Dalam surat keputusan itu disebutkan, segala hak dan kewajiban mahasiswa semester sembilan tersebut ditunda selama enam bulan dan akan ditinjau kembali.
Keputusan tersebut diambil karena perbuatan yang pernah dilakukan Frans selama ini dianggap telah melanggar etika mahasiswa dan merusak reputasi Unnes.
Alasan pengembalian Frans ke orangtua juga karena dianggap terlibat dalam sebuah gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Dekan Fakultas Hukum Unnes Rodiyah menjelaskan, pembinaan kepada Frans sudah dilakukan sejak 5 Juni 2018.
"Kami sudah lakukan pembinaan kepada yang bersangkutan saat itu terkait pelanggaran etika dan tata tertib, undangan tertulis klarifikasi aksi penolakan uang pangkal dan seterusnya dan terakhir 8 Juli 2020 klarifikasi aksi 25 Juni 2020 posisi yang bersangkutan sebagai juru orator, lalu klarifikasi data di FB atas foto tanggal 21 Juni 2020 dengan tagar #papualivesmatter, foto bertulis bebaskan tapol di seluruh Indonesia lalu pernyataan diakhiri pernyataan Frans," katanya.
Tanggal 8 Juli 2020, Frans menandatangani penyataan yang intinya tidak akan melakukan gerakan provokatif yang bertentangan dengan NKRI dan juga menjaga nama baik kampus.
"Kami memang melakukan pembinaan sangat lama. Secara dokumen sejak Juni 2018 sampai sekarang dan diakhiri dengan tanda tangan saudara Frans Napitu. Kemudian ada yang kemarin (soal pelaporan Frans ke KPK terkait dugaan korupsi rektor), " jelasnya.
Rodiyah juga menjelaskan, sesuatu yang disuarakan Frans yang bisa berpengaruh buruk pada reputasi kampus selama ini tidak terbukti dan dia menyayangkan kemudian muncul lagi pelaporan ke KPK.
"Yang sudah dilakukan sampai terakhir dengan merugikan reputasi Unnes, ironinya tidak ada yang terbukti. Baik soal tuduhan plagiasi Rektor, Rektor melindas, Rektor represif, tidak terbukti," katanya.
Pihak kampus sudah mencoba membuka pertemuan daring dengan orangtua Frans yang ada di luar kota, tetapi tidak ada tanggapan. Maka, diambil keputusan pengembalian pembinaan Frans kepada orangtua.
"Pimpinan Fakultas Hukum UNNES telah berusaha menyampaikan informasi dan undangan kepada orangtua Frans, namun tidak hadir. Menimbang dan memperhatikan fakta tersebut dan berdasarkan Pasal 7 UU No 20 Tahun 2003, kami memutuskan mengembalikan mahasiswa bernama Frans Josua Napitu kepada orangtua," katanya.
Atas dikeluarkannya surat tersebut, pihaknya berharap Frans menjadi lebih baik dan bertutur yang santun.
"Semoga dengan surat ini, Frans menjadi lebih baik, bahagia, damai, dan tidak marah-marah mencari kesalahan orang. Dengan tuturnya yang santun, semangat menjadi baik," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.