Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sultan Baabullah, Pahlawan Asal Maluku Utara yang Gigih Mengusir Penjajah dan Ahli Berdiplomasi

Kompas.com - 10/11/2020, 08:08 WIB
Yamin Abdul Hasan,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

TERNATE, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh di Istana Negara pada 10 November 2020.

Kabar ini disampaikan Menteri Sosial (Mensos) RI Juliari Peter Batubara.

Salah satu tokoh yang akan diberikan gelar pahlawan berasal dari Provinsi Maluku Utara, yaitu Sultan Baabullah.

Sejarawan Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Irfan Ahmad kepada Kompas.com, Senin (9/11/2020) menceritakan, Sultan Baabullah adalah seorang sosok pahlawan yang sangat piawai.

Baca juga: Hari Pahlawan 2020, Ini Profil Enam Tokoh Pahlawan Nasional Baru

 

Dia gigih mengusir Portugis, ahli dalam berdiplomasi, hingga dijuluki sebagai khalifah imperium Islam di Nusantara.

Baboe, Baab, Baboelak, Baab Ullah, atau Baabullah Datu Syah dilahirkan di Ternate pada 10 Februari 1528.

Putra tertua dari Sultan Khairun dengan permaisurinya Boki Tanjung, putri tertua Sultan Bacan Alauddin I. Sultan Khairun pernah ditawarkan oleh Antonio Galvao, untuk mengirim Baabullah mengikuti pendidikan Kolese Santo Paulo Goa (India).

Khairun dan Baabullah adalah dua sosok ayah dan anak yang pandai.

Dalam usianya yang masih muda, Baabullah diangkat sebagai Kapita Laut, jabatan militer tertinggi dalam struktur kerajaan Ternate.

Baca juga: Arnold Mononutu, Tokoh Pergerakan Kemerdekaan dari Minahasa, Jadi Pahlawan Nasional

Karena jabatan itu pula ia terlibat dalam berbagai ekspedisi atas nama kesultanan Ternate, terutama ke wilayah Sulawesi Utara dan Tengah. 

Bahkan, setelah menjadi sultanpun Baabullah masih memimpin ekspedisi ke Buton, Tobungku, Banggai, dan Selayar. Prestasi terbesarnya adalah mengusir Portugis keluar dari Maluku dan tak kembali untuk selamanya.

Baabullah pertama kali menikah dengan Beka, seorang anak bangsawan Sulawesi Selatan. Pada tahun 1571 untuk kedua kalinya Baabullah menikah dengan adik sultan Tidore, Iskandar Sani. Mereka dikaruniai lima anak, Mandar, Saiduddin, Barakati, Ainalyakin, dan Randangalo.

Menentang penjajah

Pengkhianatan de Mesquita menimbulkan kebencian rakyat Ternate, dan warga Maluku pada umumnya terhadap Portugis.

Setelah pengangkatan Baabullah sebagai sultan Ternate, di bawah sumpah, ia berjanji tidak akan berhenti mengusir orang-orang Portugis dan wilayah Maluku dan menuntut penyerahan Lopez de Mesquita untuk diadili.

Benteng–benteng Portugis di Ternate, yakni Tolucco, Santo Lucia, dan Santo Pedro jatuh dalam waktu singkat hanya menyisakan Benteng Sao Paulo kediaman De Mesquita.

Atas perintah Baabullah, pasukan Ternate mengepung Benteng Sao Paulo dan memutuskan hubungannya dengan dunia luar. Suplai makanan dibatasi hanya sekedar agar penghuni benteng dapat bertahan.

Sultan Baabullah dapat saja menguasai benteng itu dengan kekerasan. Namun, beliau tak tega karena cukup jumlah rakyat Ternate yang telah menikah dengan orang Portugis dan mereka tinggal dalam benteng bersama keluarganya.

Karena tertekan, Portugis terpaksa memecat Lopez de Mesquita dan menggantinya dengan Alvaro de Ataide. Namun, langkah ini tidak berhasil meluluhkan Baabullah.

Orang Portugis mulai tertekan dan gelisah. Mesquita dituduh telah berbuat salah dan kejam. Dia ditangkap oleh kawan-kawan sebangsanya, dirantai, dan dikirimkan ke Malaka.

Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Sultan Baabullah dan rakyat Maluku melakukan serangan dan mengepung Benteng San Paolo. 

Walaupun bersikap “lunak” terhadap Portugis di Sao Paulo, Sultan Baabullah tidak melupakan sumpahnya. Beliau mencabut segala fasilitas yang diberikan Sultan Khairun sebagai Portugis terutama menyangkut misi Jesuit.

Beliau mengobarkan perang Soya–Soya (perang pembebasan negeri). Kedudukan Portugis di beragam tempat digempur habis. Sebagain kapal berlayar (lari) meninggalkan Ternate menuju Ambon. 

Mendengar kabar tersebut, Baabullah segera mengirimkan lima kora-kora berkekuatan 500 prajurit menuju Ambon di bawah Kapita Kalakinko, pamannya sendiri.

Pulau Buru berhasil direbut dari Portugis. Selanjutnya Kapita Kalakinko menuju Hitu dan bersama-sama rakyat Hitu menyerang Portugis. 

Pertarungan di Hitu Selatan berlangsung sengit dan berakhir dengan tewasnya Kapita Kalakinko.

Beberapa bulan kemudian, tepatnya awal 1671, Baabullah menyusun strategi untuk melumpuhkan kekuatan Portugis di Hitu dan Ambon.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com