Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Perajin Alkohol Bekonang soal RUU Larangan Minuman Beralkohol

Kompas.com - 13/11/2020, 17:16 WIB
Labib Zamani,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

SUKOHARJO, KOMPAS.com - Paguyuban perajin alkohol di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, tidak ambil pusing dengan adanya RUU tentang Larangan Minuman beralkohol (minol) yang tengah digodok oleh Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pasalnya, pembuatan alkohol yang mereka lakukan secara turun temurun bukan untuk kebutuhan konsumsi (minum), melainkan untuk kebutuhan medis atau kesehatan.

Salah satu pusat home industri pembuatan alkohol di Kabupaten Sukoharjo adalah Desa Bekonang di Kecamatan Mojolaban.

"Kita kan buat bukan minuman beralkohol. Kita kan harus bisa membedakan. Alkohol untuk kepentingan medis juga perlu," kata Ketua Paguyuban Perajin Alkohol Bekonang, Sukoharjo, Sabariyono dihubungi Kompas.com, Jumat (13/11/2020).

Baca juga: Pemprov NTT: RUU Larangan Minuman Beralkohol Pasti Akan Ditolak Masyarakat

Oleh karena itu, jelas dia RUU Larangan Minuman beralkohol yang diusulkan tiga partai yakni Gerindra, PPP dan PKS tidak memengaruhi produksi alkohol di wilayahnya.

Sabariyono menerangkan Bekonang memang terkenal sebagi pusat pembuatan alkohol, selain di Kecamatan Polokarto.

Tong-tong yang digunakan untuk proses pembuatan alkohol di Desa Ciu BekonangKompas.com/Nur Rohmi Aida Tong-tong yang digunakan untuk proses pembuatan alkohol di Desa Ciu Bekonang

Dia menyebut perajin alkohol di Bekonang ada 50 kepala keluarga.

Kemudian di Kecamatan Polokarto ada sekitar 92 kepala keluarga.

Sehingga total perajin alkohol di dua kecamatan jumlahnya ada sekitar 142 kepala keluarga. Semua sudah memiliki izin alias legal.

Baca juga: Kritik RUU Minol, Pemprov NTT Sayangkan DPR Hanya Berpikir Dampak Mabuknya Saja

Bahkan, para perajin alkohol di Bekonang dan Polokarto mendapat pendampingan dari pemerintah.

Sabariyono menjelaskan produksi alkohol di Desa Bekonang berawal dari zaman penjajahan Belanda sekitar tahun 1940-an.

Awal mulanya produksi alkohol untuk minuman ciu berkadar 35 persen.

Kemudian seiring perkembangan dan adanya pendampingan dari pemerintah, diarahkan untuk membuat alkohol medis dan bahan bakar bioetanol.

"Dulu memang untuk kepentingan minuman. Tapi dikembangkan selanjutnya menjadi alkohol murni. Itupun ada pembinaan dari Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja," terang dia.

"Produk alkohol itu mau tidak mau harus lewat ciu dulu. Dari fermentasi kemudian diproses hasilnya ciu. Ciu di sini mengandung kadar alkohol 30-35 persen. Dari ciu-ciu itu dimurnikan kembali, didestilasi kembali nanti mendapatkan alkohol kadarnya lebih tinggi sesuai yang diinginkan. Alkohol Bekonang ini kadarnya 90 persen," sambung dia.

Baca juga: Soal RUU Larangan Minuman Beralkohol, Wakil Ketua Komisi III Khawatirkan Maraknya Oplosan

Produksi alkohol desa Bekonang dikirim ke berbagai daerah, khususnya untuk kebutuhan medis. Seperti toko kimia, puskesmas, rumah sakit dan juga bahan-bahan kosmetik.

Sebelumnya diberitakan, Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman beralkohol (minol).

RUU tersebut diusulkan oleh tiga partai yakni Gerindra, PPP, dan PKS.

RUU Larangan Minuman Beralkohol terdiri dari tujuh bab dan 24 pasal.

Beleid antara lain berisi definisi minuman beralkohol, pengawasan, tata laksana pelarangan, hingga sanksi pidana bagi pihak yang melanggar.

Andaikan RUU ini disahkan menjadi UU, maka setiap orang yang memproduksi, menjual (penjual), menyimpan, maupun mengonsumsi alkohol bisa terancam pidana.

Dengan kata lain, perdagangan miras tak lagi bisa dilakukan sembarangan jika RUU tersebut diloloskan parlemen. 

Baca juga: Pimpinan DPR: Masukan Publik untuk RUU Larangan Minol Akan Jadi Perhatian

"Setiap orang dilarang memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, Minuman Beralkohol tradisional, dan Minuman Beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," bunyi Pasal 6 draf RUU tersebut.

Ancaman pidana dan denda pedagang miras tersebut diatur dalam Pasal 19. Hukumannya adalah pidana penjara paling lama 10 tahun.

"Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit (2) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua ratus juta) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)," bunyi Pasal 19.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com