DENPASAR, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) kembali dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Dalam RUU itu ada pasal yang melarang minuman beralkohol tradisional seperti sopi, bobo, balo, tuak, arak, hingga saguer.
Gubernur Bali I Wayan Koster enggan berkomentar banyak terkait RUU tersebut. Meski Bali menjadi salah satu daerah penghasil arak.
Menurutnya, RUU itu masih butuh waktu lama untuk menjadi Undang-Undang.
Bahkan, ia optimistis RUU itu tak akan disahkan menjadi Undang-Undang.
"Masih jauh, enggak akan jadi itu," katanya singkat usai penerimaan insentif UMKM dari Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Sabtu (14/11/2020).
Baca juga: RUU Minol Disebut Berpotensi Munculkan Pasar Gelap
Sementara itu, Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki enggan berkomentar terkaut RUU Minol yang sedang ramai diperbincangkan ini.
Padahal, di Pergub Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Distilasi Khas Bali, mengatur penjulannya melalui koperasi.
Pergub itu mengatur pengemasan dan penjualan minuman fermentasi yang mana produsen yang membuat minuman fermentasi dengan cara tradisional dan ilmiah harus menjual produksi mereka kepada koperasi.
Koperasi kemudian memberikan label dan mengemas minuman fermentasi itu.
Koperasi akan menyalurkan minuman fermentasi yang telah dikemas kepada distributor yang telah bekerja sama sebelumnya.
Ia hanya menyebut potensi arak Bali bagus untuk diekspor ke luar negeri.
"Kalau untuk ekpsor, kan, bagus," katanya.
Baca juga: Kritik RUU Minol, Pemprov NTT Sayangkan DPR Hanya Berpikir Dampak Mabuknya Saja
Seperti diketahui, Bali gencar mempromosikan arak Bali untuk wisatawan.
Bahkan, Provinsi Bali resmi menerbitkan peraturan tata kelola minuman fermentasi khas Bali seperti arak, tuak, dan brem.