Ririn juga menceritakan, ia pernah mendapatkan beberapa pasien lain yang tidak sabar dan suka mengeluh.
Biasanya, pasien yang tidak sabar ingin segera mendapat hasil tes swab dengan metode polymerase chain reaction (PCR).
Padahal, butuh waktu untuk memeriksa sampel pasien menggunakan metode PCR. Apalagi, laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya dan rumah sakit memiliki tenaga yang terbatas.
"Jadi kenapa kadang (hasil tes swab kekuar) agak lama, kadang agak cepat, itu memang tergantung dari si pemeriksa swab-nya. Nah, mereka ini (pemeriksa swab) juga capek, jadi kadang, ada yang minta istirahat sebentar," kata Ririn.
Tak ingin memicu konflik dengan pasien, Ririn berupaya menjaga suasana hati pasien agar tenang dan sabar menunggu hasil swab keluar.
Menurut dia, komunikasi adalah kunci utama untuk membuat pasien bisa bersabar, memahami, dan bersikap tenang, selama menjalani perawatan atau karantina.
Baca juga: Warga Hanyutkan Keranda Jenazah untuk Menyeberangi Sungai, Kades: Warga Sudah Biasa...
Ia juga selalu menekankan kepada pasien untuk tidak cemas. Sebab, ia selalu memastikan tenaga medis mengupayakan yang terbaik bagi kesembuhan pasien.
"Pasien itu kan bosan nunggu hasil swab yang lama, kapan dia harus declare kalau dia sudah sembuh. Kan dia (pasien) juga butuh untuk bekerja," kata Ririn.
"Jadi di sini, kita komunikasi yang penting, ya, untuk bisa membuat pasien itu tenang dan bisa menjalani isolasi itu dengan tenang juga," tutur ibu satu anak ini.
Meski kerap dibenturkan dengan perasaan yang membuat Ririn emosi dan sedih, tapi itu semua terobati ketika beberapa pasien yang dirawat dinyatakan sembuh.
Hal itu, menurut Ririn, merupakan pengalaman yang paling menggembirakan selama merawat pasien.
Sebagai tenaga kesehatan, ia senang bisa membantu meningkatkan tren angka kesembuhan pasien di Surabaya.