Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyulam Jaring hingga Rendahnya Ekspor, Pahit Manis Nelayan Indramayu

Kompas.com - 04/11/2020, 08:21 WIB
Kontributor Majalengka, Mohamad Umar Alwi,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

INDRAMAYU, KOMPAS.com - Sepanjang jalan menuju pantai Karangsong Indramayu, Jawa Barat, puluhan orang sibuk menyulam jaring di pinggir kapal-kapal bersandar.

Jaring yang mereka sulam merupakan jaring rusak milik nelayan yang biasa mencari ikan di tengah laut.

Dasuki, laki-laki 57 tahun adalah satu di antara puluhan orang tersebut.

Baca juga: Derita Nelayan Kecil Indramayu, Sering Ditangkap gegara Tak Tahu Langgar UU Perikanan

Jarinya piawai menyulam, memperbaiki lubang jaring yang rusak.

Dasuki merupakan nelayan yang kini terdampak Covid-19.

Itu sebabnya ia melakukan pekerjaan tersebut untuk bertahan di kesulitan ekonomi selama masa pandemi.

Dasuki sudah 3 hari menyulam di tempat itu.

Bayarannya Rp 120.000 pe rhari.

Nominal rupiah tersebut termasuk makan dan minum yang kadang habis Rp 50.000 per hari.

Belum lagi ongkos bensin apabila dia menggunakan kendaraan menuju tempat bekerja.

"Kadang-kadang bersih untuk keluarga Rp 50.000, Mas. Kan saya terima Rp 120.000 masih kotor. Sedangkan di sini kadang waktu istirahat membeli makanan dan minuman. Kan habis juga membeli itu. Belum lagi bensin," ujar Dasuki saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (3/11/2020).

Baca juga: Keluh Kesah Nelayan Danau Kerinci, Jumlah Tangkapan Menurun Drastis

Mengenal jenis jaring

Jaring yang disulam merupakan jaring gillnet millenium. Jaring tersebut sering dipakai nelayan, karena lebih efektif dalam tangkapan.

Sebelum menggunakan jaring tersebut, para nelayan menggunakan jaring nilon.

"Enaknya pakai jaring ini, ikan-ikannya tidak banyak keluar. Sebab jaring ini terbuat dari benang kecil berlapis-lapis. Ini kuat, meski tipis tapi sangat kuat karena berlapis-lapis benangnya. Jadi ikan-ikan tidak banyak keluar," kata dia.

Ia menambahkan, cara kerja jaring tersebut tidak jauh beda dengan cantrang. Perbedaannya, cantrang jatuh ke dasar lautan, sementara jaring ini tidak jatuh ke dasar.

"Hanya beberapa meter dari atas dasar laut dan ini tidak merusak. Beda kaya cantrang merusak, sebab ekosistem dasar laut rusak terseret oleh jaring. Tapi jaring ini (gillnet millenium) tidak. Mainnya itu beberapa meter dari atas dasar laut," kata laki-laki yang memiliki 4 anak tersebut.

Baca juga: Wilayah Tangkapan Tak Jelas Picu Konflik Nelayan di Madura

Manis yang tergerus pandemi

Mengenai jaring gillnet, Ketua Dewan Presidium Nelayan Tradisional Indonesia Kajidin mengungkapkan, jaring tersebut merupakan semi modern yang ampuh dalam menangkap ikan.

Meski bahan jaring tersebut dibuat dari Jepang dan harganya cukup mahal bagi nelayan kecil, hasil tangkapan terbilang memuaskan.

Menurut dia, jaring jenis ini efektif menangkap berbagai jenis ikan.

"Dari penggunaan jaring ini, banyak nelayan yang terangkat derajatnya. Mereka ada yang naik haji, menguliahkan anaknya ke Jepang. Karena penggunaan jaring ini efektif menangkap ikan-ikan," tutur Kajidin.

Selain itu, kelebihan jaring jenis ini bisa dioperasikan menurut musim ikan tertentu.

Sebab, menangkap ikan menggunakan jaring ini bisa di permukaan laut atau di dasar laut.

"Kita bisa mengoperasikan sesuai ikannya. Kalau ikan kerapu misalnya, jaring ini bisa dioperasikan di bawah, atau ikan kembung dan lainnya kita bisa operasikan ini di permukaan air laut," kata dia.

Menurut Kajidin, di tengah pandemi Covid-19, yang dikeluhkan nelayan bukan persoalan jaring, melainkan harga ikan yang semakin anjlok.

Sebab permintaan ekspor berkurang, sedangkan hasil tangkap terus bertambah.

Menurut Kajidin, jumlah hasil tangkapan tidak sebanding dengan penjualan ikan.

"Kan kalau barang banyak dan kebutuhan berkurang itu harganya turun. Itu yang menjadi penyebab kenapa ikan-ikan harganya turun di kalangan nelayan. Di gudang-gudang ikannya banyak, sedangkan tangkapan terus bertambah," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com