Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Dokter Ririn Rawat Pasien Covid-19: Lihat Pasien Sembuh, Itu Sebuah Kepuasan...

Kompas.com - 04/12/2020, 22:25 WIB
Ghinan Salman,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Perasaan emosi, sedih, kecewa, bingung, kerap dirasakan dr Dwiastuti Setyorini (42) sejak pertama menangani pasien Covid-19 di Surabaya, Jawa Timur.

Wanita yang akrab disapa Ririn itu merupakan dokter berstatus pegawai negeri sipil di Pemkot Surabaya.

Ririn bertugas merawat dan mengawasi orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan pasien Covid-19 yang menjalani karantina mandiri.

Setiap hari, dirinya bersama sejumlah tenaga kesehatan lain mendatangi rumah pasien. Mereka berupaya semaksimal mungkin menyembuhkan warga yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Ririn mengaku, tak mudah memerangi pandemi Covid-19. Terlebih, masih ada sebagian warga yang belum mendapatkan informasi lengkap tentang virus corona baru.

Ia pun harus memutar otak untuk bisa membujuk dan meyakinkan pasien Covid-19 agar bersedia menjalani karantina di tempat yang sudah disediakan Pemkot Surabaya.

Baca juga: Bupati Jombang Positif Covid-19, Dirawat di RS dr Soetomo Surabaya

 

Sebab, sejumlah pasien yang ditangani Ririn cenderung menyepelekan pandemi Covid-19. Para pasien positif Covid-10 berstatus tanpa gejala merasa sehat dan tak mengeluh sakit.

Ririn kesulitan membujuk pasien seperti itu agar mau dikarantina di Hotel Asrama Haji, pusat karantina pasien Covid-19 yang disediakan Pemkot Surabaya.

Pemkot Surabaya menyediakan pusat karantina untuk mencegah potensi penyebaran virus di keluarga dan lingkungan terdekat.

"Kalau kita enggak bisa ngemong (mengasuh) pasien kita, kadang terjadi konflik ya, gesekan itu ada," kata Ririn kepada Kompas.com belum lama ini.

Tantangan

Suatu hari, Ririn pernah mendatangi salah satu pasien positif Covid-19 yang menjalani karantina mandiri di rumah.

Ia berusaha merayu pasien agar bersedia dikarantina di Hotel Asrama Haji. Tetapi, sampai di rumah itu, ia malah ditolak dan digeruduk warga.

 

Ririn meminta bantuan camat dan lurah setempat. Sebab, ia tahu tak bakal mudah mengubah persepsi pasien tentang Covid-19.

"Saya pernah digeruduk, dia (pasien) enggak percaya kalau kena Covid-19. Saya merayu supaya dia mau masuk Hotel Asrama Haji. Tapi, sedikit harus di-back up pak camat. Kalau enggak gitu, enggak bisa saya," tutur Ririn.

Kebanyakan pasien yang ngeyel, sukar mengerti, dan tidak bersedia dikarantina, rata-rata masih berusia muda dan merasa sehat.

Ketika mengalami kebuntuan saat membujuk pasien, Ririn biasanya mendekati keluarga dan tokoh masyarakat setempat.

Ia akan memberikan pemahaman kepada keluarga pasien dan tokoh masyarakat itu.

Baca juga: Permintaan Risma ke Warga Surabaya: Tolong Tidak Usah ke Mana-mana Dulu...

Harapannya, mereka juga ikut membantu membujuk pasien agar bersedia diisolasi di Hotel Asrama Haji.

Dengan pendekatan persuasif ini, ia berharap pasien dan keluarga bisa mengerti bahwa tenaga medis tak berniat menelantarkan pasien.

"Kita menguliknya dari orang yang digugu dan dia sayangi. Memang harus pelan-pelan, agak susah. Kadang itu ada pasien yang percaya bahwa Covid-19 ini dibuat oleh manusia. Jadi memang harus pelan-pelan, kita harus bisa membesarkan hati mereka," kata Ririn.

Kepada pasien dan keluarga mereka, Ririn juga menjelaskan Covid-19 yang menginfeksi tubuh pasien dapat bermutasi dengan cepat dan menular ke keluarga yang disayangi.

Dengan cara itu, pasien akhirnya bersedia dikarantina. Meski butuh waktu lama meyakinkannya.

Para pasien ini juga ikhlas dan menerima saat harus berpisah sementara waktu dengan keluarga, demi kebaikan bersama.

"Jadi memang perlu trik-trik tertentu untuk membuat pasien mau diisolasi," ucap dia.

 

Ririn juga menceritakan, ia pernah mendapatkan beberapa pasien lain yang tidak sabar dan suka mengeluh.

Biasanya, pasien yang tidak sabar ingin segera mendapat hasil tes swab dengan metode polymerase chain reaction (PCR).

Padahal, butuh waktu untuk memeriksa sampel pasien menggunakan metode PCR. Apalagi, laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya dan rumah sakit memiliki tenaga yang terbatas.

"Jadi kenapa kadang (hasil tes swab kekuar) agak lama, kadang agak cepat, itu memang tergantung dari si pemeriksa swab-nya. Nah, mereka ini (pemeriksa swab) juga capek, jadi kadang, ada yang minta istirahat sebentar," kata Ririn.

Pentingnya komunikasi

Tak ingin memicu konflik dengan pasien, Ririn berupaya menjaga suasana hati pasien agar tenang dan sabar menunggu hasil swab keluar.

Menurut dia, komunikasi adalah kunci utama untuk membuat pasien bisa bersabar, memahami, dan bersikap tenang, selama menjalani perawatan atau karantina.

Baca juga: Warga Hanyutkan Keranda Jenazah untuk Menyeberangi Sungai, Kades: Warga Sudah Biasa...

Ia juga selalu menekankan kepada pasien untuk tidak cemas. Sebab, ia selalu memastikan tenaga medis mengupayakan yang terbaik bagi kesembuhan pasien.

"Pasien itu kan bosan nunggu hasil swab yang lama, kapan dia harus declare kalau dia sudah sembuh. Kan dia (pasien) juga butuh untuk bekerja," kata Ririn.

"Jadi di sini, kita komunikasi yang penting, ya, untuk bisa membuat pasien itu tenang dan bisa menjalani isolasi itu dengan tenang juga," tutur ibu satu anak ini.

Lega pasien sembuh

Meski kerap dibenturkan dengan perasaan yang membuat Ririn emosi dan sedih, tapi itu semua terobati ketika beberapa pasien yang dirawat dinyatakan sembuh.

Hal itu, menurut Ririn, merupakan pengalaman yang paling menggembirakan selama merawat pasien.

Sebagai tenaga kesehatan, ia senang bisa membantu meningkatkan tren angka kesembuhan pasien di Surabaya.

"Kalau lihat pasien sembuh, itu kepuasan yang teramat sangat. Kita bisa membantu dia menjadikannya sembuh itu, sudah sesuatu yang melegakan dan menggembirakan," kata Ririn.

Semakin yang sembuh dari Covid-19, Ririn semakin termotivasi merawat pasien.

Ia semakin semangat mendatangi rumah pasien Covid-19 sau per satu.

Meski giat bekerja, ia tak lupa menjaga diri. Ririn memastikan istirahatnya cukup untuk menjaga stamina.

Sebab, kesehatan tetap menjadi hal paling penting.

"Jadi kita bisa menyembuhkan pasien itu ikut senang. Jadi pasien ini sudah selesai, pasien itu sudah selesai. Ayo (pasien lain) ini harus disembuhin, jadi seperti itu. Itu pengalaman yang menyenangkan," ucap Ririn.

Baca juga: Aksi di Rumah Mahfud MD Bukan Tanggung Jawab Saya, karena Tanpa Koordinasi dengan Saya

Sampai saat ini, Ririn masih terus menjalin komunikasi dengan pasien yang telah dinyatakan sembuh.

Bahkan, beberapa dari pasien yang dia tangani sudah kembali bekerja seperti dulu. Ada pula beberapa pasien sembuh yang memulai kembali usahanya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Ririn menyebutkan, pasien yang pernah ditanganinya tak pernah kehilangan pekerjaan.

Selama merawat pasien, Ririn tidak hanya memikirkan kesembuhan pasien. Tetapi, dia juga memastikan pasiennya bisa bekerja kembali setelah dinyatakan pulih.

Bahkan, Ririn sampai harus menelepon bagian sumber daya manusia di salah satu perusahaan tempat pasien bekerja.

"Saya telepon langsung HRD-nya. Saya mohon izin, saya minta ke perusahaan itu agar pasien yang bekerja di perusahaan tersebut tidak diberhentikan," kata Ririn.

Ketika pasien dinyatakan sembuh atau negatif Covid-19, sebenarnya pasien tersebut bisa kembali bekerja.

Biasanya, kata Ririn, perusahaan tempat pasien bekerja meminta surat keterangan yang menyatakan pasien itu telah sehat.

Baca juga: Ada Siswa Positif Covid-19, Rencana Sekolah Tatap Muka di Jateng Terancam Ditunda

Pihaknya pun ikut membantu menyiapkan surat keterangan bebas Covid-19 yang diminta perusahaan tempat pasien bekerja.

"Karena kalau diberhentikan, khawatirnya pasien yang sembuh ini jadi stres, depresi lagi, dan sakit lagi. Kan pasien itu mikirnya kalau dia sembuh, harus kerja (untuk memenuhi kebutuhan hidup). Jadi saya menenangkan menerka dengan cara meminta nomor ponsel HRD-nya dan bicara langsung dengan HRD-nya," tutur Ririn.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com