KOMPAS.com - Rini Purwati seorang guru honorer mata pelajaran olahraga di SDN 81/IX Pematang Rahim, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi nyambi bekerja memungu sawit.
Pekerjaan memungut sawit ia lakoni untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.
Sebagai tulang punggung keluarga, gaji sebesar Rp 700.000 setiap bulan tidak mencukupi kebutuhan dirinya dan sang ibu yang berusia lanjut.
Apalagi pada Agustus 2020 lalu, rumahnya terbakar sehingga ia dan sang ibu harus menumpang di rumah seorang kerabat.
"Saya memilih guru sebagai jalan hidup dan menolak dorongan orangtua untuk jadi tentara," kata Rini melalui sambungan telepon, Senin (23/11/2020).
Baca juga: Kisah Guru Honorer Rini, Rumah Terbakar dan Nyambi Mulung Sawit, Tetap Ikhlas Mengajar
Rini lahir di keluarga yang sederhana. Ia menyelesaikan kuliahnya di Universitas Sriwijaya Palembang (UNSRI). Agar bisa kuliah, ia juga menjadi atlet lari jarak pendek.
"Semua ikhlas saya lakukan demi mencapai cita-cita menjadi seorang guru," katanya.
Rini mengatakan guru memiliki tugas yang mulia karena mencerdaskan anak bangsa.
Kerana itu ia mengaku senang membantu anak-anak untuk belajar dan menguasai ilmu pengetahuan.
Baca juga: Kisah Guru Honorer yang Rela Gaji Minus untuk Berdayakan Lansia
“Jadi guru itu kuncinya harus ikhlas, kalau tidak ikhlas nanti tidak bermanfaat ilmu yang kita berikan kepada siswa,” lanjutnya.
Ia juga sendiri menyadari jika negara hanya membayarnya Rp 700.000 per bulan karena saat ini ekonomi negara sedang terpuruk karena pandemi.
“Jadi guru itu kuncinya harus ikhlas, kalau tidak ikhlas nanti tidak bermanfaat ilmu yang kita berikan kepada siswa,” lanjutnya.
Baca juga: Kisah Guru Honorer di Daerah Terpencil, Jalan 10 Km Lewat Jembatan Bambu Demi Mengajar
Ia mengerjakan pekerjaan sampingannya sebagai pengumpul berondolan sawit di luar waktu ia mengajar.
“Dalam sehari, saya bisa mengumpulkan sekitar 50 kilogram berondol sawit,” katanya.
Kesulitan Rini semakin bertambah saat rumah yang ia tempati bersama ibunya habis terbakar. Ia pun kini menumpang di rumah salah satu kerabatnya.
Baca juga: Kisah Guru yang Mengajar di Desa Tanpa Daratan, Pernah 9 Bulan Tak Digaji
Walapun mengalami kesulitan hidup, Rini tak membatasi dirinya untuk meningkatkan ketrampilan saat pandemi.
"Saya ikut pelatihan Tanoto Foundation. Sehingga bisa lebih kreatif dan mampu memodifikasi media pembelajaran di tengah pandemi," kata Rini lagi.
Selama pandemi, Rini juga melakukan pembelajaran jarak jauh menggunakan aplikasi Zoom bersama siswa-siswinya.
Hal itu ia lakukan agar pembelajaran di masa pandemi tidak berhenti.
Baca juga: Kisah Guru Honorer di Samarinda, 11 Tahun Jalan Kaki Susuri Hutan demi Mengajar
“Harus terus berjalan, jangan sampai siswa tidak belajar,” ujarnya.
Rini berharap, ke dapan nasib guru honorer lebih dihargai dan diperhatikan agar mereka tetap bekerja profesional mendidik anak bangsa.
“Mudah-mudahan, ke depan ada perubahan nasib guru honorer,” harapnya.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Suwandi | Editor: Farid Assifa)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.