Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayar Uang Muka Tagihan Listrik yang Capai Belasan Juta Rupiah, Suratno Harus Jual 7 Pohon Miliknya

Kompas.com - 28/11/2020, 07:05 WIB
Markus Yuwono,
Khairina

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Suratno tidak berada di rumahnya, di Dusun Menggoran II, Kalurahan Bleberan, Playen, Gunungkidul, Yogyakarta, ketika Kompas.com mendatangi tempat itu.

Saat berbincang mengenai tagihan listrik yang melonjak cukup tinggi dengan seorang anak Suratno, Zubaidi, datanglah Suratno bersama seorang pria sambil membawa sabit dan alat ukur.

Setelah meletakkan sabit, wawancara dilanjutkan. Suratno lantas menuju ke sebuah pohon mahoni yang terletak di sebelah kanan rumah limasan miliknya. Menggunakan alat ukur, dirinya mengukur diameter pohon.

"Ya mau dijual untuk membayar listrik, uang segitu (Rp 8,7 juta) mau dapat dari mana?" ucap Suratno saat ditemui di rumahnya, Jumat (27/11/2020).

"Tadi sudah mengukur enam lainnya di ladang," ucap dia.

Baca juga: Dua Warga Gunungkidul Kaget Tagihan Listrik Melonjak hingga Puluhan Juta

Sehari-hari pria paruh baya ini bekerja membuat arang, selain itu juga bertani.

Dirinya harus rela membongkar tabungannya yang berupa enam pohon jati dan satu pohon mahoni untuk digunakan membayar uang muka tagihan listriknya.

Suratno harus membayar tagihan 10.000 kWh. Seharusnya dirinya membayar Rp 16 juta, tetapi disepakati membayar Rp 8,7 juta.

Dari tagihan sebanyak itu, dirinya harus membayar Rp 5 juta untuk uang muka, sisanya dibayarkan setahun bersama tagihan listrik setiap bulannya.

"Tidak tahu mau laku berapa nanti, ini (menunjuk pria) pembelinya," kata Suratno.

Sebagai warga dan pelanggan PLN, dirinya menurut saja apa yang sudah ditagih oleh PLN.

Suratno mengaku pasrah dan tetap mengupayakan agar dirinya bisa membayar tagihan tersebut.

Dia mengaku tidak mengetahui secara pasti kenapa bisa terjadi tagihan yang cukup besar itu. Sebagai pelanggan listrik perusahaan milik negara itu, dirinya membayar setiap bulan.

Suratno mengatakan, awalnya daya listrik miliknya itu 450 kWh, tahun 2017 dinaikkan menjadi 1.300 kWh. Hal ini lantaran digunakan untuk rumah anak pertamanya yang tepat di depannya, tetapi sebulan terakhir ini listrik hanya digunakan untuk keluarganya.

Setiap hari, selain digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, juga digunakan alat pertukangan. Setiap bulan biasanya dirinya membayar sekitar Rp 200.000. 

"Mau bagaimana lagi, ya harus dibayar," kata Suratno.

Baca juga: Pantau Penerapan Protokol Kesehatan, Pemkab Gunungkidul Pasang CCTV di Pasar

Sebelumnya, hal serupa dialami Mila Suharningsih. Mila ditagih tunggakan pembayaran sebesar 28.434 kWh atau sebesar Rp 44 juta.

Namun, setelah ada kebijakan dari kantor PLN ULP Wonosari, Mila harus membayar Rp 8,7 juta.

Perwakilan keluarganya pun mendatangi kantor PLN Area Wonosari. Akhirnya disepakati pihaknya hanya diminta membayar sebesar Rp 8,7 juta, yakni dengan membayarkan uang muka Rp 5 juta dan sisanya diangsur selama satu tahun.

Manajer PLN ULP Wonosari Pranawa Erdianta belum bisa dikonfirmasi terkait dengan masalah ini. Saat coba ditemui di kantornya pada Jumat siang, tidak berada di ruangan karena dinas ke Semarang.

“Pak Manajer ke Semarang, tadi berangkat sebelum jam 12.00 WIB,” kata salah seorang satpam di kantor PLN Wonosari.

Humas PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Yogyakarta Rina Wijayanti mengatakan, kedua pelanggan sudah dijelaskan oleh ULP Wonosari dan mengeklaim bahwa kedua pelanggan itu sudah menerima. Dia mengakui ada kesalahan pencatatan dari  petugas catat meter PLN.

Dijelaskan, sebenarnya tidak ada negosiasi antara pelanggan dan PLN karena sudah ada aturan jika pencatatan tidak tertagih lama dan tidak ditelusuri maka dihitung enam bulan terakhir.

Namun demikian, dengan kebijakan dari pihaknya, bisa diangsur sampai 12 kali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com