Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Petani Madu di Sikka, Panen di Malam Hari hingga Buat Acara Adat demi Madu Berkhasiat

Kompas.com - 12/11/2020, 16:46 WIB
Nansianus Taris,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

MAUMERE, KOMPAS.com - Puluhan warga di Kampung Wairbukan, Desa Wairterang, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, NTT, sejak lama menetap di tengah hutan lindung Egon Ilinmedo.

Meski tinggal di hutan yang jauh dari perkembangan teknologi dan informasi, saat ini warga Kampung Wairbukan bisa membuat sabun sendiri yang berbahan baku madu hutan.

Untuk membuat sabun dari madu, warga Wairbukan bernaung di bawah satu kelompok Petani Pengelola Madu Hutan.

Kelompok itu dibentuk sejak tahun 2019 dengan tujuan untuk memproduksi madu secara bersama. Kelompok itu terdiri atas 15 orang.

Ketua Kelompok Petani Pengelola Madu Hutan, Bernadus Brebo, mengungkapkan, tahun 2019, ia mengikuti pelatihan pengolahan madu di Kupang, ibu kota Provinsi NTT. Dirinya mengikuti pelatihan selama satu minggu.

Baca juga: Cerita Nelayan di Sikka, Penghasilan Menurun Saat Pandemi, Berutang untuk Menyambung Hidup

“Pulang dari sana, saya langsung bentuk kelompok pengelola madu. Berbekal pengetahuan di tempat pelatihan, makanya di kelompok ini, kami olah madu jadi sabun madu. Sekarang ini, sabun madu itu sudah digunakan anggota kelompok dan beberapa orang di Kota Maumere. Sabunnya model batang dan dijual Rp 5.000 per buah,” ungkap Bernadus kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (12/11/2020).

Bernadus mengatakan, saat ini kelompok madu Wairbukan terus memproduksi sabun dari madu tersebut. Namun, belum ada label dan kemasan karena belum dapat izin.

Ia mengaku sudah mengurus dokumen izin produksi sabun madu tersebut, tetapi belum ada kabar dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka.

“Kalau sudah ada izin, kami bisa produksi banyak dan bebas jual di Sikka ataupun keluar daerah. Semoga secepatnya izin bisa keluar,” ujar Bernadus.

Bernadus mengatakan, selain membuat sabun, madu dari kelompok Wairbukan itu juga dijual dalam botol yang sudah dalam kemasan dengan merk “Madu Hutan Sikka”.

Pada tahun 2019, kelompok pengelola madu hutan menghasilkan 300 botol.

“Kami jual Rp 50.000 per botol,” kata Bernadus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com