Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Harun Thohir, Pahlawan Nasional yang Gemparkan Negeri Singa

Kompas.com - 10/11/2020, 16:08 WIB
Hamzah Arfah,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

GRESIK, KOMPAS.com - Indonesia sempat terlibat konflik dengan Malaysia dan membuat hubungan diplomatik kedua negara terputus pada rentang 1963 hingga 1965.

Dalam masa ini, beberapa tentara ada yang dikirim ke negara bagian musuh untuk melakukan penyusupan, penyamaran, hingga aksi sabotase.

Adalah Kopral Anumerta Harun Said atau yang terkenal dengan nama Harun Thohir, bersama dengan rekannya sesama marinir (TNI AL), Usman Janatin dan Gani bin Arup, mendapat tugas untuk menyusup dan menciptakan kekacauan di negeri seberang.

Baca juga: Kisah Sultan Baabullah, Pahlawan Asal Maluku Utara yang Gigih Mengusir Penjajah dan Ahli Berdiplomasi

Saat itu, Singapura bergabung dengan Malaysia membentuk persekutuan Malaysia.

Harun, Usman dan Gani, kemudian mendapat tugas dan berhasil meledakkan Mac Donald House di Orchid Road yang berada di pusat Kota Singapura pada 10 Maret 1965.

Kekacauan dan kepanikan seperti yang diharapkan pun terjadi.

"Singapura saat itu menjadi bagian dari Malaysia, sehingga menjadi bagian dari sasaran," ujar Kris Adji A W, budayawan yang juga pecinta sejarah dari komunitas Mata Seger kepada Kompas.com, Senin (9/11/2020).

Baca juga: Raden Mattaher, Panglima Perang Jambi yang Jadi Pahlawan Nasional

Tiga hari berselang, usaha pelarian mereka menemui jalan berbeda. Gani berhasil meloloskan diri, sementara Harun dan Usman tertangkap oleh tentara wilayah setempat.

Mereka berdua kemudian ditahan di penjara Changi selama kurang lebih tiga tahun, sebelum kemudian dijatuhi hukuman mati.

Pemerintah Indonesia pada saat itu sebenarnya sudah mengajukan banding dan upaya pengampunan atas hukuman yang harus diterima oleh Harun dan Usman.

Namun, banding tersebut ditolak oleh majelis pengadilan Singapura dan pengadilan internasional di London, Inggris.

"Ada keterangan yang menyebutj bahwa kedua almarhum sempat dibius sebelum menjalani hukuman gantung," tutur Kris, yang juga dikenal sebagai pegiat literasi ini.

Harun Thohir diabadikan menjadi nama sebuah jalan raya di kota Gresik.KOMPAS.COM/HAMZAH ARFAH Harun Thohir diabadikan menjadi nama sebuah jalan raya di kota Gresik.

Eksekusi mati Harun dan Usman dilakukan pada 17 Oktober 1968. Setelah itu jasad keduanya langsung dibawa ke Indonesia untuk dimakamkan.

Rasa haru bercampur bangga mengiringi prosesi pemakaman yang dilakukan secara militer di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata. Keduanya lantas ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

Kelahiran Bawean Gresik

Harun Thohir lahir di Pulau Bawean yang termasuk dalam Kabupaten Gresik, 14 April 1947.

Di Desa Diponggo yang termasuk dalam Kecamatan Tambak, Gresik, sosok Harun merupakan panutan.

Ini pula yang menjadi sebuah kebanggaan bagi keluarga dan anak turun almarhum Harun.

Muhammad Salim (50) yang menjabat sebagai Kepala Desa Diponggo, merupakan salah satu kerabat dari Harun.

Ia mengatakan, hingga saat ini penghormatan terhadap sosok almarhum Harun masih terus dilakukan di Bawean.

"Ibu dari almarhum masih bersaudara dengan orangtua saya. Sebagai keluarga tentu kami bangga. Tidak hanya keluarga, tapi semua masyarakat Bawean bangga dengan sosok Harun Thohir," ujar Salim saat dihubungi, Selasa (10/11/2020).

Patriotisme Harun terus menjadi bahan cerita kepada anak cucu keluarga besarnya yang selalu diceritakan ulang turun-temurun.

Dengan maksud lebih menumbuhkan rasa kecintaan terhadap bangsa dan negara kepada generasi milenial di lingkungan keluarga, dan juga kepada masyarakat umum.

Salim menuturkan, meski Harun dikenal sebagai pahlawan yang sebelumnya tergabung bersama Korps Komando Operasi (KKO) yang kini lebih dikenal dengan sebutan marinir, tetapi sampai saat ini belum ada lagi anggota keluarga besar yang mengikuti jejak Harun sebagai marinir.

Kendati sudah ada 10 orang dari anggota keluarga besarnya yang kini berprofesi sebagai pelaut.

"Sebab ibunda-ibunda kami itu seperti melarang untuk menjadi marinir, trauma dengan kejadian yang menimpa almarhum Harun mungkin," ucap dia.

Meski demikian, Salim berharap perjuangan yang telah dilakukan oleh Harun semasa hidup dapat menjadi pelajaran guna lebih menumbuhkan rasa cinta tanah air dan bela negara.

"Selain itu, dapat menumbuhkan rasa untuk lebih menghargai perjuangan yang telah dilakukan oleh para pahlawan," kata Salim.

Salim juga mengaku berterima kasih kepada pemerintah yang selama ini telah banyak memberikan perhatian, baik penghormatan kepada almarhum maupun perhatian terhadap keluarga besar Harun Thohir.

Dikunjungi mahasiswa

Bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November, beberapa orang mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) komisariat Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT ) Raden Santri Bawean menyempatkan diri berkunjung melihat rumah almarhum Harun di Desa Diponggo.

Rumah peninggalan Harun terlihat terawat bagus, kendati sebenarnya tidak berpenghuni.

Dengan bangunan terlihat mencolok, lantaran masih terlihat seperti model zaman dulu dengan dilengkapi miniatur bangunan khas masa penjajahan.

"Kami ingin melihat sekaligus menelusuri jejak sejarah yang pahlawan itu merupakan putra asli Bawean. Pelajaran penting bagi kami kaum milenial supaya menghargai jasa para pahlawan," tutur Ketua Komisariat PMII STIT Bawean, Tabranir Ridho.

Atas pengabdian yang dilakukan, nama Harun Thohir kini diabadikan sebagai nama bandara di Pulau Bawean.

Tidak hanya itu, Harun Thohir juga digunakan sebagai nama salah satu jalan raya yang ada di Kota Gresik.

Jalan Raya Harun Thohir mulai Kelurahan Sidorukun hingga Pulopancikan yang tidak jauh dari Pelabuhan Gresik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com