KOMPAS.com - Saat pemerintah pusat menyerukan agar masyarakat tidak berkerumun saat pandemi Covid-19, Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Sosial justru menggelar pernikahan massal yang melibatkan 413 pasangan guna merayakan Hari Ulang Tahun Kota Makassar ke-413.
Ahli epidemiologi Universitas Hasanuddin memperingatkan bahwa kerumunan massa dalam pernikahan massal tersebut bisa menciptakan klaster baru penularan Covid-19.
Selama dua hari, Rabu (2/12/2020) dan Kamis (3/12/2020), sebanyak 413 pasangan ditambah keluarga mereka berkumpul di SMPN 13 Kota Makassar.
Baca juga: Debat Kandidat Pilkada Makassar Kembali Digelar di Jakarta, Paslon Dilarang Bawa Pendukung
Kepala Jaminan Kesejahteraan Sosial Dinsos Makassar, La Heru, mengklaim tidak ada kerumunan massa selama kegiatan nikah massal berlangsung.
"Para polisi yang bertugas—ada dari Polrestabes, dari Polsek Rappocini—sudah ditugasi untuk mengurai kalau ada kerumunan massa. Kemudian mereka yang tidak pakai masker, kita akan kasih masker," jelas La Heru saat ditemui wartawan BBC Indonesia di lokasi pernikahan massal.
Tapi nyatanya, dari pemantauan di lokasi pernikahan massal pada Kamis (03/12) pukul 08.20 hingga 11.15 Wita, terjadi kerumunan massa di gerbang sekolah, lapangan, halaman, hingga di dalam ruangan kelas yang dipakai untuk sidang isbat.
La Heru mengatakan pihaknya menyiapkan 22 ruang kelas agar tiap pasangan mengikuti sidang isbat.
"Kami sudah sampaikan ke bapak gubernur dan bapak wali kota untuk tidak ada lagi kerumunan massa," kata La Heru ketika dimintai tanggapan mengenai adanya kerumunan massa di lokasi pernikahan massal.
Baca juga: Satuan Lintas Laut Militer III TNI AL Resmi Berdiri di Makassar
"Iya bisa jadi [klaster baru]. Kalau ada berkerumun yang banyak, orang tidak pakai masker, tidak pakai jarak dan tidak cuci tangan itu risikonya paling besar," ungkap Ansariadi.
Dia, Ansariadi meminta pemerintah serius menekan angka kasus Covid-19.
"Jadi semua kerumunan, apapun itu mau kampanye, pernikahan, sedapat mungkin dihindari dulu. Itulah prinsip dalam pengendalian wabah, apapun namanya kerumunannya jangan dilakukan karena sudah banyak bukti," kata Ansariadi yang menjabat wakil dekan bidang akademik, riset, dan inovasi Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas.
Baca juga: Pelaku Penyerangan Demonstran Tolak Rizieq Shihab di Makassar Ditangkap
Ansariadi mengaku telah memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Makassar.
"Kami sudah bantu memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Makassar untuk buat action plan, perencanaan sampai akhir Desember, apa yang harus dilakukan supaya kalau bisa pindah ke zona oranye ke zona kuning," jelas Ansariadi.
Ansariadi mengaku, ia mendapatkan data monitoring hingga 30 November 2020 ini, 80% masyarakat Makassar memakai masker.
Baca juga: Polisi Tunda Olah TKP Kasus Penembakan 3 Warga Makassar, Keluarga Korban Kecewa
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.