Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berjuang Lawan Deforestasi, Perempuan Ini Antar 5 Desa Hutan Bujang Raba Raup Rp 1 M dari Jual Karbon

Kompas.com - 11/11/2020, 07:27 WIB
Suwandi,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com - Tindakan kecil perempuan penyelamat hutan di Jambi, Emmy Primadona Than berdampak positif pada peningkatan ekonomi masyarakat dan mencegah aksi perambahan hutan.

Untuk mengedukasi masyarakat terkait pengelolaan hutan, agar bernilai ekonomi tinggi dan berkelajutan, Emmy bergabung dengan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi.

Perjuangan Emmy dimulai sejak 2006. Dia keluar masuk pedalaman hutan di seputar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Resikonya bertemu dengan harimau dan perambah yang marah. Sebab Emmy berusaha agar hutan tidak ditebang bahkan digunduli.

Wilayah kerja Emmy tidak hanya di Jambi, melainkan hutan-hutan di Sumatera Barat, Bengkulu dan Kalimantan Utara.

"Setiap hutan yang Saya masuki, memiliki tantangan sendiri. Saya senang bisa bertemu dengan masyarakat lokal dan mendengar persoalan yang mereka hadapi," kata Emmy di kantor Warsi, Selasa (10/11/2020).

Untuk menyelamatkan hutan, Emmy membutuhkan peranan masyarakat yang mandiri. Maka dia menjangkau masyarakat lokal, yakni Desa Lubuk Beringin, Kabupaten Bungo, Jambi.

Baca juga: Indonesia Berpotensi Simpan 17 Persen Karbon Biru Dunia

Deforestasi sebabkan Hutan Bujang Raba kritis

Keberadaan desa ini, berbatasan langsung dengan hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur (Bujang Raba) seluas 12.000 hektar.

Sebagai penyangga TNKS, Bujang Raba pada sampai tahun 2007, kondisinya kritis. Deforestasi menggila baik yang dilakukan masyarakat, perkebunan sawit dan hutan tanaman industri membuat desa terdekat sekarat.

"Sungai yang membelah hutan itu kering kerontang. Lahan pertanian warga lokal kekeringan. Mereka kesulitan air bersih," kata Emmy.

Ketika Emmy masuk ke kawasan hutan Bujang Raba pada 2008, banyak masyarakat mengeluh dan mengaku kebingungan mengapa desanya kekeringan.

Makanya, perempuan dengan pendidikan S2 Managemen Lingkungan, Internasional Institut of Social Studies, Netherland, ini mengajak masyarakat untuk mengelola hutan secara bijak.

Baca juga: Tak Ada Listrik dan Internet, Ini Kisah Anak-anak Suku Talang Mamak Belajar Saat Pandemi

Atasi deforestasi, ajak warga 5 desa kelola hutan

Dengan kekuatan penuh bersama Warsi, dia turun ke masyarakat lokal, mengajak mereka mengelola hutan.

Pemerintah pun melegalkan mereka, dengan luas 7.500 hektar untuk lima desa, yakni Lubuk Beringin, Sungai Telang, Laman Panjang, Buat dan Senamat Ulu.

Hutan desa Lubuk Beringin, menjadi yang pertama di Indonesia. Perlahan Emmy ‘menghidupkan’ desa itu, dengan memberikan bantuan bibit, akses jalan dan listrik melalui pembangkit listrik tenaga kincir air.

Namun perjuangan Emmy belum usai, masyarakat bingung, saat tidak boleh menebang hutan, maka ‘dapur tidak berasap’. Keinginan zero deforestasi pun penuh tantangan.

Dengan penuh kesabaran, Emmy menerima keluhan dari masyarakat, karena ekonomi tanaman monokulturnya belum mampu mendongkrak ekonomi.

Baca juga: Tekan Emisi Karbon dalam Pembangunan, ASN Perlu Pahami Ekonomi Hijau

 

Solusi tumpangsari dan ekowisata

Dia pun mencari solusi tanaman tumpang sari. Artinya dalam sebidang tanah, dijejali banyak tanaman seperti durian, kakau, karda munggu (rempah), jernang, rotan manau dan karet.

“Agar masyarakat tidak merusak dan mau menjaga hutan. Ekonomi mereka harus kuat. Ini tak bisa ditawar. Maka, solusinya, pertanian yang tidak haus lahan, tapi nilai ekonomi tinggi,” kata Emmy menjelaskan.

Maka dia mendatangkan penyuluh pertanian untuk mengajari masyarakat bertani tumpang sari, lalu memberikan bibit yang baik.

Selanjutnya, Emmy mendorong masyarakat membuat ekowisata.

Sehingga masyarakat mendapatkan pemasukan. Kemudian di Senamat Ulu, membangun mikrohidro, untuk mengurangi pengeluaran listrik.

“Mereka bayar listrik hanya Rp 25.000-Rp 35.000 per bulan. Mereka bisa mandiri dan menekan pengeluaran. Keuntungan dari jasa lingkungan yang mereka peroleh,” kata Emmy.

Baca juga: Kaya Karbon, Mangrove Papua Barat Bisa Jawab Masalah Besar Dunia

Gandeng pemerintah untuk kearifan lokal

Selanjutnya, Emmy menggadeng pemerintah, untuk menghidupkan lubuk larangan, yang merupakan kearifan lokal masyarakat.

Adanya lubuk larangan, masyarakat setiap tahun mendapatkan hasil panen ikan semah, endemik, Lubuk Beringin. Sistemnya itu ada lelang ikan. Hasilnya bisa puluhan juta masuk ke kas desa.

Dengan adanya peningkatan ekonomi, semua masyarakat akhirnya sadar, keuntungan besar dari menjaga hutan. untuk mewujudkan zero deforestasi, maka dilakukan pengelolaan hutan secara kolaboratif dari lima desa.

Maka semua orang dengan sukarela menjaga hutan. Emmy pun tak lekas berpuas diri. Bersama Warsi dan warga lokal, dia melakukan pemetaan keragaman hutan, satwa, kualitas air dan tutupan hutan.

“Semua terlibat, dari perempuan, pemuda, bahkan lansia, bersama-sama menjaga hutan. Semua bekerja sama,” tegas Emmy.

Baca juga: JK Marah Negara Industri Dunia Hanya Tebar Janji soal Pasar Karbon

 

Perjuangan jual karbon, hingga raup Rp 1 Miliar

Pemetaan sebelum dan sesudah adanya izin pengelolaan hutan oleh masyarakat, menunjukkan sebelum ada izin, deforestasi dari 1993-2013 di lansekap Bujang Raba, sekitar 1,6 persen hutan dibabat. Itu luasnya sekitar 4×4 lapangan bola.

Setelah dikelola masyarakat, kata Emmy, pemetaan 2013-2018 tidak ada pembukaan masyarakat. Sudah sah zero deforestasi.

Maka Emmy menyusun skema imbal jasa karbon. Dia ingin mempertemukan sukarelawan yang ingin mendanai pengelolaan hutan, dengan masyarakat pengelola hutan Bujang Raba.

Imbal jasa karbon ini, menghitung berapa jumlah karbon yang dapat diserap kawasan hutan. Semua diukur, mulai dari lebar dan tinggi pohon, serta keragaman hutan.

Hasil audit dan validasi dari lembaga Plan Vivo atau lembaga validasi karbon, Bujang Raba mampu menyerap banyak karbon, masuk kategori hutan primer dengan serapan karbon tinggi.

Emmy pun mengakses sukarelawan yang ingin berkontribusi dalam imbal jasa karbon. Tujuannya, menghentikan dampak buruk perubahan iklim.

Dia aktif mengikuti conference of the parties (COP) sejak 2015 di Paris sampai COP di Polandia 2018 lalu.Pada kesempatan itu, dia menyampaikan, masyarakat lokal telah berkontribusi secara nyata, untuk melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

“Saya tidak menduga banyak orang tertarik, untuk terlibat dalam skema imbal jasa karbon,” kata Emmy lagi.

Perjuangan Emmy berbuah manis, pada 2019 lalu, masyarakat pengelola hutan Bujang Raba, menerima uang Rp 350 juta, lalu pada 2020 ini, mendapatkan Rp 1 milar.

Lebih jauh, kata Emmy, tahun berikutnya, akan mendapatkan Rp 1 miliar lagi.

Baca juga: Kala Perubahan Iklim Buat Ilmu Puluhan Tahun Petani Gunungkidul Jadi Sering Salah

Hasil jual karbon bikin warga lebih bahagia

Uang imbal jasa karbon ini, sambung Emmy digunakan untuk biaya patroli hutan warga lokal, pembelian bibit tanaman seperti kopi dan pinang.

Lalu untuk program sosial, bantuan sembako saat pandemi dan lebaran. Semua warga dapat, itu ada 2.000 paket sembako dibagikan.

Uang dikelola masyarakat untuk sunatan massal dan beasiswa ada 150 anak. Kemudian bantuan paket daging.

Bantuan sosial lainnya seperti santunan anak yatim, difabel dan lansia. Semua diberikan jatah, Rp 200.000 per orang.

Atas permintaan pemuda, juga dibangun sarana olahraga dan perlengkapan sekretariat pengelola hutan seperti perangkat GPS, Laptop dan Printer.

Tidak hanya itu, dana imbal jasa karbon juga digunakan untuk merenovasi masjid di semua desa, yang terlibat menjaga hutan lindung Bujang Raba.

"Saya senang. Saat melihat warga lokal bahagia, menikmati hasil kerja mereka menjaga hutan. Itulah kepuasaan tertinggi," tutup Emmy.

Kesuksesan warga lokal dalam menjaga hutan adalah potret kecil dalam isu konservasi berbasis pemberdayaan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Tentunya, masih banyak peluang dan harapan untuk mengelola hutan di Jambi, agar terhindar dari kerusakan dan memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat sekitar hutan.

Emmy belum mau berhenti berjuang.

Baca juga: Perkebunan Sawit Penyumbang Terbesar Deforestasi di Kalimantan Timur

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com