JAMBI, KOMPAS.com - Pendapatan nelayan cukup terganggu di tengah pandemi. Pasalnya ekspor udang dan ikan mengalami penurunan.
Negara tujuan ekspor hasil tangkapan nelayan di pesisir Jambi menutup keran ekspor pada awal pandemi.
Tak lama berselang, ekspor kembali stabil, meskipun Hongkong hilang dari radar negara tujuan ekspor pada 2020 ini.
Kasi Pengawasan Data, Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jambi, Paiman menuturkan, ekspor hasil tangkap nelayan seperti ikan, udang dan kepiting mengalami penurunan pada awal pandemi.
Total nilai ekspor per Agustus 2020 mencapai Rp 204,06 miliar. Selanjutnya hasil tangkap hanya dikirim ke Singapura dan Malaysia.
"Volume ekspor hasil laut nelayan jumlahnya sekitar 1.680,78 ton. Itu tahun ini, minus empat bulan ya," kata Paiman melalui telepon, Kamis (5/11/2020).
Baca juga: Derita Nelayan Kecil Indramayu, Sering Ditangkap gegara Tak Tahu Langgar UU Perikanan
Sebaliknya, hasil tangkapan nelayan yang diekspor sebelum pandemi mencapai Rp 379,29 miliar dengan negara tujuan ekspor seperti Singapura, Malaysia dan Hongkong.
Untuk volume ekspor berada pada angka 2.093,61 ton. Penurunan memang tidak signifikan, antara sebelum pandemi dan setelahnya.
Penyebabnya adalah keran ekspor hanya ditutup pada Februari dan Maret. Negara tujuan kala itu, tengah lock down. Selanjutnya terjadi fluktuatif sesuai permintaan dari negara ekspor.
Amiruddin (58), nelayan dari Kelurahan Tanjungsolok, Kecamatan Kualajambi, Kabupaten Tanjab Timur, menuturkan, tekanan terhadap nelayan hanya berdampak pada awal pandemi. Semua pengiriman ikan maupun udang waktu itu dibatalkan.
"Karena toke (pengepul) tidak bisa mengirim ikan. Otomatis berpengaruh pada pendapatan nelayan. Toke benar-benar menolak ikan nelayan," kata Amiruddin.
Kesulitan nelayan tidak berlangsung lama. Sebulan kemudian penjualan kembali normal dengan harga yang belum stabil.
Kendati demikian, nelayan dapat bernafas lega. Setidaknya pendapatan dari hasil tangkapan udang cukup untuk memenuhi kebutuhan makan. Meskipun pendapatan belum stabil layaknya sebelum pandemi.
Hal senada disampaikan nelayan dari Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjab Barat, Andu.
Dia merasakan kesulitan karena harga jual udang ketak turun drastis, dari Rp 80.000 menjadi Rp 35.000 per ekor.