Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita Fransiskus, Bocah 7 Tahun yang Lumpuh dan Terbaring Lemas di Kereta Bayi

Kompas.com - 28/11/2020, 11:54 WIB
Markus Makur,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BORONG, KOMPAS.com-- Fransiskus Eko (7), bocah asal Dusun Leke, Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, sudah 7 tahun lumpuh. 

Sejak 7 tahun lalu hingga sekarang, Fransiskus hanya bisa duduk lemas di kereta bayi miliknya. Ia tidak bisa berjalan dan berdiri, bahkan untuk duduk pun tidak.  

Fransiskus hanya menghabiskan hari-harinya di atas kereta bayi yang usang termakan usia. Hanya kereta yang bisa dibeli orangtuanya sebagai alat bantu bagi Fransiskus  agar bisa duduk dan bergerak. Tiap hari ia hanya bisa duduk dan sandar di kereta pembelian orangtuanya.

Jumat (26/11/2020), Kompas.com mendapatkan informasi dan memutuskan untuk menemui bocah ini bersama orangtuanya di kediaman mereka.'

Tiba di rumah, Fransiskus yang didampingi sang  ayah tengah duduk santai di kereta tuanya.

Baca juga: Pesan Pensiunan Guru: Kalau Anda Sukses, Tolong Perhatikan Guru... 

Keduanya tampak lagi asik di atas tenda rumah berdinding pelepuh bambu dan lantai tanah. Semua isi rumah terlihat serba sederhana. 

Mereka menyambut kami penuh gembira. Tak disangka, Fransiskus menyalami kami sambil menyebut namanya. Momen itu sungguh haru. Kami pun duduk dan disuguhi kopi tanpa gula ala Manggarai Timur. 

Sambil seruput kopi, kami berbincang tentang kondisi Fransiskus yang sudah 7 tahun lumpuh.

Ayahnya, Urbanus Seong, menceritakan, roses persalinan akak keduanya itu dibantu seorang dukun. Ia lahir kondisi normal. Tidak ada kekurangan apapun. 

Satu minggu kemudian, muncul merah-merah di seluruh badan Fransiskus. Selain itu, buah pelirnya membengkak. Dari hari ke hari, terus membesar.

“Waktu itu, tepatnya setelah potong tali plasenta. badannya langsung merah semua. Di bagian kelamin juga bengkak dan terus membesar. Dari situ sudah, saya langsung berpikir, pasti dia ini akan cacat,” ungkap Seong kepada Kompas.com di kediammnya, Jumat siang kemarin.

Baca juga: Cerita Yaya Karsan, Guru Honorer yang Punya Omzet Rp 1 M dari Layanan Titip Transfer

 

Seong melanjutkan, melihat kondisi putranya itu, ia sangat bingung. Di tengah kondisi ekonomi yang serba kekurangan, ia dan istri mana bisa membawa Fransiskus ke fasilitas kesehatan. Mereka hanya terus melihat perkembangan sakit yang diderita Fransiskus.

Seong menuturkan, saat memasuki bulan ketiga, dengan terpaksa, ia bersama sang isteri menghantar Fransiskus ke RSUD Bajawa. Di sana, Fransiskus diperiksa dokter. Jawaban dokter kala itu, sakit yang diderita puteranya itu belum bisa dioperasi, kecuali, berumur di atas 8 tahun. 

Setelah pulang dari RSUD Bajawa, ia berusaha mencari jalan lain yakni ke dukun-dukun yang cukup terkenal menyembuhkan sakit seperti yang diderita puteranya. Upaya itu terus di lakukan, hingga tahun 2016, ia menjual sebidang tanah untuk biaya transportasi pergi mencari dukun. 

“Upaya dari tahun 2013 sampai tahun 2016 tidak juga membuahkan hasil. Tanah sudah dijual, tidak juga berhasil. Saya dan isteri akhirnya pasrah kepada Tuhan. Semoga ada mukjizat dari Tuhan untuk putera mereka,” tutur Seong dengan nada sedih.

Seong mengaku, sejak tahun 2016 hingga sekarang, ia tidak pernah berusaha lagi, baik ke dokter maupun dukun untuk kesembuhan putera mereka itu. Mereka sudah kehabisan biaya. Jika terus berupaya ke dukun atau ke dokter, berarti harus menjual tanah untuk biaya pengobatan. 

Baca juga: Ibu-ibu Bersatu Dukung Risma di Balai Kota Surabaya: Siapa yang Akan Anda Hancurkan?

“Saya ini hanya buruh kasar. kalau ada yang butuh tenaga, saya kerja. Sedangkan isteri saya, tidak bisa kerja. Dia harus jaga Fransiskus setiap hari. Dia hanya bisa kerja, kalau anak kami yang sulung libur. Dia yang jaga adiknya di rumah. Jadi, kami ini, tidak bisa lagi mau urus Fransiskus untuk ke rumah sakit. Biaya pengobatan dari mana. Untuk makan saja, kami ini susah,” ujar Seong.

“Ini kereta yang dia pakai untuk duduk ini sebenarnya untuk bayi. Karena saya hanya bisa beli ini, ya terpaksa pakai. Ini yang kereta yang kedua sudah. Semuanya tidak tahan lama. Ini bertahan karena saya rakit pakai kayu dan roda dari kursi yang rusak. Tidak ada uang mau beli kursi roda pak,” sambung Seong.

 

Belum Dapat Bantuan dari Pemerintah

Seong menuturkan, meski keluarganya kategori ekonomi lemah, tetapi, hingga saat ini, mereka belum pernah mendapatkan bantuan sosial apapun dari pemerintah. Bantuan sosial (Bansos) reguler dari pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH ),  Beras Sejahtera (Rastra), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS), hanya terdengar nama dari warga lain.

“Dari dulu sampai sekarang itu bantuan uang dan beras itu kami tidak pernah dapat. Kartu Indonesia Sehat itu juga kami tidak ada. Kalau itu ada, kami bisa hantar anak ke rumah sakit. Ini tidak ada semua. Saya juga bingung. Mengapa bantuan pemerintah tidak menyasar ke keluarga miskin seperti kami,” tutur Seong dengan sedih.

Seong mengaku, ia sudah berulang-ulang menanyakan ke pemerintah Kelurahan Tanah Rata, mengapa keluarganya tidak kunjung mendapatkan bantuan sosial seperti warga lainnya. Jawaban pemerintah, selalu saja, tunggu, tunggu, dan tunggu. 

 

“Katanya, bertahap. Dari dulu sampai sekarang, jawaban begitu terus. Tidak ada jawaban sama sekali. Mereka tahu kondisi keluarga kami dan 1 anak saya difabel. Masih saja tutup mata. Saya bingung cara pemerintah kasih bantuan kepada masyarakat miskin itu bagaimana,” ungkap Seong.

Seong menceritakan, bulan Juli lalu, ia sempat menyuruh isteri ke kantor Kelurahan dan membawa serta putera mereka yang sudah 7 tahun lumpuh itu. Pihak Kelurahan waktu itu kaget. Mereka lalu menanyakan, mengapa selama ini tidak memberi informasi kepada pemerintah.

“Mungkin karena isteri saya pernah membawa Fransiskus ke pemerintah Kelurahan bulan kemarin, ada pegawai dari Lehong, datang ke rumah bawa beras, susu, dan ikan kaleng. Saat itu mereka lihat langsung kondisi Fransiskus dan keluarga ini. Semoga ada bantuan lain untuk anak saya ini,” ujar Seong. 

Seong pun sangat berharap, pemberitaan di media massa bisa menjembatani keluh kesah keluarganya agar bisa diperhatikan Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Timur. 

“Tolong bapak sampaikan kepada pemerintah, kami ini juga keluarga miskin. Kami ingin dapat bantuan sosial seperti warga yang lainnya. Kami juga warga negara Indonesia pak. Tolong bantu kami,” ungkap Seong. 

Seongjuga menyebut, hingga saat imi rumah mereka belum terpasang meteran listrik. 

“Mau pasang meteran, uang dari mana. Saya tak ada uang untuk membayar biaya meteran listrik," ujar Seong. 

Dapat bantuan selama pandemi Covid-19

Seong menuturkan, sejak adanya virus Corona, ia kehilangan mata pencaharian. Tidak ada lagi orang yang membutuhkan tenaganya untuk kerja kebun atau bangunan rumah. 

Beruntung saja, di masa pandemi ini, keluarganya mendapat bantuan dana jaminan pengaman sosial (JPS) dari Kabupaten Manggarai Timur. 

“Kami dapat bantuan dana selama ada virus Corona ini pak. Ada bantuan berupa uang dan beras. Kalau tidak ada itu kami bisa mati kelaparan,” tutur Urbanus. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com