Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gentar, Guru Asli Orang Rimba yang Tak Ingin Lagi Warga Pedalaman Ditipu

Kompas.com - 25/11/2020, 07:27 WIB
Suwandi,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi


JAMBI, KOMPAS.com - Banyak yang menilai orang rimba kurang ilmu pengetahuan.

Namun, Gentar (35) orang rimba asli dari Kelompok Ngadap di Jambi membantah stigma itu.

Kini dia menjadi guru bagi anak-anak rimba.

Gentar telah tiga tahun menjadi guru, mengajar anak-anak ilmu membaca, menulis, dan berhitung.

Baca juga: Menanti Nasib Pengangkatan 34.000 Guru Honorer yang Lulus PPPK 2019...

Lelaki yang akrab disapa Bepak Beganggum ini mengajar puluhan anak-anak.

Tantangan bagi Gentar adalah mengajar di tengah pandemi.

Orang rimba atau suku anak dalam masih setia menerapkan tradisi besesandingon.

Itu adalah sebuah tradisi menghindari wabah penyakit menular dengan menjauhi orang asing yang masuk ke pedalaman hutan dan menghindari tempat yang rendah.

Gentar tetap mengajar dengan berkeliling di daerah Makekal Ilir, di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD).

Baca juga: Hari Guru Nasional: Mengenang Sosok Sartono, Pencipta Lagu Hymne Guru

Lokasi mengajar Gentar hanya sepelemparan batu dari pondoknya yang beratap daun cikai, sejenis rumbia yang memliki bentuk lebih lebar. Pondoknya hanya berlantai terpal.

Selama pandemi, kegiatan belajar berupaya menerapkan protokol kesehatan.

"Bejarak-bejarak duduknyo (jaga jarak duduknya),” kata Gentar saat mengajar pada Selasa (24/11/2020).

Meski demikian, menjaga jarak bukan hal yang mudah dipahami oleh para murid.

Kelas sudah dibuka sejak pagi.

Gentar pun mengajar dengan mengecek kemampuan anak didiknya yang sudah berusia belasan tahun, Magar (18), Baasu (15), Begompa (15), Ngarong (13), dan Meranti (12).

Tiga murid lainnya masih sangat muda, Mbrusik satu-satunya perempuan (7).  Ada juga Nguris (4) dan Ngelatai (5).

“Coba mika tuliy (coba kalian tulis) pagi ini kita belajar menulis huruf-huruf,” kata Gentar.


Para anak-anak begitu antusias dalam belajar.

Ada yang serius menulis, ada juga yang sambil melirik teman, karena lupa dengan huruf-huruf yang sudah dipelajari.

Gentar pun mengawasi dan memperbaiki tulisan para muridnya yang keliru atau kurang sempurna.

Setelah memberi tugas kepada kelompok anak berumur belasan tahun, Gentar juga mengajari anak-anak embun, kelompok anak yang usianya masih di bawah 10 tahun.

Gentar pun menulis huruf demi huruf di atas kertas sambil menyebut nama huruf itu. Tiga murid embunnya mengikuti dengan baik dan lincah.

Menjelang siang, pelajaran beralih ke matematika. Kelompok usia belasan belajar perkalian tiga angka deret ke bawah. Sedangkan yang kecil belajar mengenali angka.

Sebenarnya, jumlah murid Gentar di rombongan itu ada 25 anak.

Hanya saja, hari itu sebagian anak pergi ikut orangtua mereka untuk mempersiapkan ritual adat orang rimba.

“Mumpa iyoilah keadaan kami belajor, kadong benyok kadang sedikit, tergantung bebudak (Seperti inilah kondisi kami belajar, kadang banyak, kadang sedikit, tergantung muridnya),” ujar Gentar.

Menurut Gentar, tidak ada jam khusus dalam belajar. Semua tergantung kecocokan masing-masing anak didik.

Pola pendidikan yang dikembangkan, menurut Gentar, sangat menyesuaikan dengan adat dan budaya orang rimba.

Apabila ada murid yang sakit, maka kegiatan belajar mengajar berhenti total.

Sesuai dengan tradisi besesandingon, menurut Gentar, bagi anak atau orang yang sakit, harus dipisahkan dengan orang bungaron (sehat).

"Itu namanya becenenggo atau isolasi mandiri menurut orang luar," kata Gentar.


Orang rimba sering ditipu

Banyak orang rimba pernah merasakan ditipu, lantaran tidak bisa baca tulis.

Gentar bertekad mencerdaskan anak-anak rimba dengan segala kekurangan dan keterbatasan.

Biasanya, warga dibohongi saat menjual hasil rimba. Mereka tidak paham soal harga dan berat timbangan.

"Akeh ingin kami orang rimba piado di paloloi (tidak dibodohi)," kata Gentar.

Gentar berharap suatu hari nanti anak-anaknya bisa lanjut sekolah formal.

Gentar ingin anak suatu hari nanti ada yang bisa menjadi dokter atau tenaga kesehatan.

Nguris, anak laki-laki satu-satunya Gentar menjadi harapannya untuk bisa sekolah lebih baik, mengikuti jenjang pendidikan formal dan memiliki kecakapan khusus kesehatan.

Kendala dalam adat

Perempuan bagi orang rimba memegang peranan sebagai penentu, termasuk mengenai keputusan mendidik anak di sekolah.

Ketika istri tidak mengizinkan anak bersekolah, suami biasanya juga mengalah dan tidak akan memperdebatkan lebih lanjut.

Perempuan bagi orang rimba adalah penjaga adat, sehingga interaksi mereka dengan dunia luar sangat dibatasi.

Meski istrinya melarang anak perempuannya sekolah formal, Gentar tetap mengajari anak-anak perempuannya membaca, menulis dan berhitung.

Gentar merupakan kader sekolah alternatif yang digagas Komunitas Konservasi Indonesia Warsi.

Awalnya, fasilitator Warsi yang menjadi tenaga pendidikan di kelompok ini.

“Dengan adanya kader ini, pendidikan untuk orang rimba menjadi lebih tersebar merata,” kata Jauharul Maknun selaku Fasilitator Pendidikan Warsi yang menjadi mentor Gentar dalam mengajar.


Gentar sudah mengecap pendidikan sejak tahun 2000.

Kecerdasan dan kemauan yang kuat menjadikan Gentar unggul di antara murid-murid lainnya. Ini juga yang menjadikannya generasi pertama yang menjadi kader pendidikan pada 2002.

Namun, karena urusan keluarga, Gentar berhenti sementara dan baru pada 2016 lalu dia kembali aktif mengajar.

Saat ini, Warsi memfasilitasi tiga kader lainnya yang tersebar di beberapa kelompok.

Ada Besiap Bungo yang mengajari anak-anak rimba di Kelompok Tumenggung Nyenong Sungai Terap Batanghari.

Ada juga Besigar yang mengajar anak-anak rimba di Kedudung Muda Kelompok Tumenggung Grip.

Kemudian, Bekaca yang mengajar anak-anak rimba Kelompok Tumenggung Jelitai di Batanghari.

Jangkauan memberikan pendidikan kepada orang rimba menjadi semakin luas.

Totalnya sekitar 1.000 anak rimba yang mendapat pendampingan Warsi, yang sudah bebas buta aksara.

Sebagian dari mereka sudah masuk ke sekolah formal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com