sangat tersiksa sekali dan membuat saya kesulitan bernapas,” jelas Sriyanto.
Baca juga: Perjuangan Dokter Ririn Rawat Pasien Covid-19: Lihat Pasien Sembuh, Itu Sebuah Kepuasan...
Dua hari dilanda batuk hebat, hari keenam dalam masa isolasi, kondisi kesehatan Sriyanto makin memburuk.
Dia kaget bukan main lantaran tiba-tiba di hari itu indera penciuman menghilang. Hidungnya sama sekali tidak bisa merasakan bau apa pun yang berada di sekitarnya.
Sriyanto juga kesusahan mengunyah dengan baik setiap makanan yang masuk ke mulutnya.
“Saya tidak bisa membaui dan susah mengunyah hingga menelan. Dari pagi sampai siang akhirnya saya tidak makan. Saya hanya minum saja,” kata Sriyanto.