KOMPAS.com - Uji coba pintu air untuk menaikkan dan menurunkan debit air bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso menyebabkan permukaan air Danau Poso naik.
Hal tersebut mengakibatkan 426 hektare areal persawahan terendam luapan air danau hingga tidak bisa ditanami sejak Juli 2020.
Suratno, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah mengatakan uji coba pengaturan permukaan air di bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso milik PT. Poso Energy menyebabkan air di Danau Poso naik hingga 50 sentimeter.
Baca juga: Poso Dilanda Banjir dan Tanah Longsor
Ratusanhektare areal persawahan yang terendam tersebar di 16 desa di kecamatan Pamona Puselemba, Pamona Barat, Pamona Selatan dan Pamona Tenggara.
Tak hanya itu. Tingginya intensitas hujan di pegunungan juga memicu bertambahnya debit air di enam anak sungai yang bermuara di Danau Poso.
“Karena sekarang ini agak tinggi mungkin ada yang melaporkan lebih karena debit air di danau itu agak naik memang,” kata Suratno dilansir dari VOA Indonesia, Kamis (5/11/2020).
Baca juga: Banjir Bandang Terjang Tujuh Desa di Trenggalek, Ratusan Rumah Terendam
Suratno mengatakan Poso Energy sudah melengkapi perizinan dan persyaratan sebelum melakukan uji coba.
Dan saat ini Pemkab Poso terus memantau situasi dan berkoordinasi dengan PT Poso Energy untuk memastikan ada solusi sehingga petani tidak dirugikan.
Selain merendam areal persawahan, air dari Danau Poso juga merendam lokasi pengembalaan ternak kerbau warga di Desa Tindoli dan Tokilo.
Baca juga: Puluhan Rumah Dua Desa di Kutai Kertanegara Terendam Banjir
Akibatnya, selama 4 bulan sawah di desanya tak bisa diolah.
Sukaartana mengatakan biasanya air danau hanya menggenangi persawahan pada April hingga Juni karena musiam hujan. Dan sawah akan mengering dan siap ditanami pada Juli.
“Sekarang ini ketika air danau tidak surut, bulan-bulan ini. Itu jadi pertanyaan besar sama warga. Kenapa jadi seperti ini? Curah hujan sudah kurang, sudah mulai kemarau. kok airnya tidak turun begitu?,” ujar I Gede Sukaartana.
Baca juga: Gua Bawah Tanah di Gunungkidul Tersumbat Sampah, Rumah Warga Terendam Banjir
Ia menjelaskan terendamnya persawahan di desanya, berdampak pada 150 keluarga petani.
Menurut Sukaartana, di desa itu, petani hanya bisa menanam padi satu kali dalam satu tahun. Saat panen, satu hektare sawah rata-rata mampu menghasilkan 5 ton beras senilai Rp 35 juta.