Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertahun-tahun Jembatan Tak Kunjung Diperbaiki, Warga Bima Nekat Terjang Sungai

Kompas.com - 05/12/2020, 21:48 WIB
Syarifudin,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

BIMA, KOMPAS.com- Sebanyak dua jembatan penghubung antardesa dan Kecamatan di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, yang putus akibat banjir beberapa tahun silam, hingga kini belum juga diperbaiki.

Jembatan yang putus itu berada di Desa Boro, Kecamatan Sanggar dan Desa Kananta, Kecamatan Soromandi.

Jembatan itu merupakan akses jalan provinsi, yang putus total akibat diterjang banjir 2015-2017 silam.

Semenjak terputusnya jembatan tersebut, aktivitas warga di wilayah itu menjadi terganggu.

Baca juga: Penjabat Gubernur Kepri Usulkan Nama untuk Jembatan Batam-Bintan

Apalagi pada musim hujan seperti saat ini, air sungai di lokasi jembatan itu meluap sehingga tidak mudah bagi warga untuk menyeberang.

Bahkan, tidak sedikit warga yang bernyali nekat menerobos sungai besar untuk sampai ke daerah tujuan.

Potret itu terlihat di Desa Kananta, Kecamatan Soromandi.

Warga harus bertaruh nyawa menyeberangi derasnya arus sungai lantaran tak adanya jembatan penghubung. Bahkan, para pengendara harus meminta warga sekitar untuk memikul kendaraan sampai keseberang sungai.KOMPAS.COM/SYARIFUDIN Warga harus bertaruh nyawa menyeberangi derasnya arus sungai lantaran tak adanya jembatan penghubung. Bahkan, para pengendara harus meminta warga sekitar untuk memikul kendaraan sampai keseberang sungai.

Di wilayah itu, warga harus bertaruh nyawa menyeberangi derasnya arus sungai lantaran tak adanya jembatan penghubung.

Syafrudin (36), warga Desa Sai mengaku, warga yang tinggal di beberapa desa di wilayah itu, hingga kini masih terisolir akibat jembatan putus diterjang banjir beberapa tahun lalu.

"Jembatan ini sudah bertahun-tahun putus, tapi sampai saat ini belum juga dibangun. Jadi kita harus lewati sungai," kata Syarfudin, saat ditemui di lokasi jembatan, Sabtu (5/12/2020).

Baca juga: Banjir Terjang 2 Kabupaten di Jambi, Jembatan Putus dan 1.000 Rumah Terendam

Sejak ambrolnya jembatan tersebut, kata Syafrudin, ia dan sejumlah warga lain yang setiap hari keluar masuk kampung terpaksa harus menerobos sungai.

Untuk bisa melintas, mereka harus berjalan pelan-pelan, bahkan tidak sedikit sepeda motor mereka mogok akibat nekat menerobos arus sungai yang deras.

Warga harus bertaruh nyawa menyeberangi derasnya arus sungai lantaran tak adanya jembatan penghubung. Bahkan, para pengendara harus meminta warga sekitar untuk memikul kendaraan sampai keseberang sungai.KOMPAS.COM/SYARIFUDIN Warga harus bertaruh nyawa menyeberangi derasnya arus sungai lantaran tak adanya jembatan penghubung. Bahkan, para pengendara harus meminta warga sekitar untuk memikul kendaraan sampai keseberang sungai.
Kondisi itu diketahui sudah bertahun-tahun lamanya dan belum juga mendapat perhatian pemerintah Provinsi NTB.

"Tidak ada akses lagi, terpaksa lewat sungai. Arus memang deras, tapi mau gimana lagi. Disini enggak ada jalan alternatif," kata Syarfudin

Syafrudin mengaku, terpaksa memilih jalur di tengah sungai yang arusnya deras itu, karena ini menjadi satu-satunya akses yang bisa dilalui.

Bahkan, mereka setiap harinya harus menantang bahaya agar bisa sampai ke daerah tujuan atau saat kembali ke desanya.

Baca juga: Belum Setahun Sejak Dibangun, Jembatan RTH di Buton Ambruk

Namun, tak sedikit warga terpaksa harus berdiam diri jika debit air sungai meningkat.

"Kondisi ini sudah cukup lama. Ketika musim hujan, kami harus menyeberangi sungai yang deras dan berbahaya, karena tak ada akses lain," ujarnya

Menurut dia, cara ekstrem dengan melewati sungai tersebut, merupakan hal yang biasa bagi mereka yang keluar masuk kampung meski nyawa jadi taruhan.

Tidak tanggung-tanggung, sungai yang diseberangi oleh warga, arusnya sangat deras dan dalam.

Bahkan, ketika air sungai naik akibat hujan deras, para pengendara harus meminta warga sekitar untuk memikul kendaraan sampai ke seberang sungai.

"Karena ini jalan penghubung maka itu terpaksa dilakukan," sebutnya

Baca juga: Ratusan Pengungsi Banjir di Perumahan De Flamboyan Medan Jalani Tes Swab

Sementara itu, Suliaman (30) warga Desa Kananta mengaku, selama ini warga terpaksa menerobos sungai lantaran sudah tak lagi ada jembatan penghubung.

Saat melintasi sungai, mereka harus berjibaku melewati arus yang cukup deras tanpa menggunakan alat pengaman.

Menurut dia, warga setempat tidak punya pilihan lain, sehingga membuat lintasan tersebut menjadi satu-satunya solusi untuk menuju desa seberang atau Kecamatan lain.

"Sungai ini yang menjadi satu-satunya akses yang bisa kami lalui. Sedangkan jembatan yang telah lama ditunggu tak kunjung dibangun kembali oleh pemerintah," tutur Suliaman

Warga harus bertaruh nyawa menyeberangi derasnya arus sungai lantaran tak adanya jembatan penghubung. Bahkan, para pengendara harus meminta warga sekitar untuk memikul kendaraan sampai keseberang sungai.KOMPAS.COM/SYARIFUDIN Warga harus bertaruh nyawa menyeberangi derasnya arus sungai lantaran tak adanya jembatan penghubung. Bahkan, para pengendara harus meminta warga sekitar untuk memikul kendaraan sampai keseberang sungai.
Suliaman menjelaskan, putusnya jembatan tersebut terjadi pada 2017.

Saat itu, Pemerintah Provinsi NTB berjanji akan memperbaikinya pada 2020, tapi hingga kini belum terealisasi.

"Waktu jembatan ini putus, pihak BPBD Provinsi sempat turun dan langsung merespon. Saat itu, mereka menjanjikan jembatan dibangun tahun ini," kata dia

Ia berharap, pemerintah provinsi NTB melalui dinas terkait dapat segera mengupayakan pembangunan jembatan tersebut.

Baca juga: Banjir dan Longsor Landa Pacitan, Jembatan Putus dan Sejumlah Rumah Rusak Ringan

Mengingat saat ini warga desa di bagian utara Kecamatan Soromabdi masih terisolir akibat tidak adanya akses untuk keluar masuk desa.

"Kami berharap jembatan tersebut segera dibangun, sehingga akses masyarakat bisa kembali normal," harapnya

Sementara itu, kerusakan jembatan juga terjadi di Desa Boro, Kecamatan Sanggar.

Jembatan yang menghubungkan Kecamatan Tambora itu putus total akibat banjir 2015 silam.

Sejak ambrolnya jembatan itu, tidak ada sama sekali jalan penghubung yang bisa digunakan saat aliran sungai meluap.

Selama ini, warga di dua Kecamatan itu hanya bisa melintasi sungai.

Baca juga: Banjir Terjang Kampung di Kabupaten Bogor, 2 Jembatan Putus, Warga Lari ke Perbukitan

Kondisi itu, diakui Zainal, warga Desa Boro yang juga berharap satu-satunya jembatan penghubung di wilayah itu segera diperbaiki.

Kata dia, jembatan yang menghubungkan Desa Boro dengan wilayah Kecamatan Tambora itu tak kunjung didengar oleh pemerintah meski sudah sering disuarakan.

Padahal, jembatan tersebut merupakan akses jalan satu-satunya di daerah itu.

"Masyarakat sudah sangat menunggu perbaikan jembatan ini karena satu-satunya akses transportasi penghubung dengan Kecamatan Tambora," kata Zainal

Sejak ambruknya jembatan itu, lanjut dia, aktivitas masyarakat terganggu. Setiap masyarakat yang ingin melewati dilokasi tersebut harus melewati sungai.

"Biasanya kalau musim hujan seperti ini, satu-satunya warga harus menyeberang sungai. Kadang-kadang kalau air naik warga takut nyebrang dan tetap menunggu hingga air surut," ucapnya

Melihat kondisi itu, perbaikan jembatan tersebut cukup mendesak.

Baca juga: Banjir dan Longsor Terjang 5 Kecamatan di Lebak, Jembatan Putus, Jalan Nasional Retak

Ia juga memastikan seluruh warga di dua wilayah itu berharap perbaikan secepatnya agar akses transportasi masyarakat bisa cepat terhubung dan lancar.

"Kami sangat berharap, dibangun kembali jembatan permanen untuk menghubungkan beberapa desa untuk dua kecamatan ini," ungkapnya.

Menanggapi infrastruktur jembatan yang dikeluhkan warga itu, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bima melalui Kasi Penanganan Kedaruratan dan Logistik, Bambang Hermawan mengaku sangat prihatin.

Dia mengaku, pemerintah telah menindaklanjuti bencana tersebut, karena merupakan akses utama antar desa.

Baca juga: Teriak Bunuh..Bunuh, Pedemo Rumah Mahfud MD Ditetapkan Tersangka

Namun ia memastikan, pembangunan dua jembatan yang dikeluhkan warga tersebut adalah kewajiban pemerintah Provinsi NTB.

"Kewenangan Pemda hanya mengusulkan, itu domain Pemprov. Terkait jembatan di Desa Boro dan Kananta ini sudah diusulkan untuk dibangun secara permanen, mengingat jembatan itu satu-satunya akses penghubung di dua wilayah tersebut," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com