Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deforestasi, Burung Migran dan Ancaman "Bird Strike" di Bandara Kualanamu

Kompas.com - 26/11/2020, 13:50 WIB
Dewantoro,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara sejak lama dikenal sebagai kawasan yang penting bagi burung, baik burung penetap maupun migran.

Salah satunya di Bagan, Percut Sei Tuan, Deli Serdang.

Namun, kini habitat burung itu terancam oleh deforestasi.

Beberapa upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan habitat burung adalah dengan penanaman mangrove dan mendorong kawasan tersebut sebagai kawasan perlindungan bagi burung.

Baca juga: Edy Rahmayadi: Rakyat Itu Butuh Dana Segar, Harus Ada Uang Berputar

Eksekutif General Manager PT Angkasa Pura II Djody Prasetyo bersama rombongan dan juga Staf Ahli Bupati Deli Serdang Bidang Ekonomi Keuangan dan Pembangunan, Jentralim Purba dan lainnya melakukan penanaman mangrove pada Rabu (25/11/2020).

Sebanyak 30.000 batang bibit mangrove ditanam bersama dengan sejumlah anggota kelompok tani.

Kepada wartawan, Djody menjelaskan bahwa pihaknya mendengar adanya habitat burung yang lokasinya tidak jauh dari Bandara Internasional Kualanamu, yakni di Bagan Percut.

Selanjutnya, dilakukan survei ke lokasi dan diketahui habitatnya mengalami kerusakan.

Pihak AP II kemudian merencanakan untuk menjalankan program bina lingkungan di Bagan Percut.

Salah satu tujuannya untuk memperbaiki lingkungan agar bermanfaat bagi masyarakat sekitar.

Pihaknya juga berharap agar program ini dapat terus berlanjut sehingga kawasan itu menjadi lebih hijau dan tetap menjadi habitat burung.

Diharapkan, burung-burung tidak berpindah atau bermigrasi ke tempat lain, khususnya di dekat bandara.

"Sehingga (burung-burung) tidak keluar dari sini dan mencari habitat yang lain. Seperti kita tahu di Kualanamu itu, burung ini menjadi ancaman bagi penerbangan," kata Djody.

Baca juga: Kisah Guru Honorer Gaji Rp 50.000, Setahun Tak Dibayar hingga Jadi Petugas Sensus

Djody menjelaskan, Bandara Kualanamu dikelilingi persawahan dan hutan kecil terbuka yang berpotensi jadi tempat burung mencari makan.

Apabila burung-burung itu terbang atau berada di sekitar daerah pergerakan pesawat, kemudian terhisap oleh mesin pesawat, hal itu akan sangat membahayakan penerbangan.  

"Burung-burung besar ini tulangnya kan cukup kuat. Itu bisa merusak baling-baling. Itu dampaknya bisa terhadap kecelakaan atau keselamatan penerbangan, itu pasti," kata Djody.

Pemandangan di Bagan Percut yang menjadi habitat burung migran dan burung penetap.KOMPAS.COM/DEWANTORO Pemandangan di Bagan Percut yang menjadi habitat burung migran dan burung penetap.
Menurut Djody, kecelakaan karena burung sudah beberapa kali terjadi, bahkan dialami oleh penerbangan di dunia internasional.

"Bahwa dampak dari migrasi burung ini bisa sangat luar bisa untuk penerbangan, bahkan bisa pesawat itu menjadi celaka," kata dia.

Ancaman terhadap burung

Peneliti burung migran, Chairunnas Adha Putra mengatakan, penanaman mangrove ini dilakukan karena di kawasan ini terjadi deforestasi akibat aktivitas legal dan ilegal.

Dengan adanya penanaman ini, diharapkan hutan mangrove akan semakin luas.

"Lokasi ini penting sebagai lokasi persinggahan habitat burung air yang terancam punah, seperti bangau bluwok, bangau tongtong yang populasinya semakin menurun dari tahun ke tahun. Kegiatan ini diharapkan dapat men-support kehidupan mereka, baik untuk bertengger atau mencari makan," kata dia.

Menurut Chairunnas, di kawasan ini tercatat ada sekitar 54 spesies burung dari kelompok cerek, biru laut, gajahan yang merupakan burung migran.

Kemudian untuk burung penetap, di antaranya burung kuntul, kelompok bangau bluwok, bangau tongtong, kokoan dan lainnya.

Berdasarkan pengamatannya, menurut Chairunnas, burung terancam penembakan untuk aktivitas olahraga menggunakan senapan angin.

Burung-burung itu bukan untuk dikonsumsi, melainkan hanya untuk latihan menembak.

"Kalau untuk dimakan, di beberapa tempat ada juga di Pantai Sujono di Batubara, di Sei Tuan itu ada beberapa burung yang ditangkap untuk keperluan konsumsi," kata dia.

Chairunnas yang akrab disapa Nchay itu menyebutkan bahwa burung-burung migran itu berasal dan berkembang biak di Rusia, Alaska, Mongolia dan China.

Kemudian, burung bermigrasi secara besar-besaran ke Indonesia, salah satunya ke Bagan Percut pada bulan Oktober - Maret, karena di daerah asalnya sedang musim dingin.

Mengenai bird strike atau serangan burung terhadap penerbangan, menurut dia, hal itu mungkin terjadi.

Sebab, di sekitar Bandara Kualanamu bisa jadi ada habitat yang menjadi daya tarik burung. Selain itu, di kawasan tersebut masih menyediakan sumber pakan bagi burung.

"Perlu kita tahu apa yang menjadi daya tarik burung di bandara. Setelah kita tahu mereka mencari makan apa di situ, baru kita tahu bagaimana pengelolaannya," kata dia.

 

Nchay mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan hasil penelitian mengenai keanekaragaman hayati di Bagan Percut ke pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut).

Bagan Percut diajukan menjadi salah satu kawasan ekosistem esensial (KEE).

Saat ini tahapnya masih tahap persiapan dan tahun depan BBKSDA Sumut akan membentuk forum untuk pengelolaan KEE.

"Setelah forum KEE itu, baru pembicaraan terkait dengan manajemen kawasan lebih spesifik lagi," kata Nchay.

Menurut dia, jika suatu kawasan sudah ditetapkan sebagai KEE, maka fungsi kawasan tersebut harus dilestarikan.

Apalagi jika diajukan dengan kategori obyek keanekaragaman hayati burung yang tinggi, menurut Nchay, maka burung dan habitatnya otomatis harus dilestarikan.

"Jadi ketika ada terkait pembangunan ke depan atau apa yang akan dibuat di Bagan Percut, mungkin ada pembicaraan hal-hal tersebut dengan pengelola KEE seperti apa," kata dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com