Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Jejak Satwa di Jalur Evakusi Gunung Merapi, Jejak Anjing Bukan Macan Tutul

Kompas.com - 25/11/2020, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Jejak kaki satwa liar ditemukan di jalur evakuasi Gunung Merapi Suruh-Singlar, Dusun NGancar, Glagaharjo, Cangkringan, Sleman.

Jejak tersebut membekas di permukaan cor beton jalur evakuasi yang diperbaiki.

Dari pengamatan Kompas.com, jejak tersebut melintas dari timur ke barat dan terdapat jejak satwa yang dewasa serta anakan.

Sementara di kanan kiri jalur evakuasi masih cukup rimbun karena dipenuhi pepohonan dan rumut gajah.

Baca juga: Jejak dan Bekas Cakaran Macan Tutul di Gunung Merapi Tak Lagi Terlihat sejak 2012

Koptu Eko Widodo Babinsa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman mengatakan jejak tersebut pertama kali diketahui pada Jumat (20/11/2020).

"Kebetulan rumah saya di bawah, ada masyarakat yang mengarah ke sini. Saya timbul kecurigaan dan saya kejar ternyata mereka melihat jejak satwa ini, yang sementara diduga (jejak) macan tutul," ungkapnya.

Diperkirakan satwa yang melintas lebih dari satu ekor. Hal ini dilihat dari ukuran bekas jejak kaki yang berbeda.

Baca juga: Bekas Jejak di Jalur Evakuasi Gunung Merapi, TNGM : Itu Jejak Anjing

"Ini kalau saya perkirakan ada sekitar dua atau tiga (ekor). Jejak yang dewasa satu paling dominan besar, ada juga yang kecil, tapi di sela-sela itu ada jejak yang (usia) di antara remaja," tuturnya.

Ia menegaskan jika satwa ini tidak turun karena meningkatnya aktivitas Gunung Merapi saat ini. Tetapi habitatnya memang di sekitar lokasi tersebut.

"Yang saya tekankan, ini memang perlintasan satwa itu, jadi bukan karena aktivitas (Gunung Merapi) naik, terus hewan yang di Merapi turun, itu tidak benar. Memang habitatnya dari dulu di sekitaran sini," katanya.

Ia menjelaskan warga sudah mengetahui keberadaan binatang yang diduga macan tutul karena ada beberapa warga yang mengaku pernah melihatnya.

"Aktivitas warga juga tidak merasa terganggu, satwa juga tidak terganggu. Sampai saat ini tidak ada konflik, tidak ada laporan hewan ternak yang dimangsa, tidak ada," urainya.

Baca juga: Menyoal Skema Mitigasi Erupsi Gunung Merapi Kala Pandemi Covid-19, Satu Orang Satu Bilik

Jejak anjing, bukan macan tutul

Koptu Eko Widodo, Babinsa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman saat menunjukan jejak kaki satwa liar yang membekas di permukaan cor beton jalur evakuasi Gunung Merapi Suruh -Singlar Dusun NgancarKOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Koptu Eko Widodo, Babinsa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman saat menunjukan jejak kaki satwa liar yang membekas di permukaan cor beton jalur evakuasi Gunung Merapi Suruh -Singlar Dusun Ngancar
Sementara itu Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), Pujiati mengatakan jika pihaknya sudah melakukan pengecekan ke lokasi pada Selasa (24/11/2020).

Ia mengatakan jejak kaki yang membekas tersebut bukan jejak macan tutul tetapi jejak kaki anjing.

"Saya tadi ke TKP, itu jelas jejak kaki anjing," tegasnya.

Menurutnya telapak kucing hutan, kucing rumah atau macan jika sedang berjalan kukunya selalu disembunyikan.

Baca juga: Fakta di Balik Guguran Lava Sisa Erupsi Merapi Tahun 1954, Terekam CCTV dan Penjelasan BPPTKG

Sedangkan jejak yang di permukaan cor beton jalur evakuasi terdapat bekas kuku. Selain itu, bentuk bantalan kaki yang ada di permukaan cor beton berbentuk segitiga.

"Yang itu kukunya ada, bantalan kakinya itu segitiga itu menunjukan jelas anjing. Kalau macan itu cenderung agak membulat atau lonjong sedikit," katanya.

Untuk membuktikan hal itu, TNGM rencananya akan memasang kamera trap di sekitar lokasi ditemukannya bekas telapak tersebut.

"Kita akan pasang kamera trap disekitar sana untuk membuktikan itu. Belum tahu kapan, nanti kami siapkan, karena kamera kami sebagian masih dipasang," urainya.

Baca juga: Jejak Satwa Diduga Macan Tutul Ditemukan di Jalur Evakuasi Gunung Merapi

Pujiati mengatakan jejak dan bekas cakaran macan tutul di hutan Gunung Merapi terakhir kali diketahui pada 2012.

Jejak dan bekas cakar macan tutul tersebut terlihat di Gunung Bibi, Boyolali dan Plawangan, Sleman.

Kedua lokasi tersebut merupakan zona inti Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).

Namun sampai saat ini, Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) masih berupaya mencari keberadaan macan tutul.

"Sebelum erupsi (Gunung Merapi) 2010 itu katanya pernah ditemukan (macan tutul)," kata dia.

"Setelah tahun 2012 memang kami sudah tidak menemukan lagi bekas cakar apalagi fisiknya," tegasnya.

Baca juga: Lava Sisa Letusan Merapi Tahun 1954 Runtuh, Warga Diminta Tetap Tenang

Pasang 40 kamera trap

Gunung Merapi terus menunjukkan aktivitas vulkanik. Erupsi eksplosif diprediksi BPPTKG bisa terjadi, meski waktunya tak dapat ditentukan.Ulet Ifansasti/Getty Images Gunung Merapi terus menunjukkan aktivitas vulkanik. Erupsi eksplosif diprediksi BPPTKG bisa terjadi, meski waktunya tak dapat ditentukan.
Pada awal tahun 2020, Balai TNGM berinisiatif memasang kamera trap untuk mencari keberadaan macan tutul di hutan Gunung Merapi.

Total ada 40 kamera yang dipasang di beberapa tempat. Kamera trap tersebut dipasang selama tiga bulan.

"Tapi, itu pun kami tidak mendapatkan macan tutul," urainya.

Namun kamera trap merekam kijang yang jumlahnya banyak. Kijang ini merupakan salah satu makanan dari macan tutul.

"Kami berpikir kijang ini makanannya macan tutul, harusnya kalau makanan berlimpah ya macan tutul ada. Biasanya dalam rantai makanan itu ada top (puncak), tapi ini top predator-nya yang kita temui sekarang masih kucing hutan, enggak mungkin kan kucing hutan makan kijang," urainya.

Baca juga: Mengenal Sabo Dam, Solusi Penanggulangan Banjir Lahar Gunung Merapi...

Meski kamera trap belum menangkap fisik macan tutul, TNGM tidak lantas berhenti. Sampai saat ini pihaknya masih terus berusaha mencari keberadaan macan tutul di hutan sekitar Gunung Merapi.

"Ya belum terlihat lagi, tapi kami masih terus berupaya mencari," jelasnya.

Menurutnya, ada salah satu Kepala Seksi Taman Nasional Gunung Merbabu sedang meneliti terkait mamalia. Dalam penelitiannya tersebut, dipasang kamera trap di koridor Merapi dan Merbabu.

Ada kemungkinan koridor tersebut menjadi jalur perpindahan satwa dari Merapi ke Merbabu. Sebab, satwa bisa saja berpindah jika kondisi habitatnya tidak kondusif.

"Sebenarnya dari lereng Merapi ke Merbabu itu ada sungai yang menghubungkan, dan itu yang dipasang kamera trap oleh kandidat doktor. Itu masih dugaan karena hasil penelitiannya belum ada dan kita buktikan dengan pemasangan kamera trap itu," pungkasnya.

Baca juga: Cerita Musimin 20 Tahun Selamatkan Anggrek Hutan Gunung Merapi, Khawatir dengan Ancaman Erupsi

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Wijaya Kusuma | Editor: Teuku Muhammad Valdy Arief, Dony Aprian)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com