Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2 Pria Beli Ribuan Obat Palsu dari Jakarta via Online, Hendak Diedarkan ke NTB

Kompas.com - 06/11/2020, 10:20 WIB
Fitri Rachmawati,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com - Sebanyak dua warga Mataram, NTB, berinisial S dan SH ditangkap karena mengedarkan ribuan obat palsu.  

Kedua pelaku yang kini menjadi tersangka ditangkap petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram dan Polda NTB di sebuah ekspedisi pengiriman barang.

Kedua pelaku yang merupakan karyawan swasta ini, membeli ribuan tablet obat palsu melalui situs belanja online.

"Temuan produk ini mengindikasikan bahwa supply dan demand terhadap sediaan farmasi ilegal di daerah NTB masih tinggi. Hal ini terlihat dari mudahnya akses pembelian (secara online) menjadi daya tarik tersendiri karena dianggap lebih praktis," kata Kepala Balai Besar POM Mataram, Zulkifli, Kamis (5/11/2020).

Baca juga: Polisi Bongkar Sindikat Pembuat Uang Palsu Rp 10 Miliar, 6 Orang Ditangkap

Adapun obat palsu yang disita, yaitu 4.200 tablet trihexphenidyl, 7.000 tablet dextromethophan, dan lima produk tablet Alprazolam (golongan psikotropika). Seluruh obat palsu itu ditaksir bernilai Rp 25,6 juta.

Petugas juga mengamankan empat ponsel yang digunakan tersangka melakukan transaksi.

Kepala Seksi Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda NTB, Kompol Ridwan mengatakan, dari hasil pemeriksaan, diduga kuat kedua tersangka merupakan anggota jaringan pengedar obat palsu Jakarta-NTB.

Baca juga: Emosi Dituntut 3 Tahun Penjara, Jerinx: IDI Tak Mau Penjarakan Saya, Siapa yang Pesan Sebenarnya?

Hal ini melihat seluruh obat palsu dari pembelian di media online dkirim melalui ekspedisi di Jakarta. Menurut rencana obat palsu itu akan dikirim ke Pulau Sumbawa, Bima, dan Dompu.

"Mereka menggunakan akses jual beli online, salah satu dari mereka adalah pemain lama, SH warga Selagalas, Kota Mataram. Karena itu kami menduga keduanya masuk dalam jaringan pengedar obat palsu berbahaya ini," kata Ridwan.

Tersangka S dan SH dijerat dengan pasal 197 dan pasal 196 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar.

Mereka juga dijerat dengan Pasal 62 UU Nomor 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika dengan ancaman hukuman pidana lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta

Waspada obat palsu

BBPOM Mataram maupun Polda NTB menjelaskan bahwa kasus peredaran obat berbahaya seperti tramadol, dextromethophan, dan trihexphenidyl sudah kerap terjadi di NTB.

Korbannya bahkan menyasar anak-anak usia sekolah. Selain karena harganya murah, mereka bisa mendapatkannya dengan mudah dan cepat apalagi bisa melalui pembelian secara online.

Kepala Balai Besar POM Mataram, Zulkifli berharap masyarakat waspada dan mampu membedakan obat obat palsu, ilegal, dan berbahaya.

Salah satunya mengetahui ciri-ciri obat palsu, seperti dalam kemasan bagian depanya tidak tercantum nama produsen.

Begitu juga di bagian belakang kemasan obat, tidak tercetak harga eceran tertinggi atau het.

Jika dua ciri itu terlihat, maka sebaiknya segera menghubungi BBPOM melalui unit layanan pengaduan Konsumen (ULPK)

"Kita berharap masyarakat tidak membeli dan menggunakan obat-obat yang diperoleh dari pasar gelap," kata Zulkifli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com