Menurut Toto, tidak ada pergerakan elektabilitas yang dinamis dikarenakan semua kandidat dalam posisi dukungan yang relatif stabil.
Toto menambahkan, dinamika mungkin akan terjadi pada selisih perolehan suara yang lebih mendekati urutan di atasnya.
Misalnya, Kurnia-Usman naik dengan elektabilitas di atas 30 persen.
Kendati demikian hal tersebut tetap akan menyulitkan Paslon Kurnia- Usman untuk bisa menyalip Paslon Dadang-Sahrul yang stabil memiliki elektabilitas di atas 45 persen.
"Hanya tsunami politik dan money politic yang biasanya mengubah drastis posisi elektabilitas seperti itu. Tapi tidak mudah bagi dua kompetitor Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan untuk membuat isu besar itu," bebernya.
Baca juga: Ridwan Kamil Kaget, Warga Kabupaten Bandung Pelanggar Protokol Kesehatan Tertinggi se-Jabar
Sebab rumus umumnya, lanjut Toto, seperti berlaku pada tsunami politik, yaitu seberapa besar mayoritas publik tahu dan seberapa mayoritas publik percaya.
Begitu pula jika ingin menggunakan money politics. Apabila hal tersebut tidak dilakukan secara masif maka tidak akan banyak memberi efek signifikan.
Bahkan bisa jadi, alih-alih ingin mendongkrak suara, yang terjadi malah diskualifikasi.
Dengan kata lain, lanjut Toto, sebaiknya semua kandidat berpikir ulang untuk melakukan praktik money politics.
Sebab, selain akan merusak tatanan demokrasi, juga berpotensi pidana.
Baca juga: Gagal Nyaleg, Sahrul Gunawan Maju Jadi Calon Wakil Bupati Kabupaten Bandung
Dari temuan data terbaru LSI Network Denny JA, ada beberapa faktor penting yang membuat pasangan Dadang Supriatna- Sahrul Gunawan konsisten berada di posisi elektabilitas tertinggi.
"Karena Bedas memiliki dukungan yang relatif merata di semua segmen demografis baik gender, suku, agama, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, usia, profesi, pemilih partai, pemilih ormas dan bahkan dukungan setiap zona dapil," ungkap Toto.