KOMPAS.com - Sudah 35 tahun Hartono, warga Desa Sidokerto, Kecamatan Sidorejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur lumpuh dan tak bisa bicara.
Meski sudah berobat ke dokter dan mendatangi banyak orang pintar, sakit yang diderita Hartono tak kunjung sembuh.
“Sudah puluhan kali dokter, mungkin ratusan kali ke orang pintar, tapi tidak pernah sembuh,” ujar ibu Hartono, Waginem (65), sambil menyuapi Hartono di rumahnya, Rabu (11/11/2020).
Baca juga: Kisah Bocah 5 Tahun Terus Sebut Nama Pembunuh Ibunya, Trauma hingga Kerap Demam
"Pertama panas tinggi, kemudian kejang-kejang sambil giginya itu kerot (giginya beradu) saat berusia 2 bulan," ujarnya.
Namun pada usia 2 tahun, kondisinya membaik dan mulai diajari berjalan.
Badannya ditali oleh bapak ibunya kemudian ditarik dan ditahan agar Hartono tidak jatuh.
Hartono bahkan senang diajari berjalan oleh kedua orangtuanya.
”Pokoknya kalau tidak ditetah (diajari berjalan) pasti menangis. Tapi ya itu, kakinya tetap lemas,” kata sang ibu mengenang.
Baca juga: Derita Orangtua yang Kehilangan 3 Anak Mereka Secara Misterius: Kami Cari dari Pagi sampai Malam
Setelah usia 6 tahun, Hartono tak mau lagi latihan berjalan.
Dia pun terus berbaring di kasur hingga usia 35 tahun.
Kakinya sebenarnya masih bisa bergerak, tapi dia tidak bisa menggeser badannya.
Sementara siku tangannya terus menekuk kaku. Hanya jarinya yang bisa bergerak.
“Tahunya ya hanya sarafnya yang kena. Nama penyakitnya tahu saya ya saraf,” imbuh dia.
Sejak bayi hingga sekarang pun kebiasaan kerotnya tidak pernah hilang.
Bahkan dia pernah mengalami kerot dan kejang yang hebat sampai terjatuh dari kasurnya.
Baca juga: Demam dan “Kerot” Saat Usia 2 Bulan, Pria Ini 35 Tahun Hanya Terbaring di Kasur
Hartono sejak kecil hanya bisa bersuara seperti melenguh.
Dia hanya bisa berkomunikasi dengan cara mengangguk.
“Tidak pernah bisa bicara. Kalau minta makan atau buang air besar mengangguk, baru saya tahu dia minta apa,” ucap dia.
Lewat anggukan itu pula Hartono memberi isyarat dirinya ingin sembuh.
Setiap muncul iklan obat di radio, Hartono selalu menganggukkan kepalanya.
“Dia minta obat yang diiklankan di radio karena terus mengangguk-angguk kalau iklan obat itu diputar," terang Waginem.
Baca juga: Saksikan Ibunya Dibunuh Tetangga, Bocah 5 Tahun Demam Tinggi dan Trauma
Waginem sebelumnya merupakan penjual sayur keliling.
Semenjak anaknya sakit, Waginem hanya berjualan di rumah.
Tabungan Waginem dan suami pun ludes untuk biaya pengobatan anaknya.
“Bapaknya hanya petani, jadi semua tabungan dari jualan habis untuk pengobatan,” kata dia.
Waginem mendapatkan bantuan dari pemerintah sebesar Rp 300 ribu per bulan.
Belakangan, jumlah bantuan berkurang menjadi Rp 200 ribu.
Namun untuk pengobatan, dia cukup datang ke Puskesmas agar memperoleh obat gratis.
Baca juga: Bapak Kapolri, Bapak Presiden, Sekolah Kami Dirusak Oknum Tak Bertanggung Jawab
Waginem mengaku hanya bisa sabar dan pasrah kepada Tuhan atas penyakit yang menimpa anaknya.
Namun dia berharap agar kerot anaknya sembuh sehingga tidak mengalami kesakitan lagi.
"Kasihan kalau dengan gigi beradu itu pasti sakit. Tapi, mau bagaimana, saya hanya bisa bersabar dan pasrah,” pungkas dia.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Magetan, Sukoco | Editor: Robertus Belarminus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.