Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Sita 2,5 Ton Sarung Tangan Medis Bekas, Didaur Ulang, Dijual ke Jakarta dan Surabaya

Kompas.com - 20/11/2020, 12:05 WIB
Agie Permadi,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Satreskrim Polrestabes Bandung berhasil mengungkap praktek rekondisi sarung tangan karet lateks atau nitil bekas di Kota Bandung.

Adapun barang bukti yang berhasil diamankan sebanyak 2,5 ton.

Adapun tersangka diketahui berinisial GR (39) yang ditangkap pada Kamis (19/11/2020), sekitar pukul 15.00 WIB di Jalan Curug Candung, Kota Bandung.

"Jadi Satreskrim Polrestabes Bandung bersama Polsek Bandung Kidul melakukan ungkap kasus berupa rekonstruksi dari sarung tangan yang sudah lama, kemudian dibuat baru dan diedarkan lagi," kata Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Ulung Sampurna Jaya di Mapolrestabes Bandung, Jumat (20/11/2020).

Baca juga: Berawal dari Laporan Warga, Polisi Gerebek Rumah yang Simpan 2 Karung Masker Daur Ulang di Bandung

Ada tim yang bertugas cari sarung tangan medis bekas

Tersangka mendaur ulang sarung tangan karet nitril bekas ini menjadi sarung tangan layak pakai seperti baru dan menjual belikan hasil produksinya tersebut.

Adapun pelaku memiliki tim yang bertugas mencari sarung tangan bekas itu.

"Jadi ada timnya yang dibuat untuk mencari sarung tangan bekas, lalu dikumpulkan lagi, dan direkonstruksi seolah-olah jadi baru, padahal itu sudah bekas," ucapnya.

Adapun, sarung tangan karet yang sudah direkondisi, dikemas seperti baru dengan menggunakan kotak berisi 100 sarung tangan, setiap kotaknya dijual dengan harga Rp. 75.000.

"Sudah sempat diedarkan dijual di Jakarta dan Surabaya," ucapnya.

Baca juga: Pabrik Madu Khas Banten Palsu Dibongkar Polisi, Tiga Orang Diamankan

 

Punya ratusan karyawan usia dibawah umur

Dalam proses produksinya, pelaku memiliki 178 karyawan yang setiap orangnya diberi upah sebesar Rp. 50.000 dengan waktu kerja shift dan satu kali makan.

"Karyawan yang bekerja ada yang dibawah umur," ucapnya

Adapun dari pengakuannya, ucap Ulung, tersangka sudah melakukan kegiatannya selama satu bulan.

"Tapi dilihat dari barang bukti, kemudian tempat pembuatannya, diperkirakan sudah enam bulan," ujarnya.

 

Polisi sita 2,5 ton sarung tangan medis bekas

Ketika disinggung apakah sarung tangan daur ulang ini dijual ke rumah sakit dan tenaga medis, Ulung menyebut tidak menutup kemungkinan hal itu bisa terjadi.

"Iya kemungkinan, makanya sedang kita dalami apalagi kalau tenaga medisnya tidak tahu, kan kita lakukan juga uji lab sarung tangan ini, kebersihannya sampai dimana," ucap Ulung.

"Kalau lihat dari barangnya, mungkin sama persis, karena awalnya mungkin dia asli dari medis, jadi diperbarui lagi," tambahnya.

Sebanyak 2,5 ton sarung tangan karet bekas berhasil diamankan petugas di tempat produksi tersangka.

Saat ini polisi masih melakukan pemeriksaan dan pendalaman terhadap pelaku.

Pelaku terancam 15 tahun penjara

Atas perbuatannya, pelaku dijerat pasal berlapis yakni pasal 62 jo pasal 8 ayat 1 huruf a dan ayat 2 UU RI No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pasal 197 jo 105 ayat 1 uu no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan di ancaman, dan pasal 185 jo 68 UU Rl No. 13 tahun 2003 tentang tenaga kerja, dengan ancaman hukuman penjara 15 penjara.

Untuk itu ia mengimbau kepada masyarakat agar tidak membuang sarung tangan bekas dalam keadaan utuh agar tidak digunakan atau dipungut untuk di rekondisi oleh orang yang tidak bertanfung jawab.

"Apabila beli sarung tangan dan sudah selesai, dia segera dibuang, dimusnahkan, digunting," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com