Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Skors Mahasiswa Unnes Usai Laporkan Rektor ke KPK Dinilai Pelanggaran HAM

Kompas.com - 19/11/2020, 16:33 WIB
Riska Farasonalia,
Dony Aprian

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai keputusan yang diambil Dekan Fakultas Hukum Unnes karena menskors mahasiswanya merupakan tindakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Direktur YLBHI-LBH Kota Semarang Eti Oktaviani menegaskan, alasan skors dengan menuduh Frans sebagai simpatisan OPM adalah alasan yang tidak berdasar dan dibuat-buat.

"Tuduhan tersebut adalah tuduhan lama yang kembali dinaikkan. Alasan tersebut berusaha mengaburkan sebab melaporkan Rektor atas dugaan tindakan korupsi sebagai alasan sebenarnya pemberian skorsing," jelasnya dalam keterangan tertulis, Kamis (19/11/2020).

Baca juga: Diskors 6 Bulan Usai Laporkan Rektor ke KPK, Mahasiswa Unnes: Saya di Jalan yang Benar

Menurutnya, keputusan tersebut dinilai telah mencederai kampus sebagai ruang berpikir.

"Sebagai lembaga akademik seharusnya melindungi kemerdekaan berpikir mahasiswa bukan justru menggunakan kekuasaan untuk mengintimidasi kemerdekaan berpikir, mengeluarkan skorsing, bahkan sangat mungkin melakukan drop out/DO dengan alasan yang dibuat-buat," ucapnya.

Skors kepada mahasiswanya dianggap bentuk kedangkalan berpikir yang berbahaya bagi demokrasi kampus.

Sebab, partisipasi mahasiswa untuk mewujudkan dunia akademik yang bersih dan berintegritas tertuang dalam Pasal 28 C ayat (3) UUD 1945.

"Laporan Frans kepada KPK adalah bentuk partisipasi kepada pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara. Unnes sebagai lembaga pendidikan seharusnya mendukung Frans, bukan justru mengeluarkan skorsing hanya demi nama baik Rektor," ujarnya.

Baca juga: KPK Sayangkan Sikap Unnes Kembalikan Mahasiswa Pelapor Rektor ke Orangtua

Atas hal tersebut, pihaknya mengecam sikap anti-demokrasi yang ditunjukkan oleh Dekan FH Unnes.

Selain itu, ia meminta kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjalankan tugasnya memberikan perlindungan hukum kepada Frans, seperti terkandung dalam Pasal 15 UU 19/2019.

"KPK berkewajiban memberi perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan," katanya.

Kemudian, pihaknya meminta kepada Komnas HAM untuk mengawasi dan melakukan penindakan atas perbuatan Dekan FH Unnes yang melanggar hak atas kebebasan berpendapat dan hak atas pendidikan.

"Kami mendukung perjuangan Frans dan juga mengajak segenap kelompok masyarakat sipil untuk siap bersolidaritas, saling bahu-membahu memberikan dukungan melawan kedangkalan berpikir, dan sikap anti-kritik yang ditujukan kepada Frans," pungkasnya.

Sebelumnya, pelaporan kasus dugaan tindak pidana korupsi Rektor Unnes ke KPK RI oleh mahasiswanya pada Jumat (13/11/2020) berbuntut panjang.

Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Negeri Semarang (Unnes) memutuskan pengembalian pembinaan moral karakter mahasiswa Fakultas Hukum Frans Josua Napitu kepada orangtuanya melalui surat yang ditandatangani pada Senin (16/11/2020).

Dalam surat keputusan itu disebutkan, segala hak dan kewajiban mahasiswa semester sembilan tersebut ditunda selama enam bulan dan akan ditinjau kembali.

Keputusan tersebut diambil karena perbuatan yang pernah dilakukan Frans selama ini dianggap telah melanggar etika mahasiswa dan merusak reputasi Unnes.

Alasan pengembalian Frans ke orangtua juga karena dianggap terlibat dalam sebuah gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Dekan Fakultas Hukum Unnes Rodiyah menjelaskan, pembinaan kepada Frans sudah dilakukan sejak 5 Juni 2018.

"Kami sudah lakukan pembinaan kepada yang bersangkutan saat itu terkait pelanggaran etika dan tata tertib, undangan tertulis klarifikasi aksi penolakan uang pangkal dan seterusnya dan terakhir 8 Juli 2020 klarifikasi aksi 25 Juni 2020 posisi yang bersangkutan sebagai juru orator, lalu klarifikasi data di FB atas foto tanggal 21 Juni 2020 dengan tagar #papualivesmatter, foto bertulis bebaskan tapol di seluruh Indonesia lalu pernyataan diakhiri pernyataan Frans," katanya.

Tanggal 8 Juli 2020, Frans menandatangani penyataan yang intinya tidak akan melakukan gerakan provokatif yang bertentangan dengan NKRI dan juga menjaga nama baik kampus.

"Kami memang melakukan pembinaan sangat lama. Secara dokumen sejak Juni 2018 sampai sekarang dan diakhiri dengan tanda tangan saudara Frans Napitu. Kemudian ada yang kemarin (soal pelaporan Frans ke KPK terkait dugaan korupsi rektor), " jelasnya.

Rodiyah juga menjelaskan, sesuatu yang disuarakan Frans yang bisa berpengaruh buruk pada reputasi kampus selama ini tidak terbukti dan dia menyayangkan kemudian muncul lagi pelaporan ke KPK.

"Yang sudah dilakukan sampai terakhir dengan merugikan reputasi Unnes, ironinya tidak ada yang terbukti. Baik soal tuduhan plagiasi Rektor, Rektor melindas, Rektor represif, tidak terbukti," katanya. 

Pihak kampus sudah mencoba membuka pertemuan daring dengan orangtua Frans yang ada di luar kota, tetapi tidak ada tanggapan. Maka, diambil keputusan pengembalian pembinaan Frans kepada orangtua.

"Pimpinan Fakultas Hukum UNNES telah berusaha menyampaikan informasi dan undangan kepada orangtua Frans, namun tidak hadir. Menimbang dan memperhatikan fakta tersebut dan berdasarkan Pasal 7 UU No 20 Tahun 2003, kami memutuskan mengembalikan mahasiswa bernama Frans Josua Napitu kepada orangtua," katanya.

Atas dikeluarkannya surat tersebut, pihaknya berharap Frans menjadi lebih baik dan bertutur yang santun.

"Semoga dengan surat ini, Frans menjadi lebih baik, bahagia, damai, dan tidak marah-marah mencari kesalahan orang. Dengan tuturnya yang santun, semangat menjadi baik," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com