Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi IV DPR: Pupuk Semakin Langka, Petani Jangan Terus Diremehkan

Kompas.com - 12/11/2020, 16:34 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi meminta pemerintah segera mengatasi masalah kelangkaan pupuk subsidi karena meresahkan petani di Indonesia.

Dedi mengatakan, pemerintah harus serius menangani masalah ini. Kelangkaan pupuk subsidi sudah tidak bisa ditolerir lagi.

Pemerintah diminta segera melakukan tindakan cepat. Jangan sampai ada kesan bahwa pemerintah meremehkan petani dengan membiarkan masalah kelangkaan pupuk berlarut-larut.

"Masalah pupuk langka sudah lama dibahas berulang-ulang. Tapi seperti tak ada solusi. Seolah diremehkan. Keluhannya di mana-mana. Pupuk semakin langka, petani jangan terus diremehkan," kata Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon, Kamis (12/11/2020).

Baca juga: Ibarat Seperti Jatuh Tertimpa Tangga, Harga Hasil Tani Sudah Murah, Pupuk Masih Saja Sulit 

Dedi mengatakan, pemerintah harus mengambil tindakan cepat. Tidak lagi berkutat pada persoalan data dan sejenisnya. 

Persoalan data, kata Dedi, pemerintah desa sudah memilikinya secara lengkap. Pemerintah desa memiliki data lengkap tentang kepemilikan hak tanah, siapa yang layak dan tak layak mendapat subsidi pupuk.

Dedi mengatakan, pemerintah jangan lagi berputar di berbagai mekanisme, karena musim tanam harus segera terlaksana dengan baik. Ini bagian terpenting untuk menjaga stabilitas pangan nasional.

Ia menjelaskan, petani kesulitan mendapat pupuk subsidi karena beberapa hal. Pertama, mereka harus memakai kartu tani. Namun kartu taninya banyak yang mengalami masalah. Ada daerah yang tak memiliki sinyal internet sehingga sulit untuk mengaksesnya.

Masalah kartu tani ini, kata Dedi, harus segera diatasi. Penggunaan kartu tani yang belum optimal bisa diatasi dengan menggunakan sistem pelayanan manual. Cara manual ini bisa dilakukan dengan melibatkan pemerintah desa karena mereka memiliki data yang lengkap dan akurat tentang kepemilikan hak tanah.

"Dalam upaya optimalkan kartu tani, verifikasi data dan sejenisnya yang menyangkut mekanisme administratif digital, sistem pelayanan manual harus tetap dilaksanakan. Jangan menyulitkan para petani. Mereka sudah menyelamatkan Indonesia dari krisis," tandas Dedi.

Dedi mengatakan, pemerintah jangan menganggap petani adalah kelompok masyarakat yang tidak memiliki daya tekan sehingga terkesan diremehkan.

"Maksud diremehkan itu, ya pemerintah tidak sigap melayani petani, tidak seperti melayani kelompok-kelompok politik lainnya. Karena mungkin petani tak punya daya tekan," katanya.

Cara mengatasi pupuk langka

Menurut Dedi, mengatasi masalah kelangkaan pupuk cukup sederhana dan tidak berlangsung lama. Bahkan, kata dia, cukup dua hari masalah itu bisa selesai.

"Beri instruksi, Pupuk Indonesia bergerak. Kemudian kios-kios gerak, siapa yang dilayani dan tidak dilayani. Sederhana," katanya.

Soal data petani yang berhak mendapat pupuk subsidi, Dedi mengatakan cukup dengan melakukan dua langkah. Pertama, mereka yang memiliki kartu tani bisa dilayani secara digital.

Kedua, petani yang belum memiliki kartu tani tetapi berhak mendapat pupuk subsidi, bisa dilayani secara manual. Data bisa dicari di pemerintah desa.

"Pemerintah desa memiliki data petani. Mereka tahu pemilik sawah yang luas dan tidak. Ada data rinci di desa. Ada data PBB. Sudah kelihatan. Itu hal mudah. Asal ada keinginan," katanya.

Kelangkaan pupuk terjadi di sejumlah daerah. bahkan di Tuban, Jawa Tengah, sejumlah petani mengadang dua truk pengangkut pupuk subsidi, Kamis (5/11/2020).

Baca juga: Petani Kembali Kepung 2 Truk Pengangkut Pupuk Bersubsidi, Ini Alasannya...

Mereka melakukan hal itu karena pupuk subsidi kian langka. Padahal mereka membutuhkannya karena masa tanam sudah dimulai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com