Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

29 Istri Petahana Maju Jadi Calon Kepala Daerah di Pilkada 2020

Kompas.com - 06/12/2020, 06:16 WIB
Rachmawati

Editor

Namun akhirnya, kata Cecep, Kurnia maju karena Golkar menilai popularitas perempuan berusia 47 tahun ini paling tinggi ketimbang kader partai beringin lainnya di Bandung.

"Golkar punya mekanisme sendiri, salah satunya adalah fit and proper test dan survei oleh dewan pimpinan pusat," ujar Cecep.

Baca juga: Survei LSI: Pasangan Dadang - Sahrul Gunawan Berpeluang Menang Pilkada Kabupaten Bandung

"Di jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia, Bu Nia mendapatkan nilai tertinggi sehingga Pak Obar dan Pak Dadang dipanggil pimpinan Golkar dan akhirnya memberikan izin.

"Jadi saya kira ini bukan dinasti politik, tapi demokrasi dari kepercayaan masyarakat," kata Cecep.

Cecep juga merujuk pesaing Kurnia di Pilkada Kabupaten Bandung, yaitu Dadang Supriatna, yang keluarganya dia sebut bergantian memimpin Desa Tegalluar.

"Pak Dadang Supriatna pernah jadi kepala desa selama dua periode. Dia habis, diganti kakaknya, Haji Rasmana.

Baca juga: Gagal Nyaleg, Sahrul Gunawan Maju Jadi Calon Wakil Bupati Kabupaten Bandung

"Haji Rasmana meninggal digantikan isterinya, Bu Ema. Ibu Ema selesai, diganti adiknya. Panjang juga. Jadi menurut saya sampai kapan pun keluarga itu akan menguasai Desa Tegalluar karena berprestasi dalam membangun desa," ujar Cecep.

Kepemimpinan daerah yang berkutat di satu keluarga terjadi karena publik mengutamakan kenyamanan ketimbang hal-hal baru, menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Padjajaran, Muradi.

Masyarakat Jawa Barat, kata Muradi, cenderung tak mempersoalkan isu dinasti politik. Tak cuma di Bandung, kursi kepala daerah yang berkutat di satu keluarga yang sama juga terjadi di Kabupaten Indramayu.

Baca juga: KPK Periksa Bupati Bandung Barat Aa Umbara, Kasus Apa?

Salah satu bukti argumennya, kata Muradi, pemilih di Bandung mendaulat Dadang Naser meneruskan kepemimpinan pada pilkada 2015, walau maju dari jalur independen.

"Alasannya nyaman, tidak ada yang lain. Kedua, karena calon lain tidak memberikan alternatif yang lebih baik. Selama tidak keluar dari mainstream yang ada, berat bagi kompetitor untuk menang.

"Sudah Ketua PKK, Ketua KONI, ketua ini, itu, ketua majelis taklim, itu jadi keuntungan buat Nia ketimbang Dadang dan Yena. Walau secara normatif, mereka punya ruang untuk unggul, minimal mencuri kolam pemilih yang lain," kata Muradi.

Lebih dari itu, Muradi menyebut dinasti politik sebagai kegagalan partai politik mengedukasi publik.

Baca juga: Selidiki Kasus Dugaan Korupsi, KPK Minta Keterangan Bupati Bandung Barat

Petugas dari KPUD Solo melipat surat suara yang akan dicoblos pemilih, 9 Desember mendatang. Pilkada kota ini diikuti Gibran Rakabuming, putra Presiden Joko Widodo.ANTARA FOTO/Maulana Surya Petugas dari KPUD Solo melipat surat suara yang akan dicoblos pemilih, 9 Desember mendatang. Pilkada kota ini diikuti Gibran Rakabuming, putra Presiden Joko Widodo.
Karena hanya menyambangi pemilih saat musim pemilihan, partai disebut Muradi kalah langkah dari petahana yang setiap hari berurusan dengan warga lokal.

Jika tren ini terus terjadi di berbagai daerah, Muradi memprediksi regenerasi calon pemimpin di partai politik akan mandek.

"Kalau sudah begitu yang akan diuntungkan pasti yang punya relasi dengan petahana: anaknya, isterinya, menantunya, atau cucunya," kata Muradi.

Pasal 7 huruf r UU 8/2015 tentang Pilkada awalnya mengharuskan calon kepala daerah tidak berkonflik kepentingan dengan petahana.

Baca juga: Bupati Bandung Beri Izin Proyek Perumahan Elite di Sawah 100 Hektare

Artinya, mereka tidak boleh berhubungan darah, memiliki ikatan perkawinan atau dari satu garis keturunan yang sama.

Namun MK membatalkan pasal tersebut dengan alasan mengandung muatan diskriminasi.

Sejak putusan MK, hingga tahun 2018, terdapat 86 kepala daerah memiliki ikatan darah dengan petahana.

Jumlah itu lebih tinggi, menurut kajian Nagara Institute, dari periode 2004-2014 yang terdapat 59 pemimpin daerah berstatus keluarga sangat dekat dengan pemegang jabatan sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com