Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nelayan Bertahan Selama Pandemi, Tetap Melaut demi Makan meski Harga Udang Turun

Kompas.com - 05/11/2020, 12:50 WIB
Suwandi,
Farid Assifa

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com - Pendapatan nelayan cukup terganggu di tengah pandemi. Pasalnya ekspor udang dan ikan mengalami penurunan.

Negara tujuan ekspor hasil tangkapan nelayan di pesisir Jambi menutup keran ekspor pada awal pandemi.

Tak lama berselang, ekspor kembali stabil, meskipun Hongkong hilang dari radar negara tujuan ekspor pada 2020 ini.

Kasi Pengawasan Data, Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jambi, Paiman menuturkan, ekspor hasil tangkap nelayan seperti ikan, udang dan kepiting mengalami penurunan pada awal pandemi.

Total nilai ekspor per Agustus 2020 mencapai Rp 204,06 miliar. Selanjutnya hasil tangkap hanya dikirim ke Singapura dan Malaysia.

"Volume ekspor hasil laut nelayan jumlahnya sekitar 1.680,78 ton. Itu tahun ini, minus empat bulan ya," kata Paiman melalui telepon, Kamis (5/11/2020).

Baca juga: Derita Nelayan Kecil Indramayu, Sering Ditangkap gegara Tak Tahu Langgar UU Perikanan

Sebaliknya, hasil tangkapan nelayan yang diekspor sebelum pandemi mencapai Rp 379,29 miliar dengan negara tujuan ekspor seperti Singapura, Malaysia dan Hongkong.

Untuk volume ekspor berada pada angka 2.093,61 ton. Penurunan memang tidak signifikan, antara sebelum pandemi dan setelahnya.

Penyebabnya adalah keran ekspor hanya ditutup pada Februari dan Maret. Negara tujuan kala itu, tengah lock down. Selanjutnya terjadi fluktuatif sesuai permintaan dari negara ekspor.

Nelayan keluhkan harga turun

Amiruddin (58), nelayan dari Kelurahan Tanjungsolok, Kecamatan Kualajambi, Kabupaten Tanjab Timur, menuturkan, tekanan terhadap nelayan hanya berdampak pada awal pandemi. Semua pengiriman ikan maupun udang waktu itu dibatalkan.

"Karena toke (pengepul) tidak bisa mengirim ikan. Otomatis berpengaruh pada pendapatan nelayan. Toke benar-benar menolak ikan nelayan," kata Amiruddin.

Kesulitan nelayan tidak berlangsung lama. Sebulan kemudian penjualan kembali normal dengan harga yang belum stabil.

Kendati demikian, nelayan dapat bernafas lega. Setidaknya pendapatan dari hasil tangkapan udang cukup untuk memenuhi kebutuhan makan. Meskipun pendapatan belum stabil layaknya sebelum pandemi.

Hal senada disampaikan nelayan dari Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjab Barat, Andu.

Dia merasakan kesulitan karena harga jual udang ketak turun drastis, dari Rp 80.000 menjadi Rp 35.000 per ekor.

Meskipun harga udang mengalami penurunan, namun nelayan tetap melaut. Sebab, pekerjaan ini merupakan satu-satunya usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Mau tidak mau tetap melaut, Pak. Kita tetap cari udang. Kalaupun harganya murah, kalau kita dapatnya banyak, kan tetap bisa untuk makan," kata Andu lagi.

Merosotnya harga udang sangat berpengaruh pada pendapatan nelayan. Menurut dia, ketika harga udang normal, nelayan masih memiliki penghasilan.

Apabila tidak mampu menangkap dalam jumlah banyak, maka nelayan mengalami kerugian.

Dia meyakini penurunan harga udang ini disebabkan pengiriman udang ke luar negeri terbatas karena dunia sedang dihantam pandemi.

Saat kondisi normal, toke tidak membatasi pembelian udang. Sementara sekarang sangat terbatas dan harganya pun murah.

Dia berharap harga udang dapat kembali normal karen sebagian besar warga di Tungkal adalah nelayan. Penghasilan utamanya adalah mencari udang ketak.

Gelombang tinggi ancam nelayan

Selain harga udang yang menurun drastis, Jambi memasuki La Nina. Intensitas hujan bisa disertai angin kencang. Kondisi ini membuat gelombang tinggi dan menyulitkan nelayan untuk mencari udang ketak.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanjab Barat, Netty Martini, menuturkan akan fokus mengembangkan teknologi untuk menjaga salinitas.

La Nina diyakini akan mengubah salinitas di pesisir. Keadaan salinitas akan menjadi ekstrem ketika curah hujan tinggi.

Baca juga: Dihajar Pandemi, Tangkapan Nelayan di Lampung Menurun 75 Persen

Daerah jelajah udang ketak bisa menjadi air tawar. Hal ini akan menyebabkan kematian masal udang ketak.

"Teknologi mempertahankan salinitas masih langka," tegasnya.

Dia juga berharap nelayan tetap mengutamakan keselamatan melaut dalam kondisi La Nina dan puncak gelombang tinggi.

Selanjutnya, Netty menuturkan harga udang maupun ikan di nelayan sangat fluktuatif, mengikuti pasar global.

"Sekarang normal. Tapi sangat berfluktuatif. Tergantung negara tujuan ekspor," kata Netty menjelaskan.

Dia pun mengeluhkan tingginya kegiatan ekspor dari Bandara Soekarno, Banten, sehingga tidak ada pemasukan untuk Jambi.

Untuk saat ini, DKP terus mencari tujuan negara ekspor baru sehingga harga udang di tingkat nelayan meningkat.

"Ada beberapa negara yang kini kita jajaki. Kita berharap bisa masuk Timur Tengah," kata Netty lagi.

Selain itu, untuk membantu nelayan di masa pandemi, pihaknya mengembangkan alat tangkap dan mencarikan teknologi pembesaran udang ketak.

DKP Jambi tingkatkan pengolahan ikan

Sebagian besar nelayan mengalami kesulitan di masa pandemi. Selain minim modal untuk melaut, harga ikan juga turun signifikan.

"Kita bantu alat tangkap seperti jaring, dan mengolah ikan menjadi produk makanan," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jambi, Temawisman melalui pesan singkat, Minggu (1/11/2020).

Ia mengatakan, program yang diberikan pemerintah salah satunya adalah unit pengolahan ikan (UPI) bagi kelompok nelayan.

Program ini, lanjut Temawisman membantu permodalan nelayan untuk mengembangkan ikan hasil tangkapan menjadi kerupuk, pempek, nuget dan bakso ikan.

Selain itu, pihaknya juga akan memberikan bantuan jaring kepada puluhan nelayan. Penyerahan bantuan ini baru akan dilaksanakan akhir Novemver dan awal Desember tahun ini.

Baca juga: Keluh Kesah Nelayan Danau Kerinci, Jumlah Tangkapan Menurun Drastis

Tidak hanya itu, nelayan juga diberi bantuan uang tunai yang bekerja sama dengan Kementerian Sosial.

"Total hasil tangkapan nelayan tahun lalu itu sekitar 52,781 ton. Kalau tahun ini belum dihitung," kata Temawisman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com