Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Unik, Bunga Keladi Setara Avanza, Tersesat di Hutan gara-gara Tanaman "Janda Bolong"

Kompas.com - 28/11/2020, 10:52 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Editor

 

Temukan muntahan paus

Kisah serupa juga dialami seorang nelayan asal Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu, Sukadi.

Dirinya secara tak sengaja menemukan 200 kilogram muntahan (Ambergris) paus yang mengapung di tengah Samudra Hindia pada 2 November 2017.

"Awalnya, saya sedang melaut bersama empat rekan. Tepatnya antara Pulau Dua dan Pulau Enggano saya melihat muntahan itu berserak di tengah laut," kata Sukadi saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/11/2017).

Sukadi menceritakan, awalnya benda mengapung itu dia kira adalah limbah.

Setelah ditelusuri menggunakan alat global positioning system (GPS) miliknya, Sukadi menemukan muntahan paus yang diklaim bernilai ratusan juta.

Baca juga: Hiu Paus Terdampar di Kawasan Wisata Mangrove Sekotong, Lombok Barat, Kondisinya Lemas

Saat itu menurut Sukadi, ada lebih kurang 200 kilogram muntahan paus.

"Saya baru sadar, yang saya temukan itu adalah muntahan ikan paus bernilai mahal, maka hebohlah. Kalau saya biasa saja tidak heboh, tetapi orang lain banyak yang heboh," ujarnya.

Sementara itu, Dosen kelautan pengasuh mata kuliah Oseanografi dan Istiologi (ilmu tentang ikan) Universitas Bengkulu, Zamdial Sj mengatakan, jika mengamati kebiasaan sehari paus tidak ada muntah.

Jika muntah, diperkirakan ada fenomena lain dari paus.

Lalu dirinya soal muntahan paus yang mencapai ratusan juta, Zamdial menyangsikannya.

"Saya tidak tahu muntahan paus itu apa dan memiliki nilai jual tinggi. Yang harus dipastikan apakah benar yang ditemukan nelayan itu muntahan paus? Mungkin itu limbah dari fenomena alam lain, dibutuhkan penelitian lebih lanjut," pungkasnya.

Baca juga: Cegah Karhutla, BNPB Edukasi Masyarakat akan Pentingnya Olah Lahan Gambut Tanpa Pembakaran

Batu meteori timpa atap rumah Josua

Josua Hutagalung (33), menunjukkan bongkahan batu yang diduganya benda langit (meteor) yang jatuh menimpa kediamannya di Dusun Sitahan Barat, Desa Satahi Nauli, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sabtu (1/8/2020).handout Josua Hutagalung (33), menunjukkan bongkahan batu yang diduganya benda langit (meteor) yang jatuh menimpa kediamannya di Dusun Sitahan Barat, Desa Satahi Nauli, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sabtu (1/8/2020).
Josua Hutagalung (33), warga Dusun Sitahan Barat, Desa Satahi Nauli, Kecamatan Kolang, Tapanuli Tengah, tak menyangka suara gemuruh di langit akan merubah kisah hidupnya.

Saat itu, Sabtu (1/8/2020), Joshua sedang bekerja membuat peti mati di rumahnya. Lalu, tak ada hujan dan angin, tiba-tiba dirinya mendengar suara dentuman.

Setelah mencari asal suara itu, Joshua menemukan sebuah batu dan atap seng rumahnya berlubang.

Baca juga: Klarifikasi Jared Collins, Pembeli Batu Meteor Josua: Tidak Rp 200 Juta dan Bukan Rp 25 M

"Suaranya terdengar sangat keras sampai bagian rumah ikut bergetar. Dan setelah saya cari, rupanya atap seng rumah sudah bocor dan ada batu besar yang jatuh," kata Josua saat dihubungi Kompas.com melalui komunikasi seluler, Selasa (4/8/2020).

Batu yang jatuh dari langit itu ternyata adalah diduga meteor. Saat ini, batu tersebut telah dibeli seorang warga Amerika Serikat.

Nilai jual batu meteor yang sempat dikabarkan mencapai miliaran itu sempat menyita perhatian pembaca.

Baca juga: Cari Janda Bolong buat Istri, Petani Ini Tersesat 3 Hari di Hutan Aceh Timur

Namun, menurut Jared Collins, warga Amerika Serikat yang menjadi perantara pembeli di AS, harga batu meteor menjadi rahasia antara Josua dan rekannya.

"Saat ini tidak ada meteorit dengan nilai seperti itu, dan tentunya tidak ada kolektor yang akan membayar harga tersebut. Tetapi, jumlah yang dibayarkan dan diterima bukanlah Rp 200 juta atau harga yang terlalu dibesar-besarkan sejumlah Rp 25 miliar (sebelumnya tertulis Rp 26 miliar) yang dilaporkan di seluruh dunia," ungkap Jared.

Seperti diberitakan sebelumnya, saat ini batu meteor milik Josua sedang diteliti para ahli di Lunar and Planetary Institute (LPI), Houston, Texas, Amerika Serikat.

Batu itu pun sudah diberi nama Kolang olah para ahli.

"Nama meteoritnya Kolang," tulis Josua di beranda halaman akun Facebook miliknya, Jumat (20/11/2020).

Barter emas batangan dengan ikan cupang

Arief Suma Romadhoni menunjukkan emas batangan satu gram yang akan dibarter dengan ikan cupang super gold milik Arnov Pratikna, warga Jalan Maskumambang, Kelurahan Sogaten, Kecamatan Taman, Kota Madiun.KOMPAS.COM/MUHLIS AL ALAWI Arief Suma Romadhoni menunjukkan emas batangan satu gram yang akan dibarter dengan ikan cupang super gold milik Arnov Pratikna, warga Jalan Maskumambang, Kelurahan Sogaten, Kecamatan Taman, Kota Madiun.

Kecintaan kepada ikan cupang membuat Arief Suma Romadhon, warga Kelurahan Pangangongan, Kota Madiun, rela membarter emas batangan seberat satu gram miliknya dengan empat ekor ikan cupang jenis super gold.

"Saya sangat tertarik dan ingin memiliki ikan cupang super gold, tetapi saya tidak memiliki uang tunai," kata Arief saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (18/11/2020).

Arief membarter emas batangannya dengan empat ikan cupang milik Arnovian Pratikna, warga Kelurahan Sogaten, Kecamatan Taman, Kota Madiun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com