Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Tunanetra di Masa Pandemi, Saat Keterbatasan Terasa Berat

Kompas.com - 15/11/2020, 11:40 WIB
Teguh Pribadi,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

PEMATANGSIANTAR, KOMPAS.com - Penyandang tunanetra di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, terpukul akibat dampak pandemi Covid-19.

Selain kehilangan mata pencaharian, bantuan dari pemerintah sulit didapatkan.

Pengurus Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Pematangsiantar Aditisa Waruwu (47) mengatakan, mayoritas tunanetra bergantung hidup dari jasa pijat.

Di masa pendemi ini, mereka banyak kehilangan mata pencaharian.

Baca juga: East Java Fashion Harmony 2020, Bangkitkan Semangat Desainer dan Pembatik saat Pandemi

Sebab jumlah pengunjung yang datang ke panti pijat sudah pasti berkurang drastis.

"Selama pandemi, hampir tidak ada lagi orang datang ke tukang pijat. Kadang dalam seminggu kosong. Minggu besoknya juga begitu. Sementara para tunanetra seperti kami hanya bisa jadi tukang pijat. Kami tidak bisa berganti profesi seperti orang umumnya," ujar Aditisa saat ditemui di rumah kontrakannya di Jalan Medan, Kecamatan Siantar Martoba, Sabtu (14/11/2020).

Di masa sulit seperti ini, menurut Aditisa, pemerintah belum bisa hadir untuk Pertuni.

Menurut dia, sebenarnya penyandang tunanetra paling terdampak akibat pandemi.

Kehilangan mata pencaharian satu-satunya dan kesulitan mencari alternatif.

"Kalau bantuan dari pemerintah khusus untuk Pertuni selama pandemi ini tidak ada kami terima. Kami dapat bantuan saat Paskah dan bantuan dari orang-orang yang terbuka hatinya," kata Aditisia.

Baca juga: Respons Disbudpar Semarang soal Vlogger Diminta Rp 3 Juta di Lawang Sewu

Sebelum pandemi melanda, menurut Aditisa, banyak anggota Pertuni yang tidak mendapat program pemerintah seperti beras untuk rakyat miskin (raskin) dan program keluarga harapan (PKH).

Penyebabnya tak lain karena mereka kesulitan mengurus administrasi kependudukan, hingga kesulitan mendapatkan akses informasi.

Di masa pandemi, hal itu pun menjadi semakin sulit.


Aditisa sendiri mengaku baru 2 tahun terakhir dapat raskin setelah 7 tahun lalu mengajukan diri.

"Kalau seperti saya ini, itu juga tidak cukup. Kami kewalahan biaya sehari-hari, apalagi keperluan anak-anak belajar. Karena pendapatan utama dari pijat hilang," ucap Ibu dari tiga anak ini.

Baca juga: Misteri Penemuan Jenazah Wanita Ojek Online, Diduga Kasus Pencurian

Wanita penyandang tunanetra ini tinggal bersama suami dan dua anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

Suaminya, Sarman Sagala (55) juga bernasib sama dengan Aditisa.

Mata pencaharian satu-satunya keluarga mereka dari jasa pijat.

Untuk satu kali pijat, biasanya mereka dibayar dengan tarif Rp 60.000.

"Pasien yang kami tangani biasanya yang capek dan masuk angin. Kalau sembuh dari kami mereka datang lagi. Jadi kami butuh pelanggan seperti itu," kata dia.

Baca juga: Kisah Ibu Tunanetra Dampingi Anak Sekolah Daring Saat Pandemi: Ada Perasaan Waswas...

Kepengurusan Pertuni sebenarnya mulai diaktifkan kembali sejak 2 tahun lalu.

Namun, tak disangka kini mereka harus terseok-seok karena situasi pandemi Covid-19 melanda sejak awal 2020.

Menurut Aditisa, terdapat sekitar 30 orang penyandang tunanetra di wilayah Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun.

Mayoritas di antara mereka membuka usaha panti pijat di rumah.

Itupun bagi mereka yang punya sertifikasi pelatihan pijat.

Selebihnya, ada yang mengamen di jalanan untuk menyambung hidup.

Menurut Aditisa, para penyandang tunanetra ada yang lajang hingga lanjut usia.

Saat ini, mereka belum siap membantu sesama anggota yang mengalami kesusahan dan kehilangan mata pencaharian.

"Kalau yang enggak punya sertifikat pelatihan pijat, biasanya mereka mengamen. Kalau status mereka lajang, ada yang tinggal sama orangtua. Kalau masih anak-anak, kami upayakan sekolah luar biasa supaya dapat pendidikan dan keterampilan," kata dia.


Cita-cita Pertuni tak lain untuk mensejahterakan para penyandang tunanetra.

Mereka butuh modal untuk usaha.

Mereka juga butuh pelatihan keterampilan dan bahan bacaan seperti buku braille sebagai sumber informasi dan pengetahuan.

Menurut Aditisa, kepengurusan Pertuni di tingkat Provinsi maupun pusat juga mengalami hal serupa. Mereka nyaris terlupakan.

"Keinginan kami sebenarnya bisa mandiri. Ada modal dan buka usaha dari hasil keterampilan. Karena ada juga teman-teman kami yang bisa bermain musik dan membuat keset kaki," kata dia.

Bantuan dari yang peduli

Tagor Leo Sitohang dari Forum Literasi Kota Pematangsiantar mengakui keterbatasan yang dialami penyandang tunanetra di Kota Pematangsiantar.

Menurut Tagor, sejauh ini perhatian khusus pemerintah untuk penyandang tunanetra belum terlihat sama sekali.

Misalnya, menurut Tagor, di Perpustakaan Umum Kota Pematangsiantar, belum disediakan buku braille untuk tunanetra.

Melalui Rumah Baca Mutiara Bangsa, Tagor berupaya memfasilitasi buku buku braille untuk kebutuhan bacaan para anggota Pertuni.

Buku-buku itu pun didapat dari hasil sumbangan orang-orang yang peduli.

Buku braille itu kemudian dipinjamkan secara bergiliran untuk anggota Pertuni.

Sebab, jumlahnya bisa dihitung jari.

Selain kitab suci, ada buku tentang pengetahuan umum.

"Memang kurang perhatian dari pemerintah. Apalagi banyak di antara mereka yang sama sekali tidak dapat bansos. Seharusnya di masa pandemi ini mereka dibantu. Mereka rata-rata mengontrak rumah, ada yang kerja pemain musik gereja, ngamen dan tukang kusut," kata Tagor saat ditemui di Jalan Sisingamangaraja, Kecamatan Siantar Utara.

Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Sosial Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Pematangsiantar Risbon Sinaga mengakui, belum ada keterlibatan pemerintah secara khusus kepada Pertuni.

"Kalau untuk itu memang belum ada, karena keterbatasan anggaran, jadi belum ada," ucap Risbon.

Ia juga mengakui pernah ada permohonan bantuan dari Pertuni ke Dinsos P3A.

Hanya saja, pos anggaran untuk itu belum disertakan.

Ia berharap, ke depannya Pemkot Pematangsiantar akan menyiapkan anggaran khusus untuk membantu penyandang tunanetra di Kota Pematangsiantar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com