Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Cikal Bakal Universitas Merapi di Rumah Mak Keti

Kompas.com - 19/11/2020, 14:30 WIB
Wijaya Kusuma,
Dony Aprian

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pelakat dari kayu bertuliskan Universitas Merapi terpasang di sebuah rumah di Dusun Pelemsari, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.

Meski ada tulisan universitas, namun di rumah tersebut tampak sepi dan tidak ada aktivitas belajar mengajar maupun kegiatan para mahasiswa seperti layaknya di sebuah perguruan tinggi.

Udara yang sejuk khas lereng pegunungan menyelimuti sekitar rumah tersebut.

Rumah ini terletak di radius 5 kilometer (Km) dari puncak Gunung Merapi.

Di dalam rumah, seorang perempuan sedang beraktivitas. Perempuan ini bernama Sudi Wiyono (75) yang tidak lain adalah pemilik rumah.

Bagian dalam rumah tampak begitu sederhana. Dinding bagian dalam tertempel beberapa pigura yang berisi kata-kata mutiara.

Sudi Wiyono menceritakan, sebelum erupsi tahun 2010 silam, rumahnya menjadi tempat berkumpul para relawan.

Dari rumahnya itulah, para relawan waktu itu memantau aktivitas Gunung Merapi.

Tak hanya itu, rumahnya juga menjadi basecamp para mahasiswa yang akan berkegiatan.

Pelakat bertuliskan Universitas Merapi yang terpasang tersebut juga merupakan usul dari salah satu relawan.

"Yang membuat itu (papan bertuliskan Universitas Merapi) anak angkat saya namanya Hari, dia juga ikut relawan komunitas Merapi," ujar Sudi Wiyono saat ditemui di rumahnya, Rabu (18/11/2020).

Baca juga: Pesan Juru Kunci Merapi: Manusia Hidup Membutuhkan Alam

Sudi Wiyono mengaku mengetahui ketika pelakat tersebut di pasang.

Namun, dirinya tidak mengetahui alasan dipasangnya pelakat dengan tulisan Universitas Merapi di rumahnya.

"Saya juga tidak tahu, tahu-tahu sudah dibuat dan dipasang di situ. Katanya sudah bilang relawan yang di sini, ya saya terserah saja," ungkapnya.

Sudi Wiyono yang sering dipanggil Mak Keti ini menuturkan jika dirinya mempunyai empat orang anak.

Salah satu anaknya yang bernama Wahono juga menjadi relawan pada tahun 2010.

Namun, anak terakhirnya tersebut meninggal dunia saat bertugas menjadi relawan.

"Anak saya dulu juga jadi relawan, tapi kena erupsi 2010 kemarin itu. Kenanya di dekat rumah Mbah Marijan, waktu itu sedang nyuruh yang di atas turun," ujarnya.

Menurutnya, saat kejadian itu warga Pelemsari banyak yang menjadi korban.

Setelah kejadian yang menimpa anaknya tersebut, para relawan sering datang ke rumahnya.

Mereka datang untuk menjenguknya.

"Tapi teman-teman relawan masih sering kesini, ya nengok saya wong saya sudah tua," urainya.

Baca juga: Pengungsi Merapi Terima Bantuan dari Dana Kemanusiaan Kompas

Di situasi aktivitas Gunung Merapi seperti saat ini, memang Mak Keti tidak tinggal rumahnya tersebut.

Sebab lokasi rumahnya itu berada di dalam radius bahaya yang ditetapkan oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG).

Mak Keti juga memiliki rumah di Hunian Tetap (huntap) Karangkendal, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman. Di rumah itulah Mak Keti tinggal.

Namun, setiap pagi Mak Keti selalu naik ke rumahnya yang di atas.

Ketika hari sudah sore, Mak Keti kembali ke huntap.

Setiap pagi, Mak Keti naik karena merasa lebih nyaman berada di rumahnya yang di atas.

Selain itu, dirinya juga bisa beraktivitas sepeti mencari rumput, mencari kayu dan memberi makan ayam miliknya.

Sebab, ketika di huntap dirinya tidak ada kegiatan sehingga merasa jenuh.

"Kan saya punya rumah di bawah ya di Huntap itu, kemarin itu disuruh turun ya saya turun. Kalau malam saya di Huntap, pagi saya naik ke sini, karena di bawah ngak enak, tempatnya kan sempit ngak ada kegiatan," ungkapnya

Terkadang relawan yang mencemaskan kondisi Mak Keti akan menyusul ke atas.

Mak Keti pun akan turun bersama relawan yang menjemputnya.

"Relawan itu ada yang terus menjemput ke sini, dijemput diajak turun ya saya mau aja," ungkapnya.

Mak Keti mengungkapkan sudah sejak kecil tinggal di Pelemsari, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman berdampingan dengan Gunung Merapi.

Ia pun sudah mengalami beberapa kali Gunung Merapi erupsi.

"Saya kan memang lahir di sini, asli sini. Ya sudah mengalami beberapa kali (erupsi Gunung Merapi) sudah tidak ingat, yang paling besar ya yang 2010," tuturnya.

Dikisahkannya, saat erupsi Gunung Merapi tahun 2010 rumahnya hancur tidak tersisa.

Termasuk harus kehilangan ternak sapi miliknya.

"(Erupsi 2010) rumah habis enggak ada apa-apa, ini kan baru. (Erupsi 2010) ternak habis, sapi ada 5, ayam seratus ekor, tapi ya keadaan mau gimana lagi, ya harus ikhlas," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com