Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandemi, Pemkot Makassar Gelar Nikah Massal 413 Pasangan, Gunakan 22 Kelas untuk Sidang Isbat

Kompas.com - 04/12/2020, 15:30 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Saat pemerintah pusat menyerukan agar masyarakat tidak berkerumun saat pandemi Covid-19, Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Sosial justru menggelar pernikahan massal yang melibatkan 413 pasangan guna merayakan Hari Ulang Tahun Kota Makassar ke-413.

Ahli epidemiologi Universitas Hasanuddin memperingatkan bahwa kerumunan massa dalam pernikahan massal tersebut bisa menciptakan klaster baru penularan Covid-19.

Selama dua hari, Rabu (2/12/2020) dan Kamis (3/12/2020), sebanyak 413 pasangan ditambah keluarga mereka berkumpul di SMPN 13 Kota Makassar.

Baca juga: Debat Kandidat Pilkada Makassar Kembali Digelar di Jakarta, Paslon Dilarang Bawa Pendukung

Kepala Jaminan Kesejahteraan Sosial Dinsos Makassar, La Heru, mengklaim tidak ada kerumunan massa selama kegiatan nikah massal berlangsung.

"Para polisi yang bertugas—ada dari Polrestabes, dari Polsek Rappocini—sudah ditugasi untuk mengurai kalau ada kerumunan massa. Kemudian mereka yang tidak pakai masker, kita akan kasih masker," jelas La Heru saat ditemui wartawan BBC Indonesia di lokasi pernikahan massal.

Tapi nyatanya, dari pemantauan di lokasi pernikahan massal pada Kamis (03/12) pukul 08.20 hingga 11.15 Wita, terjadi kerumunan massa di gerbang sekolah, lapangan, halaman, hingga di dalam ruangan kelas yang dipakai untuk sidang isbat.

La Heru mengatakan pihaknya menyiapkan 22 ruang kelas agar tiap pasangan mengikuti sidang isbat.

"Kami sudah sampaikan ke bapak gubernur dan bapak wali kota untuk tidak ada lagi kerumunan massa," kata La Heru ketika dimintai tanggapan mengenai adanya kerumunan massa di lokasi pernikahan massal.

Baca juga: Satuan Lintas Laut Militer III TNI AL Resmi Berdiri di Makassar

Peringatkan klaster baru

Selama dua hari, Rabu (02/12) dan Kamis (3/12), sebanyak 413 pasangan ditambah keluarga mereka berkumpul di SMPN 13 Kota Makassar.Darul Amri Selama dua hari, Rabu (02/12) dan Kamis (3/12), sebanyak 413 pasangan ditambah keluarga mereka berkumpul di SMPN 13 Kota Makassar.
Ahli epidemiologi Universitas Hasanuddin, Ansariadi, mengatakan kerumunan saat nikah massal bisa menciptakan klaster baru.

"Iya bisa jadi [klaster baru]. Kalau ada berkerumun yang banyak, orang tidak pakai masker, tidak pakai jarak dan tidak cuci tangan itu risikonya paling besar," ungkap Ansariadi.

Dia, Ansariadi meminta pemerintah serius menekan angka kasus Covid-19.

"Jadi semua kerumunan, apapun itu mau kampanye, pernikahan, sedapat mungkin dihindari dulu. Itulah prinsip dalam pengendalian wabah, apapun namanya kerumunannya jangan dilakukan karena sudah banyak bukti," kata Ansariadi yang menjabat wakil dekan bidang akademik, riset, dan inovasi Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas.

Baca juga: Pelaku Penyerangan Demonstran Tolak Rizieq Shihab di Makassar Ditangkap

Ansariadi mengaku telah memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Makassar.

"Kami sudah bantu memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Makassar untuk buat action plan, perencanaan sampai akhir Desember, apa yang harus dilakukan supaya kalau bisa pindah ke zona oranye ke zona kuning," jelas Ansariadi.

Ansariadi mengaku, ia mendapatkan data monitoring hingga 30 November 2020 ini, 80% masyarakat Makassar memakai masker.

Baca juga: Polisi Tunda Olah TKP Kasus Penembakan 3 Warga Makassar, Keluarga Korban Kecewa

Tapi untuk menjaga jarak atau berkerumun, jauh dari yang diharapkan.

Karenanya, Ansariadi menambahkan, tidak menutup kemungkinan status zona oranye Makassar bisa kembali ke zona merah jika masyarakat tidak patuh protokol kesehatan terutama menghindari kerumunan.

"Mungkin masyarakat menjadi lengah dan cenderung tidak terkendali, mulai banyak lakukan aktivitas dan berkerumunan dan ini yang bisa fasilitasi penularan," ujarnya.

Baca juga: Orang Tak Dikenal Serang Demonstran Penolak Rizieq Shihab di Makassar, 1 Orang Luka

Penting untuk menikah

Pemkor Makassar menyiapkan 22 ruang kelas agar tiap pasangan mengikuti sidang isbat.Antara Foto Pemkor Makassar menyiapkan 22 ruang kelas agar tiap pasangan mengikuti sidang isbat.
Diketahui, 413 pasangan yang mengikuti pernikahan massal atau isbat nikah ini datang dari 15 kecamatan di Makassar yang telah menikah secara agama lebih dari tiga tahun namun belum memiliki akta nikah dari negara.

Salah satu pasangan, Haslina (25) dan Abdul Kadir (42) warga Kr. Bontotangan Kota Makassar mengaku surat nikah lebih penting dari Covid-19.

Sebab mereka sudah menunggu sejak lama untuk kesempatan ini.

Baca juga: Demonstran Penolak Rizieq Shihab di Makassar Diserang Orang Tak Dikenal

Haslina dan Abdul Kadir diketahui sudah menikah sejak pertengahan 2014 silam. Saat itu, kata Haslina, mereka sudah menikah secara agama, tapi belum disahkan oleh administrasi kependudukan negara.

"Ini kan lebih penting kan surat nikah penting. Kalau Covid terus, tidak mungkin kita melaksanakan begini," jelas Haslina.

Lanjut Haslina, proses pernikahan massal ini sudah sesuai dengan protokol kesehatan. Mulai dari menggunakan masker, mencuci tangan, hingga jaga jarak dari kerumunan.

Baca juga: Tak Dapat Izin Polisi, Debat Kandidat Pilkada Makassar Kembali Digelar di Jakarta

Untuk itu, Haslina dan suaminya merasa bersyukur dengan isbat nikah ini.

Karena, menurut Haslina, selain meringankan biaya pernikahan mereka, juga mempermudah pengurusan administrasi kependudukan.

"Meringankan surat-surat mengurus akta kelahiran, berkas-berkas lain semacam itu semacam KK (kartu keluarga), kan semua dibutuhkan surat nikah saat ini," ungkap Haslina yang baru mengantongi surat keterangan nikah pada Juni 2014 silam.

Usai menjalani proses isbat nikah, Haslina dan Abdul Kadir mendapatkan surat nikah, mahar berupa seperangkat alat salat dan quran, serta beberapa kotak makanan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com