Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulit Pekerjaan dan Lahan Pertanian Rusak, Pemuda di Sigi Sulap Lahan Bekas Likuefaksi Jadi Taman Wisata

Kompas.com - 01/11/2020, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Sekelompok pemuda di Desa Lolu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah memanfaatkan lahan bekas likuefaksi untuk taman wisata.

Ide itu muncul karena mereka kesulitan pekerjaan karena sawah dan kebun tak bisa diolah sejak rusak akibat gempa tahun 2018 lalu.

Sore itu, sejumlah orang terlihat asyik mengamati foto-foto yang terpasang di batang-batang pohon jati yang telah mati dan mengering di Desa Lolu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Foto-foto itu memuat gambar-gambar dampak bencana alam dua tahun silam.

Baca juga: Kerangka Manusia Korban Likuefaksi Palu Ditemukan, Dimakamkan di Pemakaman Massal

Sementara pengunjung lainnya sibuk berfoto-foto atau sekedar duduk mengobrol bersama teman atau anggota keluarga sambil menunggu matahari terbenam di balik pegunungan bagian barat.

Hari itu mereka berada di lokasi bekas likuefaksi yang kini diubah menjadi taman wisata.

“Yang menarik ini pohon-pohon jati yang mengering dengan latar sunset. Tetap dijaga saja terutama untuk pengunjung tetap kebersihan. Semoga tempat ini terus dijaga kebersihan dan kerapihan tempat sih supaya lebih nyaman, ” kata Eneke salah satu pengunjung asal kota Palu.

Kepada VOA Indonesia, dia mengaku tahu taman wisata itu dari media sosial.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Gempa, Tsunami, dan Likuefaksi Menghantam Palu

Bekas kebun jati yang bergeser 10 meter

Aktifitas pengunjung berfoto di Taman Likuefaksi di desa Lolu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Minggu, 25 Oktober 2020.Yoanes Litha Aktifitas pengunjung berfoto di Taman Likuefaksi di desa Lolu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Minggu, 25 Oktober 2020.
Lokasi taman wisata tersebut awalnya adalah kebun jati yang mengalami pergeseran sejauh 10 meter akibat pergerakan tanah.

Selama sebulan, para pemuda di sekitar membersihkan semak belukar di wilayah tersebut dan menatanya menjadi taman yang indah.

Untuk biaya pengerjaan dan penataan taman, para pemuda berpatungan Rp 10.000 per orang sehingga terkumpul Rp 500.000.

Kiki Palurante (32) bercerita sejak dibuka pada 28 September 2020 lalu, taman wisata tersebut ramai dikunjungi baik oleh warga sekitar desa hingga mereka yang tinggal di Kota Palu.

Baca juga: Ada Kapling Lahan Lokasi Likuefaksi di Palu...

Setiap sore, sedikitnya ada 50 pengunjung yang datang untuk menyaksikan matahari terbenam di balik pegunungan.

Saat akhir pekan, Sabtu dan Minggu jumlah pengunjung mencapai 100 orang.

Untuk masuk ke taman wisata, pengunjung membayar tiket Rp 5.000 per orang. Pengelola taman juga mengharuskan pengunjung mematuhi protokol kesehatan yakni mengenakan masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak.

Baca juga: Cerita Lisman Setiap Hari Datangi Lokasi Likuefaksi Palu yang Renggut Istri dan 2 Anaknya

Pengelola juga menyediakan sejumlah tenda yang disewa seharga Rp 25.000 per malam untuk pengunjung yang ingin bermalam.

Rencannya, jika punya modal, mereka akan menjual cinderamata yang bisa dijual ke pengungung.

“Tujuannya supaya pemuda yang kesehariannya tidak tahu ke mana, atau yang cuma ngumpul tidak tahu mau bikin apa. Nah adanya tempat ini menjadi wadah untuk pemuda, sudah terkumpul di sini. Jadi saya bilang di sini kamu lebih berguna, di sini bisa dapat uang, mungkin ada modal apa saja bikin di sini, entah jual kaos, cinderamata, gantungan kunci bisa semua di sini,” ujar Kiki Palurante.

Baca juga: Aneka Bencana yang Mengintai Bandara YIA: Tsunami, Likuefaksi, Gempa, hingga Hujan Abu

Lahan pertanian rusak

Tampak udara areal persawahan di desa Lolu, Sigi, yang dalam dua tahun terakhir tidak dapat ditanami padi akibat kerusakan saluran irigasi oleh bencana alam gempa bumi 2018, Jumat, 30 Oktober 2020. Yoanes Litha Tampak udara areal persawahan di desa Lolu, Sigi, yang dalam dua tahun terakhir tidak dapat ditanami padi akibat kerusakan saluran irigasi oleh bencana alam gempa bumi 2018, Jumat, 30 Oktober 2020.
Kiki bercerita ide mengemas bekas lahan bencana tersebut berangkat dari kegelisahan mereka yang sulit mendapatkan pekerjaan.

Ia mengatakan saat gempa tahun 2018 lalu, warga desa tak bisa mengolah lahan pertanian yang rusak hingga 70 persen.

Kondisi diperparah dengan pandemi Covid-19 yang semakin menekan perekonomian warga.

“Kita kemarin kena gempa terus masuk lagi corona nah jadi itu yang membuat saya ayo kita bangkit, masak dari gempa terus ini masuk lagi corona kita cuma diam terus, disamping itu kita terkenal dengan pertaniannya sekitar 70 persen tapi semua mati akibat gempa,” ujar Kiki.

Baca juga: Rumah Hancur karena Likuefaksi, Apakah Korban Tetap Membayar Kredit Rumah?

Sementara itu Ademega Valendian (21) bercerita ia berjualan makanan dan minuman di lokasi tersebut. Rata-rata sehari ia mendapatkan pemasukan antara Rp 100.000 hingga Rp 200.000.

“Karena saat gempa kemarin, mata pencaharian hilang, jadi ada tempat ini, jadi bangun tempat jualan di sini. Jadi itu sudah pemasukan yang ada. Kalau di sini lumayan dari sore sampai malam itu saya saya dapat seratus sampai dua ratus ribu,” ungkap Ademega.

Kurniadin Latjedi, Kepala Desa Lolu memuji inisiatif para pemuda desa setempat yang memanfaatkan peluang menciptakan lokasi wisata baru di lahan bekas likuefaksi.

Baca juga: Barang-barang Milik Pengungsi Korban Likuefaksi Palu Dicuri di Tenda Pengungsian

Dia mengakui dampak gempa bumi dua tahun silam menyebabkan 170 hektar areal persawahan di desa itu belum dapat diolah warga yang berprofesi sebagai petani.

Kegiatan pertanian juga terkendala dengan masih rusaknya saluran irigasi.

Selain itu lahan-lahan sawah dan kebun masyarakat umumnya dalam kondisi bergelombang oleh pergerakan tanah yang dipicu gempa bumi berkekuatan 7,4 pada 28 September 2018 silam.

Baca juga: Pemulung Pencari Besi di Lokasi Likuefaksi Petobo Temukan Jasad Manusia

“Tentunya destinasi wisata baru di desa Lolu pasca bencana berdampak positif bagi para pemuda. Selain membuka lapangan pekerjaan, tempat ini bosa menjadi sarana untuk menyalurkan bakat dan minat berkesenian” kata Kurniadin.

Di kabupaten Sigi, masih terdapat sekitar 7 ribu hektar areal persawahan yang belum dapat diolah petani. Saluran irigasi Gumbasa masih dipulihkan secara bertahap dan diperkirakan rampung pada 2022.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com